SISTEM PENGENDALIAN MANAJEMEN

CHAPTER IV & V RESPONSIBILITY CENTER

Pusat Pertanggung JawabanPendapatan & Biaya

By Ahmad Ismail Hamdani, SE,MM.
http://kampus-online.blogspot.com

Pusat Pertanggung Jawaban
lPusat pertanggungjawaban adalah unit organisasi yang dipimpin oleh seorang manajer yang bertanggungjawab serta memiliki nilai masukan dan nilai keluaran untuk kegiatan yang dilakukannya.
l
lDari nilai masukan dan nilai keluaran ini dapat dilihat apakah perusahaan yang dipimpin oleh seorang Manajer Utama berhasil atau tidak.
l
LINGKUNGAN PENGENDALIAN
lLingkungan pengendalian manajemen: adalah jaringan kerja organisasi tempat manajemen melaksanakan tugas pengendalian.
lLingkungan pengendalian menyangkut perilaku individu di dalam berbagai jenis organisasi terutama terkait dengan tanggung jawab keuangan pada berbagai unit dan sub unitnya.

Lingkungan PengendalianPusat Pertanggung Jawaban
a. Responsibility Center :
1) Cost Centre (Pusat Biaya)
2) Revenue Centre (Pusat Pendapatan)
3) Profit Centre (Pusat Laba)
4) Investment Centre (Pusat Investasi)
5) Transfer Pricing (Penetapan Harga Transfer)

•Measuring and Controlling Asset Employed Pengendalian dan pengukuran penggunaan asset :
1) ROI (Return on Investment)
2) EVA (Economic Value Added)

PUSAT PERTANGGUNG JAWABAN (RESPONSIBILITY CENTRE)

lAdalah suatu unit yang dipimpin seorang Manajer yang bertanggungjawab terhadap aktivitas yang dilakukan dalam unit yang dikelolanya
lAtas pengelolaan oleh Manajer tersebut diukur kinerjanya.
lContoh :
lDirektur Utama perusahaan holding atau anak perusahaannya atau Direktur Utama anak perusahaan dari suatu holding.
lDirektur/Kepala Divisi perusahaan holding, atau Kepala Bagian/Kepala Distrik pada anak perusahaan.
lKepala unit-unit di dalam suatu perusahaan.


PENGUKURAN KINERJA UNIT
HUBUNGAN INPUT – OUTPUT
lPada sejumlah pusat pertanggungjawaban hubungan input-out bersifat timbal balik, sehingga pengendaliannya difokuskan pada penggunaan input minimum untuk menghasilkan output maksimum.
lNamun dalam situasi tertentu input tidak mempunyai hubungan dengan output yang dihasilkan, sehingga pengendaliannya adalah ditekankan pada realisasi program yang telah direncanakan
MENGUKUR INPUT OUTPUT:Input yang digunakan kebanyakan dinyatakan dalam ukuran-ukuran fisik, misalnya: jam kerja, kwh listrik, liter BBM, dan sebagainya. Untuk kepentingan SPM maka ukuran fisik diterjemahkan menjadi satuan moneter

PENGUKURAN KINERJA UNIT ORGANISASI
.EFISIENSI dan EFEKTIVITAS
1.Efisiensi adalah rasio output terhadap input, atau jumlah output per unit input atau membandingkan biaya aktual de-ngan biaya standarnya.
2. Efektivitas adalah hubungan input dan output suatu pusat pertanggung-jawaban dengan tujuannya. Semakin besar output yang dikonstribusikan semakin efektif.


EFISIENSI dan EFEKTIVITAS
3. Efisiensi dan efektivitas berkaitan satu sama lain, sehingga setiap pusat pertanggung-jawaban harus efektif dan efisien, dimana organisasi harus mencapai tujuannya dengan cara yang optimal.
4. Pusat pertanggungjawaban akan efisien jika melakukan sesuatu dengan tepat (do thing right), dan akan efektif jika melakukan hal-hal yang tepat (do right things).

JENIS-JENIS PUSAT PERTANGGUNGJAWABAN
lJenis-jenis pusat pertanggungjawaban dibagi berdasarkan:
–Sifat pekerjaan yang dilakukan (apakah terkait dengan perolehan pendapatan/laba)
–Wewenang yang diberikan oleh pimpinan puncak
–Pengukuran prestasi



TERDAPAT EMPAT JENIS PUSAT PERTANGGUNGJAWABAN
•PUSAT BIAYA (COST CENTRE)
A.Pusat Biaya Teknik(Engineered Cost Centre)
B.Pusat Biaya Kebijakan (Discretionary Cost Centre)
•PUSAT PENDAPATAN (REVENUE CENTRE)
•PUSAT LABA (PROFIT CENTRE)
•PUSAT INVESTASI (INVESTMENT CENTRE)

PUSAT PENDAPATAN (REVENUE CENTER)
lPusat Pendapatan (Revenue Center) , adalah pusat pertanggungjawaban yang:
–Bertugas menciptakan pendapatan
–Diberi wewenang mengatur pendapatan
–Prestasinya diukur berdasarkan perbandingan antara pendapatan yang dianggarkan dengan realisasinya
lPada Pusat Pendapatan suatu output (pendapatan yang diperoleh) diukur secara moneter, akan tetapi tidak ada upaya formal untuk menghubungkan dengan input (biaya).

Karakteristik Pusat Pendapatan
a. Unit pemasaran penjualan yang tidak mempunyai tanggung jawab atas harga pokok penjualan barang-barang yang dipasarkan.
b. Penjualan atau pesanan aktual diukur dengan anggaran atau kuota.
c. Manajer dianggap bertanggung jawab terhadap biaya langsung di dalam unit organisasinya, tetapi tidak diukur hubungannya dengan out-put terkait.


PUSAT BIAYA (COST CENTRE)
lPusat biaya merupakan pusat pertanggungjawaban yang memiliki ciri (karakteristik):
–Melaksanakan tugas/pekerjaan yang tidak terkait dengan perolehan pendapatan atau laba
–Diberi wewenang untuk mengatur biaya dalam rangka melaksanakan pekerjaan yang menjadi tugasnya
–Prestasinya diukur berdasarkan perbandingan biaya yang dianggarkan dengan realisasinya
lInput atau biaya pada pusat biaya diukur dalam unit moneter (nilai uang) tetapi output-nya tidak selalu dapat diukur dalam unit moneter.
Pusat biaya terdiri atas :Pusat biaya teknik (engineered expenpense center)
lPusat biaya kebijakan (discreationary expense center),




Pusat Biaya Teknik (engineered expenpense center)
lMerupakan pusat biaya yang sebagian besar biayanya mempunyai hubungan fisik yang erat dengan output yang dihasilkan.
lKarakteristiknya :
a. Inputn-outputnya dapat diukur dengan satuan unit moneter
b. Input-outputnya dapat diukur dalam bentuk fisik
c. Jumlah optimum input yang akan diproduksi untuk satu unit output produksi bisa diukur.
d. Pengukuran kinerjanya adalah efisiensi biayanya, disamping itu mutu produk dan volume produksinya. Contoh : Biaya produksi suatu barang di unit produksi.

Pusat Biaya Kebijakan (discreationary expense center)
lMerupakan pusat biaya yang sebagian besar biayanya tidak mempunyai hubungan fisik yang erat dengan output yang dihasilkan.
Karakteristiknya :
a. Inputnya dapat diukur dengan satuan unit moneter
b. Outputnya diukur bukan bentuk fisik (moneter)
c. Jumlah optimum input yang akan diproduksi untuk satu unit output produksi tidak bisa diukur.

.
lPengukuran kinerjanya adalah bukan selisih realisasi dan anggaran atau efisiensi, melainkan peran manajer dalam perencanaan program kerja serta pengendalian dalam pengeluaran uang harus disetujui oleh atasannya.
lContoh : Biaya administrasi dan pendukung, biaya penelitian/pengem-bangan, serta sebagian biaya pemasaran .

.
lWalaupun konotasinya “kebijakan”, tidak berarti bahwa pertimbangan manajemen tidak dapat diduga atau bersifat insidentil.
lOleh sebab itu biaya yang telah ditetapkan harus diawasi agar tidak melewati jumlah yang telah ditetapkan (anggarannya).

