Artikel
ini merupakan suatu gagasan tentang pola pengajaran, proses
belajar-mengajar yang semestinya dilaksanakan oleh para penyelenggara
pendidikan, dosen dan terutama mahasiswa dalam perilaku belajarnya.
Sehingga diharapkan dapat mengurangi terjadinya kesenjangan persepsi dan
pemahaman diantara penyelenggara pendidikan, dosen dan mahasiswa
tersebut mengenai makna belajar di perguruan tinggi yang sering kali
menyebabkan terjadinya disfungsional dalam proses belajar mengajar.
Kegiatan belajar di perguruan tinggi merupakan suatu privilege karena hanya orang yang memenuhi persyaratan tertentu saja yang berhak belajar di lembaga pendidikan tersebut. Dengan pengakuan tersebut diharapkan seseorang yang telah mengalami proses belajar secara formal akan mempunyai wawasan, pengetahuan, keterampilan, kepribadian dan perilaku tertentu sesuai yang ingin dituju oleh lembaga pendidikan.
Belajar di perguruan tinggi merupakan suatu pilihan diantara berbagai alternatif strategik untuk mencapai tujuan individual. Kesadaran mengenai hal ini akan sangat menentukan sikap dan pandangan seseorang mengenai bagaimana seharusnya mereka belajar di perguruan tinggi. Seseorang yang mendapat privilege belajar di perguruan tinggi dituntut tidak hanya mempunyai ketrampilan teknis belaka, tetapi juga diharapkan mempunyai daya dan kerangka pikir konseptual serta sikap mental dan kepribadian tertentu sehingga mereka memiliki wawasan yang luas dalam menghadapi permasalahan yang timbul dalam masyarakat.
Ada
dua tujuan yang terlibat dan saling menunjang dalam proses belajar
mengajar di perguruan tinggi. Tujuan pertama adalah tujuan lembaga
pendidikan dalam menyediakan sumber pengetahuan dan pengalaman belajar (knowledge and learning experiences) yang biasanya juga berkaitan dengan misi pendidikan nasional.
Sedangkan tujuan yang kedua adalah tujuan individual dari mahasiswa yang belajar dan menempuh pendidikan di perguruan tinggi tersebut. Idealnya seorang mahasiswa harus mempunyai tujuan individual yang jelas dan konkret. Tujuan ini dapat dituangkan dalam bentuk careeer plan yang jelas horison waktunya. Career plan tersebut merupakan impian dan bayang-bayang tentang konsepsi diri yang diletakkan dalam suatu dimensi waktu yang jelas dan realistik. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut harus dilaksanakan melalui bentuk unit kegiatan belajar-mengajar yang disebut kuliah. Kuliah merupakan bentuk interaksi antara dosen, mahasiswa dan pengetahuan/ketrampilan. Pemahaman dan persepsi mengenai hubungan ketiga faktor tersebut sangat menentukan keberhasilan proses belajar di perguruan tinggi.
Sedangkan tujuan yang kedua adalah tujuan individual dari mahasiswa yang belajar dan menempuh pendidikan di perguruan tinggi tersebut. Idealnya seorang mahasiswa harus mempunyai tujuan individual yang jelas dan konkret. Tujuan ini dapat dituangkan dalam bentuk careeer plan yang jelas horison waktunya. Career plan tersebut merupakan impian dan bayang-bayang tentang konsepsi diri yang diletakkan dalam suatu dimensi waktu yang jelas dan realistik. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut harus dilaksanakan melalui bentuk unit kegiatan belajar-mengajar yang disebut kuliah. Kuliah merupakan bentuk interaksi antara dosen, mahasiswa dan pengetahuan/ketrampilan. Pemahaman dan persepsi mengenai hubungan ketiga faktor tersebut sangat menentukan keberhasilan proses belajar di perguruan tinggi.