TERDAPAT TIGA JENISPUSAT BIAYA KEBIJAKAN (discretionary expense center)
PUSAT ADMINISTRATIF (ADMINISTRATIVE CENTRE) dan PUSAT PENDUKUNG (SUPPORT CENTRE)
l Pusat Administratif (administrative center), meliputi manajemen senior korporat (kantor pusat), dan manajemen unit bisnis serta para manajer unit pendukung.
l Pusat Pendukung (support centre) adalah unit-unit pendukung yang menyediakan layanan kepada Pusat Pertanggungjawaban yang lain.
Karakteristik Pengendaliannyaa. Kesulitan mengukur outputnya.
b.Kadang kala tidak terdapat kesesuaian antara cita-cita staf departemen dengan dengan cita-cita perusahaan secara keseluruhan (lack of goal congruence).
Hal ini disebabkan karena manajer administratif ingin mencapai keunggulan fungsional.
.
c.Pengendaliannya dilakukan melalui anggarannya serta evaluasi apakah program kerja yang diajukan telah secara rinci yang mencakup : biaya administratif dan pendukung termasuk untuk “tetap dalam bisnis-nya (being in business)”, kebijakan pusat tersebut termasuk diskripsi tujuan biaya serta estimasinya, alasan semua tambahan biaya di luar inflasi.

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN (RESEARCH DAN DEVELOPMENT CENTRE)
Pusat Penelitan dan Pengembangan (research and development center), adalah suatu unit perusahaan yang mempunyai tugas dan tanggung jawab melakukan penelitian dan pengembangan produk-produk baru, proses baru dan patent.

Karakteristik Pengendalian R&DKesulitan menghubungkan input-outputnya, karena termasuk penelitian pada tahun-tahun sebelumnya.
•Tidak terdapat kesesuaian cita-cita, karena manajer litbang ingin mencapai penelitian yang terbaik dan unggul, walaupun biayanya mahal (lack of goal congruence). .
•Litbang suatu rangkaian à awal penelitian dan akhir pengujian produk, sifatnya tidak terencana dan tenggang waktu yang lama serta berjangka panjang.
.
Program litbang à tidak ada cara ilmiah untuk menentukan skala optimum anggaran litbang, sehingga prosesnya bagi kue.
•Pengendaliannya melalui anggarannya, dengan sistem proyek dan cara kalenderisasi atas pengeluaran dalam periode anggaran.
•Pengukuran kinerja secara periodik membandingkan biaya aktual dengan anggarannya, untuk kendali pengeluran berikutnya.

SEBAGIAN PUSAT PEMASARAN (MARKETING CENTRE))
Pusat Pemasaran (marketing center), meliputi aktivitas pemenuhan pesanan (order filling) dan aktivitas penciptaan pendapatan dan aktivitas pencarian pesanan (order getting).



Karakteristik Pengendaliannyaa. Aktivitas pemenuhan (order filling) pesanan seperti halnya pusat biaya di pabrik, sehingga biayanya disusun secara standard sesuai dengan berbagai tingkatan volume, tetapi dengan adanya internet aktivitas ini bisa diselesaikan dengan cepat dan biayanya rendah.
•Aktivitas penciptaan pendapatan, sehingga yang dievaluasi adalah membandingkan antara pendapatan (unit moneter) dan kuantitas fisik aktual yang dijual dengan pendapatan dan kuantitas fisik yang dianggarkan, à = Pusat Pendapatan.

.
•Aktivitas pencarian pesanan (order getting), yang dievaluasi adalah biaya pencarian pesanan merupakan biaya kebijakan, sehingga tidak seorangpun tahu akurasi berapa jumlah optimal yang harus dikeluarkan.

Kesimpulan : Pusat Pemasaran à bisa bersifat campuran (hybrid)

IKHTISAR PERBANDINGANPUSAT PUSAT PERTANGGUNGJAWABAN
BAGAIMANA MENGUKUR KINERJAPUSAT PERTANGGUNGJAWABAN
Melalui pendekatan sistem:
CONTOH PUSAT PERTANGGUNGJAWABANDI DALAM PERUSAHAAN (FUNGSIONAL)


BAB VI PUSAT LABA
By Ahmad Ismail Hamdani, SE,MM.
http://kampus-online.blogspot.comPERANAN LABA1. Tujuan setiap perusahaan adalah memperoleh laba yang tinggi.
2. Laba merupakan tolok ukur efektivitas.
3. Laba adalah selisih pendapatan (output) dengan biaya (input).
4. Laba juga mengukur efisensi dan efektivitas.

PUSAT LABA (PROFIT CENTRE)
•Adalah suatu pusat pertanggungjawaban yang :
–Bertugaas menciptakan laba
–Berwenang mangatur pendapatan sekaligus biaya (laba)
–Prestasinya diukur berdasarkan laba yang diperoleh.
•Dalam pusat laba masukan (biaya) dan keluaran (pendapatan) dinyatakan dalam satuan moneter.
•Dengan demikian maka pusat laba adalah gabungan antara pusat biaya dan pusat pendapatan sehingga ukuran laba merupakan indikator kinerja yang lebih komprehensif.

Manfaat Pembentukan Pusat Laba (1)
•Keputusan operasional dapat dilakukan lebih cepat karena tidak memerlukan pertimbangan dari Kantor Pusat.
•Kualitas keputusan cenderung lebih baik, karena dilakukan oleh orang yang benar-benar mengerti tentang keputusan tersebut.
•Manajemen kantor pusat bebas dari urusan operasional rutin dan bisa lebih memfokus-kan pada keputusan yang lebih luas.


Manfaat Pembentukan Pusat Laba (2)
•Kesadaran laba (profit consciousness) lebih meningkat pada manajer pusat laba, karena ukuran prestasinya adalah laba.
•Pengukuran prestasi pusat laba lebih luas dari pada hanya pengukuran pada pusat pendapatan dan pusat biaya yang terpisah.
Manfaat Pembentukan Pusat Laba (3)
•Manajer pusat laba lebih bebas berkreasi.
•Dapat difungsikan sebagai pusat/sarana pelatihan yang handal, karena pusat laba hampir sama dengan satu perusahaan yang independen.
•Memudahkan kantor pusat untuk memperoleh informasi profitabilitas dari komponen produk-produk perusahaan.
•Untuk meningkatkan kinerja bersaing karena outputnya siap pakai/jelas, dan sangat respon-sif terhadap tekanan



Manfaat Pembentukan Pusat Laba (3)
•Memudahkan kantor pusat untuk memperoleh informasi profitabilitas dari komponen produk-produk perusahaan. (ROI, ROA, ROE, NPM)
•Untuk meningkatkan kinerja bersaing karena outputnya siap pakai/jelas, dan sangat responsif terhadap tekanan
Kelemahan Pusat Laba (Profit Center) - 1
•Manajemen kantor pusat kehilangan kendali mengenai keputusan yang telah didelegasikan.
•Manajer Pusat laba cenderung hanya memperhatikan laba jangka pendek.
•Organisasi yang pada awalnya bekerja sama antara fungsi satu dengan lainnya menjadi saling bersaing.


Kelemahan Pusat Laba (Profit Center) - 2
•Terdapat kemungkinan peningkatan perbedaan pendapat dalam pengambilan keputusan yang dapat menimbulkan pertentangan (conflict of interest) antar pusat pertanggung jawaban.
•Tidak ada yang menjamin bahwa divisionalisasi pada masing-masing pusat laba akan menjamin peningkatan laba perusahaan menjadi lebih optimal.
Kelemahan Pusat Laba (Profit Center) - 3
•Kualitas pengambilan keputusan oleh manajer divisi mungkin bisa lebih jelek dari pada manajer puncak.
•Menimbulkan terjadinya tambahan biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan manajerial divisi.
•Kompetensi general manajer seringkali menjadi tidak diperlukan.

Bentuk-bentuk Pusat Laba (1)
•Unit Bisnis (divisi) sebagai pusat laba à
Manajernya bertanggung jawab dan mempunyai kebijakan dan kendali terhadap pengembangan produk, proses produksi dan pemasaran serta perolehan produk, sehingga ia dapat mempengaruhi pendapatan dan biaya yang berakibat terhadap laba bersihnya.
ØProses tersebut menciptakan suatu unit usaha yang bertanggung jawab terhadap manufaktur dan pemasaran suatu produk secara keseluruhan / simultan (manajer bayangan).

Masalah hubungan dengan unit bisnis lainnya (1)
•Masalah terkait dengan Pengendalian :
•Keputusan produk : barang dan jasa apakah yang harus diproduksi dan kemudian dijual.
•Keputusan pemasaran : bagaimana, dimana dan berapa jumlah barang yang harus dijual.
•Keputusan perolehan : bagaimana mendapatkan dan memproduksi barang yang dijual.

Masalah hubungan dengan unit bisnis lainnya (2)
b. Hubungan dengan manajemen korporat, meliputi :
•Batasan yang timbul dari pertimbangan-pertimbangan strategis, misalnya keputusan finansial masih di korporat, timbul masalah investasi baru.
•Batasan yang timbul karena adanya keseragaman yang diperlukan, harus menyesuaikan dengan sistem pengendalian dan akuntansi korporat (perusahaan) à kalau baru diakusisi? Perlu biaya penyeragaman pada kebijakan personalia, etika,
•Batasan yang timbul karena nilai ekonomis sentralisasi à barang dan jasa yang sama dapat lebih murah jika diperoleh dari luar perusahaan.

Bentuk-bentuk Pusat Laba (2)
•Unit-unit Fungsional sebagai pusat laba à
Pada perusahaan multi bisnis setiap unit diperlakukan sebagai penghasil laba yang independent, tetapi bisa saja terorganisasi dalam bentuk fungsional, misalnya : pemasaran, manufaktur dan jasa.
a) Fungsional Pemasaran à aktivitas pemasaran dijadikan sebagai pusat laba dengan cara :
1) Membebankan biaya dari produk yang dijual melalui harga transfer dengan cara membuat trade off pendapatan/biaya yang optimal.
2) Harga transfer dibebankan kepada pusat laba berdasarkan biaya standard, à memisahkan kinerja biaya pemasaran terhadap biaya manufaktur, hal ini berpengaruh terhadap perubahan efisiensi di luar kendali manajer pemasaran.

Bentuk-bentuk Pusat Laba (3)
•Fungsional manufaktur à (Bag Produksi)
Biasanya aktivitas manufaktur merupakan pusat biaya yang diukur kinerjanya dari realisasi >< biaya standard dan anggaran overhead (sebagai pusat biaya. Tetapi timbul masalah karena tidak mengindikasikan kinerja manajemen dari seluruh aspek yang dikerjakannya. Oleh sebab itu perlu evaluasi yang terpisah misalnya mengenai pengendalian mutu, penjadwalan produk dan keputusan membuat atau membeli mana yang lebih menguntungkan. Oleh sebab itu fungsional manufaktur dijadikan pusat laba. Cara menghitung pendapatan:
Harga jual produk -/- estimasi biaya pemasaran

Bentuk-bentuk Pusat Laba (3)
c. Unit-unit Fungsional Pendukung dan Support sebagai pusat laba à hal ini meliputi unit-unit : pemeliharaan, tekhnologi informasi, transportasi, teknik, konsultan dan layanan konsumen serta aktivitas pendukung lainnya yang dapat dijadikan sebagai pusat laba.
Caranya :
1). Membebankan biaya dari layanan yang diberikan dan menutupnya dari pendapatan atas layanan yang diberikan baik kepada internal dan eksternal.
2) Manajer organisasi unit ini termotivasi untuk mengendalikan biayanya agar pelanggannya tidak meninggalkan, disamping itu konsumen termotivasi untuk membuat keputusan apakah jasa yang diterima telah sesuai dengan harganya.

Bentuk-bentuk Pusat Laba (4)
•Organisasi lainnya sebagai pusat laba à meliputi organisasi cabang pada area geografis tertentu yang manajernya tidak mempunyai tanggung jawab manufaktur atau pembelian dan profitabilitasnya merupakan satu-satunya ukuran kinerjanya.
Contohnya : toko-toko rantai ritel, restaurant-restaurant cepat saji (fast food chain) dan hotel-hotel pada rantai hotel.
Manfaatnya à pengukuran laba adalah untuk memotivasi manajernya.
Mengukur Profitabilitas
•Ada 2 (dua) jenis profitabilitas yang digunakan untuk mengevaluasi suatu pusat laba, yaitu :
1. Pengukuran kinerja manajer à
fokus bagaimana hasil kerja manajer (tolok ukurnya sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya (job desk), hal ini digunakan untuk menyusun perencanaan dan koordinasi serta pengendalian pusat laba sehari-hari untuk memberikan motivasi yang tepat bagi manajer.
2. Pengukuran kinerja ekonomis à
fokus pada kinerja pusat laba sebagai entitas ekonomi (dapat mencapai atau memenuhi anggarannya)

Mengukur Profitabilitas
Kedua jenis profitabilitas diatas berbeda, contoh :
1. Laporan kinerja manajemen suatu kantor cabang àdapat menunjukkan bahwa kinerja manajerialnya sangat baik, tetapi
2. Laporan kinerja ekonomis kantor cabang tersebut menunjukkan bahwa cabang tersebut telah kehilangan posisinya di pasar dan harus ditutup karena ‘mengalami kerugian’ akibat adanya kondisi persaingan yang sangat ketat di lokasi tersebut.
Informasi untuk ke dua laporan tidak dapat diperoleh dari satu kelompok data saja. Laporan manajemen frekuensinya tinggi, sedang-kan laporan ekonomis dibuat saat-saat tertentu ketika keputusan ekonomis dibuat.

JENIS-JENIS UKURAN KINERJA EKONOMI - LABA
•Margin Kontribusi
•Laba Langsung
•Laba yang dikendalikan
•Laba Sebelum Pajak

Margin Kontribusi
Selisih (spread) antara pendapatan dan biaya variabel. Hal ini disebabkan karena biaya variabel berada dalam kendali manajer tersebut, sedangkan biaya tetap di luar kendalinya.

Contoh Laporan Laba Rugi Suatu Pusat Laba
Margin Kontribusi (Contribution Margin)
Kelemahannya : biaya tetap yang merupakan kebijakan kadang kala masih dapat diubah oleh manajer pusat laba, tetapi oleh manajer senior biaya tetap ini akan dipertahankan sesuai dengan rancangan formulasi anggaran.

LABA LANGSUNG(DIRECT PROFIT)
Laba langsung adalah margin kontribusi dikurangi biaya tetap pada pusat laba. Ini merupakan gabungan seluruh pengeluaran pusat laba atau dapat ditelusuri langsung ke pusat laba. Oleh sebab itu pengeluaran di kantor pusat tidak termasuk dalam perhitungan ini.

Contoh Laporan Laba Rugi Suatu Pusat Laba
Laba yang dapat dikendalikan(controllable profit)
Laba yang dapat dikendalikan à
Laba langsung dikurangi beban biaya korporat yang dapat dikendalikan oleh manajer pusat laba.
Contoh biaya yang dapat dikendalikan oleh manajer unit bisnis adalah biaya layanan teknologi informasi (telpon, internet).

Contoh Laporan Laba Rugi Suatu Pusat Laba
Laba yang dapat dikendalikan(controllable profit)
Kelemahannya : tidak memasukkan biaya yang tidak dapat dikendalikan di kantor pusat, sehingga laba ini tidak bisa langsung diperbandingkan dengan laba dari perusahaan lain pada industri yang sama.

LABA SEBELUM PAJAK(EARNING BEFORE TAX)
Laba sebelum pajak à
Laba yang dapat dikendalikan dikurangi beban biaya korporat lainnya.

Contoh Laporan Laba Rugi Suatu Pusat Laba
KONTROVERSI (NO)
ØAda 2 (dua) pendapat yang menentang mengenai tolok ukur (Kinerja Ekonomi = Laba):
ØBiaya yang dikeluarkan di korporat tidak dapat dikendalikan oleh manajer pusat laba sehingga mereka tidak perlu bertanggung jawab atas biaya tersebut.
ØBiaya yang dikeluarkan di korporat sulit dialokasikan dengan cara yang wajar yang mencerminkan pengeluaran biaya pada setiap pusat laba.