Dosen
dan kuliah bukan merupakan sumber pengetahuan utama dan oleh karena itu
perlu dilakukan redefinisi pengertian dari kuliah itu sendiri. Kuliah
merupakan ajang untuk mengkonfirmasi pemahaman mahasiswa dalam suatu
proses belajar mandiri. Untuk mendukung proses belajar-mengajar yang
efektif tersebut, dosen dan mahasiswa harus mengacu dan berpegang pada
buku yang sama. Dalam proses belajar mengajar yang efektif, dosen
semestinya harus dipandang sebagai seorang manajer kelas.
Sumber
pengetahuan utama bagi para mahasiswa adalah buku, perpustakaan,
artikel-artikel, hasil penelitian dan media cetak maupun audiovisual
lainnya yang saat ini dengan sangat mudah dapat didownload melalui
internet. Dosen sebagai manajer kelas mendapat tugas untuk memegang dan
mengendalikan suatu kelas karena yang bersangkutan telah mengalami
proses belajar tertentu dan telah memperoleh pengalaman-pengalaman yang
berharga, termasuk pengalaman sebagai praktisi dan peneliti yang mungkin
perlu disampaikan kepada para mahasiswanya.
Dalam
menempuh pendidikan di perguruan tinggi mahasiswa dituntut mampu
bersikap mandiri dalam belajar. Dimata mahasiswa proses belajar dan
mengajar yang sekarang berjalan pada umumnya belum dipandang sebagai
proses belajar yang mandiri. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
ketidakmampuan mahasiswa dalam mengungkapkan suatu gagasan dan menemukan
suatu gagasan baru sebagai bahan kajian dalam penulisan skripsi maupun
karya tulis lainnya.
Pengendalian
proses belajar lebih penting daripada hasil akhir atau nilai ujian.
Apabila proses belajar tersebut dapat berjalan dengan baik dan lancar,
maka nilai pada dasarnya merupakan konsekuensi logis dari proses
tersebut. Sebaliknya kalau proses belajar tidak dikendalikan dengan
baik, maka nilai yang diperoleh tidak mencerminkan adanya perubahan
perilaku dari mahasiswa.
Hal tersebut mungkin disebabkan proses belajar yang dilaksanakan di kelas selama ini terlalu banyak menekankan aspek doing tetapi sangat kurang penekanan pada aspek thinking. Apa
yang diajarkan dikelas lebih banyak berkaitan dengan bagaimana
mahasiswa dapat mengerjakan sesuatu hal, tetapi sangat kurang dalam
memberikan kesempatan bagi para mahasiswa untuk menganalisis mengapa
suatu permasalahan menjadi demikian adanya dan apa implikasinya. Proses
belajar semacam ini sebenarnya merupakan proses pembebalan dan bukan
proses menuju kearah penajaman pikiran agar mahasiswa dapat berpikir
secara kritis, kreatif dan inovatif.
Dalam
proses belajar mengajar sebaiknya dosen dan mahasiswa mengacu dan
berpedoman pada satu buku pegangan yang sama. Buku, artikel dan juga
hasil penelitian merupakan sumber pengetahuan utama dan mahasiswa
hendaknya membiasakan diri dengan budaya cinta dan gemar membaca untuk
memperoleh pemahaman dan pengetahuan dari buku-buku yang dibacanya.
Sedangkan dalam memahami isi dan kandungan dari suatu buku, telebih
untuk buku teks berbahasa Inggris, diperlukan dasar-dasar kemampuan
berbahasa yang cukup memadai baik dari unsur struktur maupun kosa
katanya, karena kemampuan berbahasa merupakan dasar yang sangat penting
untuk dapat memahami pengetahuan yang sangat kompleks dan konseptual.
Secara garis besar artikel ini merupakan petunjuk yang sangat berharga
dalam perilaku belajar yang efektif di perguruan tinggi.
Dikutip dari Artikel Prof. Dr. Suwardjono, MSc. Dosen Program Pasca Sarjana Magister Sains Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
0 komentar:
Posting Komentar