KONTROVERSI (YES)
Disamping itu ada 3 (tiga) pendapat yang mendukung mengenai (Tolok ukur kinerja ekonomi = laba), yaitu :
a) Biaya overhead korporat yang dikeluarkan di korporat cenderung meningkatkan dasar kekuatan dan memperluas keunggulan tanpa melihat dampaknya secara keseluruhan perusahaan.
b) Kinerja pusat laba setelah pembebanan biaya overhead korporat lebih realistis, sehingga dapat diperbandingkan dengan para pesaing yang memberikan jasa yang sama.

LABA BERSIH (NET INCOME)
Laba bersih yaitu laba yang diperoleh setelah dikurangi oleh kewajiban-2 pajak.

Contoh Laporan Laba Rugi Suatu Pusat Laba
KONTROVERSILABA BERSIH
a) Laba bersih (setelah pajak) merupakan suatu yang konstan terhadap laba sebelum pajak, sehingga tidak bermanfaat jika harus memasukkan unsur pajak .
b) Manajer pusat laba tidak tepat jika harus menanggung konsekuensi keputusan yang mempengaruhi pajak penghasilan di kantor pusat.
Jika tarif pajak bervariasi antar pusat laba, maka pusat laba dapat mempengaruhi besarnya pajak penghasilan melalui kredit cicilan, dan keputusan membeli atau menjual peralatan serta penggunaan standar akuntansi (SAK/GAAP) dapat membedakan laba kotor dan laba kena pajak. Hal ini akan memotivasi para manajer pusat laba untuk meminimalkan beban pajak.

PENGAKUAN PENDAPATAN
ØPendapatan diakui melalui pemilihan metode pengakuannya yang tepat adalah penting apakah pada saat pesanan, pengiriman atau ketika uang diterima?.
ØHal ini memerlukan pertimbangan karena pusat laba dapat berpartisipasi mensukseskan penjualan, sehingga harus diberi nilai tersendiri. Banyak perusahaan yang mengabaikan masalah ini karena mengidentifikasi penciptaan pendapatan sulit dilaksanakan, dan tenaga penjual bukan hanya bekerja untuk pusat laba, tetapi bagi kebaikan perusahaan secara keseluruhan.

Pertimbangan Manajemen
•Kadang kala manajemen menghadapi kebingungan dan kegagalan untuk memisahkan kinerja manajer pada pengukuran kinerja manajer dengan pengukuran ekonomis pusat laba
•Solusinya : manajer harus diukur berdasarkan pada yang dapat mereka kendalikan, termasuk pajak yang mereka tidak memiliki kendalinya.

BAB VIIPENETAPAN HARGA TRANSFERBy Ahmad Ismail Hamdani, SE,MM.
http://kampus-online.blogspot.com

Harga Transfer
•Harga transfer adalah harga yang harus dibayar oleh pusat laba konsumen pada pusat laba produsen untuk barang/jasa yang diterimanya.
•Harga transfer dapat ditentukan berdasarkan harga pasar, biaya penuh, biaya tetap dan biaya variabel, dan harga negosiasi.
Harga Transfer
•Harga transfer (dalam arti luas) adalah penentuan harga barang atau jasa yang ditransfer kepada antar pusat pertanggung-jawaban dalam satu organisasi tanpa memandang bentuk pusat pertanggungjawabannya.
•Harga transfer (dalam arti sempit) adalah harga perpindahan barang antara dua pusat laba atau lebih. Untuk pembahasan lebih lanjut, maka harga transfer ini digunakan untuk kepentingan penilaian kemampuan laba divisi. Oleh sebab itu di dalam suatu perusahaan terdapat :
1. Divisi yang menjual produk (barang/jasa) = penjual.
2. Divisi yang membeli produk (barang/jasa) = pembeli.
Sehingga dalam divisi-divisi tersebut perlu dibuat 2 (dua) macam keputusan, yaitu :
1. Keputusan pemilihan sumber, adalah menetapkan membeli dari luar perusahaan atau eksternal (pemasok) atau membeli dari dalam perusahaan atau internal (divisi penjual).
2. Keputusan penetapan (penentuan) besarnya harga transfer

Syarat terpenuhinya Transfer
•Sistem harus dapat memberikan informasi yang relevan untuk dapat emnentukan trade off yang optimum antara biaya dan pendapatan.
•Laba harus menggambarkan trade off antara biaya-pendapatan yang telah ditetapkan.
•Tingkat laba yang diperlihatkan oleh masing-masing pusat laba dapat mencerminkan besarnya kontribusi laba dari masing-masing pusat laba terhadap laba perusahaan secara keseluruhan.

Tujuan Harga Transfer
•Evaluasi prestasi divisi secara akurat.
•Keselarasan tujuan, bearti manajer mengambil keputusan yang memaksimalkan laba perusahaan dengan memaksimalkan laba divisinya.
•Tetap terjaga otonomi divisi.

Penentuan Harga Transfer
•Metode penentuan Harga Transfer :
1. Metode Variable Cost, adalah penetapan harga transfer yang sama dengan biaya variabel unit penjualan, à Standard + Laba. Hal ini dilakukan apabila penjual mempunyai kapasitas yang berlebihan. Tujuan utamanya adalah untuk memuaskan permintaan internal karena harganya cukup rendah.
2. Metode Full Cost, adalah penetapan harga transfer berdasarkan pembebanan penuh, dan yang paling umum digunakan karena dapat dipahami dengan baik dan informasinya siap tersedia pada catatan akuntansi. Kelemahannya adalah termasuk biaya-biaya tetap yang berpengaruh terhadap keputusan jangka pendek.
3. Metode Market Price, adalah penetapan harga transfer berdasarkan harga pasar, dan metode ini paling disukai. Keunggulannya bahwa harga transfernya cukup obyektif. Kelemahannya bahwa harga pasar produk/jasa tertentu tidak tersedia.
4. Metode Negotiated Price, adalah penetapan harga transfer berdasarkan negosiasi antara 2 (dua) pusat pertanggungjawaban. Metode ini dilakukan jika terdapat suatu pertentangan yang cukup signifikan diantara keduanya sehingga dicapai kesepakatan harga oleh kedua belah pihak, sehingga tidak perlu arbitrasenya. Keterbatasannya adalah mengurangi otonomi unit-unit tersebut.
•Metode penentuan harga transfer oleh perusahaan pada umumnya menggunakan tidak hanya 1 (satu) metode, tetapi 2 (dua) metode atau lebih, dan hal ini disebut dual pricing.
Metode Penentuan Harga Transfer
•Prinsip dasar, harga transfer sebaiknya sama dengan harga yang dikenakan seandainya produk tersebut dijual ke konsumen di luar atau dibeli dari pemasok luar.
•Situasi yang paling ideal adalah berdasarkan harga pasar, hal ini akan tercapai jika dipenuhi kondisi-kondisi :
1. Orang-orang yang kompeten à yang harus memperhatikan kinerja jangka panjang yang sama dengan jangka pendek.
2. Atmosfer yang baik à profitabilitas sebagai dasar penilaian kinerja, sehingga harga transfer dikehendaki yang adil.
3. Kondisi pasar à yang normal dan mapan, ini identik dengan kondisi produk yang sama (kualitas, kuantitas dan waktu pengiriman), sehingga memperoleh penghematan dari penjualan di dalam perusahaan.
4. Kebebasan memperoleh sumber daya à sehingga manajer pusat laba dapat berurusan dengan pihak eksternal dan internal, dan harga transfer merupakan biaya kesempatan bagi penjual untuk menjual produknya ke dalam perusahaan.
5. Informasi penuh à para manajer harus mengetahui semua alternatif yang ada baik dari biaya maupun pendapatannya yang relevan.
6. Negosiasi à harus ada mekanisme kerja untuk melakukan negosiasi “kontrak” antar unit usaha.
Metode Penentuan Harga Transfer
• Hambatan perolehan sumberdaya, idealnya manajer pembelian bebas untuk mengambil keputusan memperoleh sumber daya, sebaliknya manajer penjualan bebas untuk menjual produk ke pasar yang paling menguntungkan. Jika kebijakan korporat membatasi, maka ada hambatan dalam memperoleh sumber daya pada kebijakan harga transfer. Hal ini meliputi :
1. Pasar yang terbatas à pasar bagi pusat laba penjual atau pembeli sangat terbatas, dengan alasan :
a. Kapasitas internal membatasi pengembangan penjualan internal. b. Perusahaan merupakan produsen tunggal dari produk yang terdiferensiasi, tidak ada sumber daya dari luar.
c. Jika perusahaan telah melakukan investasi yang sangat besar, maka cenderung tidak akan menggunakan sumber daya dari luar Untuk mengetahui harga kompetitif, caranya :
a. Ada harga pasar yang diterbitkan.
b. Harga pasar ditentukan oleh penawaran à harga terendah mungkin akan memenangkan usaha tersebut.
c. Pusat laba produksi yang menjual barang yang sama di pasar bebas akan meniru harga kompetitif yang berada di luar.
d. Pusat laba pembelian membeli produk serupa dari pasar luar/bebas.
Metode Penentuan Harga Transfer
2. Kelebihan dan kekurangan kapasitas industri à hal ini akan terjadi :
a. Jika pusat laba penjualan tidak bisa menjual produknya ke pasar bebas atau mempunyai kapasitas berlebih. Perusahaan tidak dapat mengoptimalkan labanya jika pusat laba pembelian membeli dari pemasok luar sedangkan kapasitas produksinya masih memadai.
b. Jika pusat laba pembelian tidak memperoleh produk yang diperlukan dari luar sementara pusat laba penjualan menjual produknya ke luar, akibatnya kekurangan kapasitas produksi dalam industri, dan out dari pusat laba pembelian terhambat sehingga laba perusahaan tidak optimal.
c. Jika jumlah harga transfer kecil atau sementara à perusahaan membiar- kan para pembeli dan penjual saling bekerja sama tanpa campur tangan Kantor Pusat.
d. Beberapa perusahaan memberikan wewenang pusat laba pembelian atau penjualan untuk menyerahkan keputusan memperoleh sumber daya pada seseorang atau Komite.
e. Jika terjadi pertentangan antara pusat laba pembelian dengan penjualan maka yang dipilih adalah berurusan dengan pihak luar karena mereka memberikan layanan yang terbaik.
f. Jika ada hambatan perolehan sumber daya, maka harga pasar adalah harga transfer yang paling baik atau cara lain yang lebih kompetitif.

Memilih Penentuan Harga Transfer yang Benar
•Harus mempertimbangkan 3 (tiga) faktor yaitu :
1. Apakah terdapat pemasok dari luar?, jika tidak à tidak ada harga pasar, maka harga transfer yang paling baik adalah berdasarkan biaya atau negosiasi. Jika ada maka perlu mempertimbangkan biaya variabel penjual.
2. Apakah biaya variabel penjual lebih kecil dari pada harga pasar?, jika tidak à maka harga jual penjual lebih tinggi dari harga pasar, sebaiknya membeli di luar (pasar). Sebaliknya jika ya à biaya variabel penjual lebih rendah dari harga pasar, dan harga penjual lebih rendah maka sebaiknya membeli di dalam.
3. Apakah unit penjual beroperasi pada kapasitas penuh?, jika tidak à berarti penjual penjual harus menjediakan bagi pembeli internal dan harga transfer berada diantara harga variabel dan harga pasar, jika ya à perlu menentukan dan membandingkan penghematan biaya penjualan internal VS biaya oportunitas atas penjualan yang hilang pada unit penjualan.
Tujuan dan Prinsip Harga Transfer
Tujuan harga Transfer :
• Memberikan informasi yang relevan kepada masing-masing unit usaha dalam penentuan transfer yang optimum antara pendapatan dan biaya.
• Menghasilkan keputusan yang selaras (goal congruence), karena sistem yang digunakan untuk kepuutusan dapat meningkatkan laba usaha yang akan meningkatkan laba perusahaan.
• Membantu pengukuran kinerja ekonomi unit usaha.
• Sistem yang mudah dimengerti dan dikelola.
Prinsip Dasar :
Harga transfer sebaiknya sama dengan harga yang akan dikenakan seandainya produk tersebut dijual ke pasar atau dibeli dari pemasok. Prinsip ini sulit à ekonomi klasik harga jual = biaya marginal, karena labanya optimum (tetapi tidak realistis bagi harga transfer). Oleh sebab itu ada kebijakan dalam penentuan harga transfer dimulai dari yang sederhana sampai dengan yang ideal, atau mudah ke yang lebih sulit.
Ilustrasi Harga Transfer
U r a i a n Pst Pertngg A Pst Pertngg B
(Penjual) (Pembeli)
Kapasitas produksi 100. 000 unit
Biaya variabel per unit $ 16.00
Biaya tetap per unit (dasar kapasitas) $ 9.00
Harga jual pada pelanggan $ 30.00
Keuntungan per unit $ 5.00
Kebutuhan barang 10.000 unit
Harga beli pada pemasok (Pasar) $ 29.00

ALTERNATIVE :
1. Harga transfer berdasarkan kapasitas yang menganggur = ≥ biaya variabel per unit + margin kontribusi total pada penjualan yang hilang/unit yang ditransfer = $ 16.00 + (0/10.000) = $ 16.00 à < $ 29.00 (diterima).
Penerimaan penjualan Pst Pertngg A = $ 30.00 x 90.000 = $ 2.700,000.00
Penerimaan penjualan Pst Pertngg A = $ 16.00 x 10.000 = $ 160,000.00
Pst Pertngg B penghematan = $ 13.00 x 10.000 = $ 130,000.00
Secara total penerimaan perusahaan = $ 2.990,000.00 Total biaya = ($ 25.00 x 90.000) + ($ 16.00 x 10.000) = $ 2.410,000.00
Keuntungan perusahaan seolah-olah ($ 5 x 90.000 + $130,000) = $ 580,000.00
Alasan diterima $ 580,000.00 > $ 500,000.00 (kalau Pst Pertngg A jual keluar).
Ilustrasi Harga Transfer
2. Harga transfer karena kehilangan peluang menjual di pasar = ≥ biaya variabel per unit + margin kontribusi total pada penjualan yang hilang/unit yang ditransfer = $ 16.00 + ($ 30.00 - $ 16.00 x 10.000/100.000) = $ 16.00 + $ 14.00 = $ 30.00 à > $ 29.00 (ditolak).
Penerimaan penjualan Pst Pertngg A = $ 30.00 x 90.000 = $ 2.700,000.00
Penerimaan penjualan Pst Pertngg A = $ 29.00 x 10.000 = $ 290,000.00
Pst Pertngg B pemborosan = $ 1.00 x 10.000 = $ (10,000.00)
Secara total penerimaan perusahaan = $ 2.980,000.00
Total biaya = ($ 25.00 x 90.000) + ($ 25.00 x 10.000) = $ 2.500,000.00
Keuntungan perusahaan seolah-olah ($ 450.000 + $ 30,000) = $ 480,000.00
Alasan ditolak $ 480,000.00 < $ 500,000.00 (kalau pst Pertngg A jual keluar).

3. Harga transfer dengan rumus terendah dari Pst Pertngg A (bila dijual kpd Pst Pertngg B terdapat pengurangan biaya variabel $ 3.00) = ($ 16.00 - $ 3.00) + ($ 30.00 - $ 16.00 x 10.000/100.000) = $ 13.00 + $ 14.00 = $ 27.00 à < $ 29.00 (diterima).
Penerimaan Pst Pertngg A = $ 30.00 x 90.000 = $ 2.700,000.00
Penerimaan penjualan Pst Pertngg A = ($ 27.00 x 10.000) = $ 270,000.00
Pst Pertngg B penghematan = $ 2.00 x 10.000 = $ 20,000.00
Secara total penerimaan perusahaan = $ 2.990,000.00
Total biaya = ($ 25.00 x 90.000) + ($ 22.00 x 10.000) = $ 2.470,000.00
Keuntungan perusahaan seolah-olah ($ 450.000 + $ 70,000) = $ 520,000.00
Alasan diterima $ 520,000.00 > $ 500,000.00 (kalau Pst Pertngg A jual keluar).
Ilustrasi Harga Transfer
Metode 2 (dua) langkah, yaitu :
• Membebankan biaya variabel standard produk ke unit yang terjual
• Membebankan biaya berkala (setiap bulan) dalam jumlah yang sama dengan biaya tetap yang terkait dengan fasilitas yang disediakan untuk unit pembelian.
Terhadap 2 (dua) langkah diatas harus ditambah margin laba yang dikehendaki, misalnya : sesuai dengan investasinya (ROI), dsb.
Ilustrasi contoh (SPM oleh R. Anthony N & Govindarajan, hal. 291-292) :
• Perkiraan penjualan bulanan produk A ke Divisi Y 5.000 unit
• Biaya variabel/unit Divisi X $ 5.00
• Biaya tetap bulanan yg dialokasikan ke produk A $ 20,000.00
• Investasi modal kerja dan fasilitas $ 1,200,000.00
• ROI Kompetitif/tahun 10%
• Perhitungan Harga Transfer :
• Biaya Variabel/unit $ 5.00
• Biaya Tetap/unit : $ 20,000.00/5.000 unit = $ 4.00
• Tingkat Laba/unit : ($1,200.000 : 12) x 10% = $ 2.00
• 5.000 unit -------------- +
• Harga Transfer per unit (trmsk laba) à (langkah ke 1) = $ 11.00
Ilustrasi Harga Transfer 2 Langkah
Jikalau Divisi Y membeli ke Divisi X produk A: 5,000 unit, pada suatu bulan maka yang harus dibayar (Y) dan diterima (X) :
• Biaya : 5,000 x $ 5.00 = $ 25,000.00
• Biaya Tetap/bulan = $ 20,000.00
• Laba per bulan : ($1.200,000.00 x 10%)/12 = $ 10,000.00
• Total Harga Transfer 5,000 unit produk A = $ 55,000.00
Harga transfer/ unit = $ 55,000.00 : 5,000 unit = $ 11.00 sama dengan yang ditetapkan awal
Jikalau Divisi Y membeli ke Divisi X produk A: 4,000 unit, pada suatu bulan maka yang harus dibayar (Y) dan diterima (X) :
• Biaya : 4,000 x $ 5.00 = $ 20,000.00
• Biaya Tetap/bulan = $ 20,000.00
• Laba per bulan : ($1.200,000.00 x 10%)/12 = $ 10,000.00
• Total Harga Transfer 5,000 unit produk A = $ 50,000.00
Harga transfer/ unit = $ 50,000.00 : 4,000 unit = $ 12.50 berbeda dengan yang ditetapkan awal, karena Divisi Y harus menanggung penalti karena tidak menggunakan fasilitas X yang telah disediakan.

Ilustrasi Harga Transfer 2 Langkah
Kesimpulan berdasarkan 2 (dua) langkah yang telah diuraikan pada slide sebelumnya :
• Biaya variabel produk A = biaya variabel unit Y
• Unit Y akan membuat keputusan pemasaran jangka pendek yang tepat, karena mempunyai informasi biaya tetap dan laba hulu dari produk A, yang juga dapat digunakan untuk keputusan jangka panjang.
• Perhitungan biaya tetap berdasarkan kapasitas produksi dari produk A yang tersedia dan dijual ke unit Y.
• Investasi tercermin dari kapasitas produksi.
• ROI yang diperoleh unit X dari produk kompetitif.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan harga transfer 2 (dua) langkah :
• Pembebanan biaya tetap dan laba bulanan harus dinegosiasikan berkala, tergantung kapasitas yang digunakan oleh unit pembelian.
• Keakuratan alokasi investasi dan biaya? à secara individual tidak sulit, bukan pada tekhnik alokasi, melainkan keputusan jumlah kapasitas yang akan disediakan untuk berbagai jenis produk yang dijual ke unit yang sama.
• Dengan sistem ini kinerja laba unit produksi (X) tidak dipengaruhi volume yang terjual.
• Mungkin terjadi konflik kepentingan antara unit produksi (X) dengan perusahaan à jika kapasitas terbatas, unit produksi dapat meningkatkan laba dengan cara menggunakan kapasitas tersedia dan menjual ke pasar.
Ilustrasi Harga Transfer 2 Pembagian Laba
Jikalau sistem penentuan harga transfer 2 (dua) langkah tidak dapat digunakan, maka alternatif yang dapat digunakan adalah Sistem Penentuan Harga Transfer dengan Profit Sharing (Pembagian Laba). Caranya adalah sebagai berikut :
• Produk yang ditransfer ke unit pemasaran dengan biaya variabel standard.
2. Setelah produk terjual unit-unit usaha membagi kontribusi yang dihasilkan = harga penjualan – biaya variabel produksi – biaya pemasaran.
Metode ini à tepat jika permintaan produk tidak cukup stabil untuk menjamin lokasi fasilitas secara permanen. Metode ini membuat unit pemasaran = kepentingan perusahaan.
Masalah tekhnis yang timbul :
• Terdapat argumen-argumen mengenai pembagian kontribusi antara dua pusat laba, sehingga diperlukan manajer senior untuk menyelesaikannya à perlu waktu dan biaya serta bertentangan dengan prinsip desentra- lisasi
• Membagi laba secara arbitrer à tidak memberi informasi yang tepat mengenai profitabilitas masing-masing pusat laba.
• Kontribusi tidak akan dialokasikan sampai penjualan selesai, maka unit produksi tergantung pada unit pemasaran untuk menjual secara aktual.


Ilustrasi Harga Transfer 2 Kelompok Harga
• Metode Harga Transfer yang lain adalah metode 2 Kelompok Harga, yaitu: Pendapatan unit produksi (penjual) di kreditkan pada harga jual ke luar, dan unit pembelian dibebani dengan total biaya standard.
• Selisih antara Harga Jual Keluar – Total Biaya Standard à dibebankan pada akun Kantor Pusat, dan akan dieliminasi pada saat Laporan Keuangan dikonsolidasi.
• Metode ini digunakan ketika ada konflik antara penjual dan pembeli yang tidak dapat diselesaikan oleh metode yang lain.
• Kelemahan metode ini :
1. Jumlah laba unit usaha (divisi) > dari pada total laba perusahaan, hal ini harus disadari ketika menilai kinerja berkala anggarannya.
2. Menciptakan ilusi bahwa unit usaha menghasilkan uang, kenyata- annya secara keseluruhan perusahaan mengalami rugi karena di debit ke Kantor Pusat.
3. Dapat memicu unit usaha hanya berkonsentrasi pada transfer eksternal, karena terpaku pada mark-up yang menarik melalui penjualan eksternal.
4. Ada tambahan pekerjaan, yaitu membukukan ke akun Kantor Pusat setiap kali transfer dan eliminasi pada saat konsolidasi.
5. Faktanya konflik berkurang, à ini merupakan kelemahan, karena konflik pada harga transfer menunjukkan adanya permasalahan di dalam struktur organisasi atau sistem manajemen.

Mekanisme Penyelesaian Konflik
Bila terjadi konflik antara unit penjual (produksi) dan unit pemakai (pembeli), dilakukan dengan membentuk Komite Harga Transfer à yang paling ekstrim, yang memiliki 3 (tiga) tanggung jawab :
• Menyelesaikan arbitrasi harga transfer.
• Meninjau alternatif perolehan sumber daya (jika ada).
• Mengubah peraturan harga transfer à jika diperlukan.

Cara melakukan arbitrase :
• Sistem formal à tertulis ditujukan kepada Arbitror (pendamai).
• Sistem Informal à melalui presentasi secara lisan.

Cara-cara untuk menyelesaikan konflik :
• Forcing (memaksa), à untuk menghindari konflik.
• Smoothing (membujuk), à untuk menghindari konflik.
• Bargaining (menawarkan), à untuk penyelesaian konflik.
• Problem solving (menyelesaikan masalah) à untuk menyelesaikan konflik.



Dear All Students,
Iam so Sorry upload bahan kuliah SPM agak tersendat, baru hari ini bisa saya upload Bab 4 n quiz responsi untuk chapter sebelumnya (bab-3) ditiadakan, dan sebagai gantinya akan diadakan general review quiz responsi pra uts menjelang ujian menjelang ujian minggu depan
As usually handout power point bisa anda dapatkan saat sesi perkuliahan,
Cheers !

CHAPTER IV
PUSAT PERTANGGUNG JAWABAN
PUSAT PENDAPATAN & PUSAT BIAYA
by Ahmad Ismail Hamdani, SE,MM.
STIE BII & AAKPI Bekasi


PENDAHULUAN

Sebelum membahas proses pengendalian, terlebih dahulu perlu dibahas mengenai limngkungan pengendalian. Lingkungan pengendalian menyangkut berbagai hal yang terdapat disekitar proses pengendalian. Lingkungan pengendalian manajemen: adalah jaringan kerja organisasi tempat manajemen melaksanakan tugas pengen-dalian..Lingkungan pengendalian menyangkut perilaku individu di dalam berbagai jenis organisasi terutama terkait dengan tanggung jawab keuangannya pada berbagai unit dan sub unitnya. Lingkungan pengendalian meliputi:
a. Pusat-pusat pertanggungjawaban (Responsibility Center) :
1) Pusat Pendapatan (Revenue Centre
2) Pusat Biaya (Cost Centre)
3) Pusat Laba (Profit Centre)
4) Pusat Investasi (Investment Centre)
5) Penetapan Harga Transfer (Transfer Pricing)
b. Pengendalian dan pengukuran penggunaan asset (Measuring and Controlling Asset Employed):
1) ROI (Return on Investment)
2) EVA (Economic Value Added)

Pengendalian manajemen memfokuskan pada berbagai tipe pusat pertanggung jawaban. Suatu pusat pertanggung jawaban merupakan suatu unit organisasi yang dikepalai (dipimpin) oleh seorang manager yang bertanggung jawab. terhadap aktivitas yang dilakukan dalam unit yang dikelolanya.
Setiap pusat pertanggung jawaban “mengolah” masukan (input) dan menghasilkan keluaran (output). Atas pengelolaan input dan output yang dilakukan, para manajer tersebut diukur kinerjanya.
Pusat-pusat pertanggung jawaban tersebut diklasifikasikan berdasarkan tingkat input dan out put yang menjadi tanggung jawab manager pusat pertanggung jawaban dan diukur dalam satuan uang. Contoh-contoh pusat pertanggung-jawaban meliputi:::
a. Direktur Utama perusahaan holding atau anak perusahaannya atau Direktur Utama anak perusahaan dari suatu holding.
b. Direktur/Kepala Divisi perusahaan holding, atau Kepala Bagian/Kepala Distrik pada anak perusahaan.
c. Kepala unit-unit di dalam suatu perusahaan

Tujuan penetapan pusat pertanggungjawaban adalah untuk mengukur dan mendorong kinerja unit organisasi dan Manajer unit yang bersangkutan.
Pada sejumlah pusat pertanggungjawaban hubungan input-out bersifat timbal balik, sehingga pengendaliannya difokuskan pada penggunaan input minimum untuk menghasilkan output maksimum..
Namun dalam situasi tertentu input tidak mempunyai hubungan dengan output yang dihasilkan, sehingga pengendaliannya adalah ditekankan pada realisasi program yang telah direncanakan.
Input yang digunakan kebanyakan dinyatakan dalam ukuran-ukuran fisik, misalnya: jam kerja, kwh listrik, liter BBM, dan sebagainya. Untuk kepentingan SPM maka ukuran fisik diterjemahkan menjadi satuan moneter
Hubungan input dengan output akan menentukan efektif organisasi/unit organisasi.. Efisiensi adalah rasio output terhadap input, atau jumlah output per unit input atau mem-bandingkan biaya aktual dengan biaya standarnya. Efektivitas adalah hubungan input dan output suatu pusat pertanggung-awaban dengan tujuannya. Semakin besar output yang dikonstribusikan semakin efektif..

Efisiensi dan efektivitas berkaitan satu sama lain, sehingga setiap pusat pertanggung-jawaban harus efektif dan efisien, dimana organisasi harus mencapai tujuannya dengan cara yang optimal. .Pusat pertanggungjawaban akan efisien jika melakukan sesuatu dengan tepat (do thing right), dan akan efektif jika melakukan hal-hal yang tepat (do right things).

Pusat-pusat pertanggung jawaban dikatagorikan dalam 4 tipe pusat pertanggung-awaban seperti yang telah disebutkan di muka. yaitu:
· Pusat pendapatan (revenue center )
· Pusat biaya (expense center),
· Pusat laba (profit center) dan
· Pusat investasi (investment center).


Jenis-jenis pusat pertanggungjawaban dibagi berdasarkan:
– Sifat pekerjaan yang dilakukan (apakah terkait dengan perolehan pendapatan/laba)
– Wewenang yang diberikan oleh pimpinan puncak
– Pengukuran prestasi

Pusat pendapatan (revenue center )

Pusat Pendapatan (Revenue Center) , adalah pusat pertanggungjawaban yang:
– Bertugas menciptakan pendapatan
– Diberi wewenang mengatur pendapatan
– Prestasinya diukur berdasarkan perbandingan antara pendapatan yang dianggarkan dengan realisasinya
Pada Pusat Pendapatan suatu output (pendapatan yang diperoleh) diukur secara moneter, akan tetapi tidak ada upaya formal untuk menghubungkan dengan input (biaya). Pusat Pendapatan mempunyai karakteristik:
a. Unit pemasaran/ penjualan yang tidak mempunyai tanggung jawab atas harga pokok penjualan barang-barang yang dipasarkan.
b. .Penjualan atau pesanan aktual diukur dengan anggaran atau kuota.
c. Manajer dianggap bertanggung jawab terhadap biaya langsung di dalam unit organisasinya, tetapi tidak diukur.

Pusat biaya (expense center)
Pusat biaya merupakan pusat pertanggung jawaban yang prestasinya diukur atas dasar masukkan atau biayanya. Dalam pusat biaya, masukan (input) diukur dalam satuan moneter (uang), tetapi keluaran (output) tidak selalu dapat diukur dalam satuan uang . Pada pusat biaya, manager pusat pertanggungjawaban terutama bertanggungjawab atas pengendalian biaya. Pusat biaya memiliki ciri (karakteristik):
– Melaksanakan tugas/pekerjaan yang tidak terkait dengan perolehan pendapatan atau laba
– Diberi wewenang untuk mengatur biaya dalam rangka melaksanakan pekerjaan yang menjadi tugasnya
– Prestasinya diukur berdasarkan perbandingan biaya yang dianggarkan dengan realisasinya
Anthony dan kawan-kawan menggolongkan pusat biaya sesuai dengan karakteristik biaya. Ditinjau dari hubungan antara input dan output, biaya dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan yitu biaya teknik (engineered expense) dan biaya kebijakkan (discretionary expense). Biaya teknik merupakan biaya yang hubungan antara output dan input mempunyai hubungan yang jelas, dapat dihitung secara kuantitatif dan proporsional. Sebaliknya, biaya kebijakan merupakan biaya yang hubungan antara input dan outputnya tidak jelas dan sulit untuk diukur secara kuantitatif serta tidak bersifat proporsional. Contoh biaya teknik ialah biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung sedangkan contoh biaya kebijakan adalah biaya administrasi, biaya penelitian dan pengembangan, biaya pemasaran dan sebagainya. Berdasarkan kalsifikasi tersebut, pusat biaya dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu pusat biaya teknik (engineered expense center) dan pusat biaya kebijakan (discretionary expense center).
Pusat biaya teknik merupakan pusat pertanggung jawaban yang didominasi oleh biaya-biaya teknik. Pada pusat biaya teknik ini, biaya standar merupakan alat yang paling umum digunakan. Prestasi manager yang bersangkutan diukur sejauh mana manajer tersebut mampu untuk bekerja di atas atau dibawah standar yang telah ditentukan. Walau demikian, standar bukanlah satu-satunya alat ukur prestasi. Selain efisiensi pelaksanaan, manager yang bersangkutan juga harus dinilai efektifitas kerjanya.
Contoh biaya teknik adalah biaya produksi suatu barang di unit produksi. Pusat biaya teknik merupakan pusat biaya yang sebagian besar biayanya mempunyai hubungan fisik yang erat dengan output yang dihasilkan. .Karakteristik Pusat biaya teknik ialah:
a. inputn-outputnya dapat diukur dengan satuan unit moneter
b. Input-outputnya dapat diukur dalam bentuk fisik
c. Jumlah optimum input yang akan diproduksi untuk satu unit output produksi bisa diukur.
d. Pengukuran kinerjanya adalah efisiensi biayanya, disamping itu mutu produk dan volume produksinya.

Pusat biaya kebijakan merupakan pusat biaya yang sebagian besar biayanya tidak mempunyai hubungan fisik yang erat dengan output yang dihasilkan..Karakteristik Pusat biaya kebijakan ialah:
a. Inputnya dapat diukur dengan satuan unit moneter
b. Outputnya diukur bukan bentuk fisik (moneter)
c. Jumlah optimum input yang akan diproduksi untuk satu unit output produksi tidak bisa diukur.
Dengan demikian, pusat biaya kebijakkan merupakan pusat pertanggungjawaban yang didominasi oleh biaya kebijakan. Contoh pusat biaya kebijakan ialah departemen akuntansi, departemen hukum dan hubungan masyarakat, departemen personalia dan sebagainya. Mengingat begitu tidak jelasnya hubungan antara input dengan output, pusat biaya ini tidak dapat diukur efisiensi dan efektifitasnya dengan menggunakan satuan uang. Perbedaan sifat (karakteristik) kedua jenis biaya tersebut menyebabkan cara pengendalian masing-masing katagori berbeda pula.
Pengukuran kinerja pusat biaya kebijakan adalah bukan selisih realisasi dan anggaran atau efisiensi, melainkan peran manajer dalam perencanaan program kerja serta pengendalian dalam pengeluaran uang harus disetujui oleh atasannya. Walaupun konotasinya “kebijakan”, tidak berarti bahwa pertimbangan manajemen tidak dapat diduga atau bersifat insidentil. Oleh sebab itu biaya yang telah ditetapkan harus diawasi agar tidak melewati jumlah yang telah ditetapkan (anggarannya).


Beberapa pusat biaya yang pada umumnya termasuk dalam kelompok pusat biaya kebijakan ialah : pusat administrasi (administratif center), pusat penelitian dan pengembangan (research and developmnet center) dan pusat marketing (marketing center) . Berikut ini akan disajikan gambaran umum pusat-pusat biaya tersebut dengan karakteristik masalah pengendalian masing-masing.

Pusat administrasi (administratif center)
Tugas pusat administrasi pada intinya adalah kegiatan pengelolaan organisasi atau unit-unit organisasi secara keseluruhan. Pusat Administratif (administrative center), meliputi manajemen senior korporat (kantor pusat), dan manajemen unit bisnis serta para manajer unit pendukung. Pusat Pendukung adalah unit-unit pendukung yang menyediakan layanan kepada Pusat Pertanggungjawaban yang lain.
Contoh pusat-pusat administrasi adalah para direktur beserta para staf, departemen akuntansi, departemen hukum, keamanan, hubungan masyarakat dan sebagainya. Masalah-masalah yang berkaitan dengan pengendalian biaya administrasi adalah : (1) sulitnya mengukur hasil (output) dan (2) sering terjadi ketidak serasian tujuan organisasi secara keseluruhan (lack of goal congruence). Dengan demikian, Pusat biaya kebijakan memiliki beberapa karakteristik:
a. Kesulitan mengukur outputnya.
b. Kadang kala tidak terdapat kesesuaian antara cita-cita staf departemen dengan dengan cita-cita perusahaan secara keseluruhan (lack of goal congruence). Hal ini disebabkan karena manajer administratif ingin mencapai keunggulan fungsional.
c. Pengendaliannya dilakukan melalui anggarannya serta evaluasi apakah program kerja yang diajukan telah secara rinci yang mencakup : biaya administratif dan pendukung termasuk untuk “tetap dalam bisnis-nya (being in business)”, kebijakan pusat tersebut termasuk diskripsi tujuan biaya serta estimasinya, alasan semua tambahan biaya di luar inflasi.
Kadang-kadang, beberapa kegiatan staf telah begitu rutin sehingga dapat diperlakukan sebagai pusat biaya teknik. Namun demikian, hasil utama kegiatan unit yang lain adalah nasehat atau jasa yang tidak mempunyai alat pengukur yang meyakinkan untuk mengetahui nilai dan bahkan jumlah hasilnya. Dalam hal demikian, tidaklah mungkin untuk menetapkan biaya standar dan mengukur prestasi manager secara kuantitatif. Anggaran tidak dapat dipakai untuk mengukur efisiensi kegiatan.
Pada sebagian besar kantor staf administrasi, adalah menguntungkan bagi manager untuk memiliki bagian yang sehebat mungkin. Seolah-olah, departemen yang hebat adalah yang terbaik untuk organisasi atau perusahaan. Sebenarnya, hal tersebut sangat tergantung pada definisi mengenai suatu departemen yang hebat. Tidak jarang, suatu departemen dalam meraih kehebatannya menelan sumber daya yang melampaui manfaatnya. Tidak jarang pula tampak kecenderungan unit-unit organisasi untuk membangun “kerajaannya” sendiri tanpa memperhatikan nilai dan manfaatnya bagi organisasi secara keseluruhan.

Pusat Penelitian dan Pengembangan
Pusat Penelitan dan Pengembangan (research and development center), adalah suatu unit perusahaan yang mempunyai tugas dan tanggung jawab melakukan penelitian dan pengembangan produk-produk baru, proses baru dan patent. Karakteristik kesulitan pengendalian pusat penelitian dan pengembangan disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut :
1. Output yang dihasilkan sulit diukur secara kuantitatif. Namun demikian, hasil tersebut lebih nyata daripada output yang dihasilkan oleh pusat administrasi, misalnya hak paten, produk baru, teknologi proses produksi baru dan sebagainya.
2. Adanya kesenjangan tujuan pada pusat penelitian dan pengembangan seperti yang tampak pada pusat administrasi. Kecenderungan tujuan pusat penelitian dan pengembangan ini selalu ingin lebih baik daripada yang lampau dan menjadi yang terbaik diantara yang lain.
3. Pusat penelitian dan pengembangan ini sulit dikendalikan efektivitasnya dengan menggunakan anggaran tahunan atau periodik. Organisasi penelitian dan pengembangan selalu ingin berkembang untuk jangka waktu yang panjang. Anggaran biaya yang digunakan tidak harus turunnya, hal tersebut sangat tergantung pada definisi mengenai suatu departement yang hebat. Tidak jarang, suatu departement dalam meraih kehebatannya menelan sumber daya yang melampaui manfaatnya. Tidak jarang pula tampak kecenderungan unit-unit organisasi untuk membangun “kerajaannya” sendiri tanpa memperhatikan nilai dan manfaatnya bagi organisasi keseluruhan. . Anggaran biaya yang digunakan tidak harus turun karena rugi dan tidak harus naik karena untung.

Hal-hal tersebut menyebabkan timbulnya karakteristik pengendalian Pusat penelitian dan pengembangan yaitu:
a. Kesulitan menghubungkan input-outputnya, karena termasuk penelitian pada tahun-tahun sebelumnya.
b. Tidak terdapat kesesuaian cita-cita, karena manajer litbang ingin mencapai penelitian yang terbaik dan unggul, walaupun biayanya mahal.
c. Litbang suatu rangkaian yang diawali penelitian dan akhir pengujian produk, sifatnya tidak terencana dan tenggang waktu yang lama serta berjangka panjang.
d. Pada program litbang tidak ada cara ilmiah untuk menentukan skala optimum anggaran litbang, sehingga prosesnya bagi kue.
e. Pengendalian program litbang dilakukan melalui anggarannya, dengan sistem proyek dan cara kalenderisasi atas pengeluaran dalam periode anggaran.
f. Pengukuran kinerja secara periodik membandingkan biaya aktual dengan anggarannya, untuk kendali pengeluran berikutnya.


Pusat Pemasaran (marketing center)
Kegiatan pusat pemasaran dan pokoknya terdiri atas dua macam yaitu kegiatan melayani (memenuhi ) pesanan dan kegiatan yang berkaitan dengan usaha untuk memperoleh pesanan. Usaha untuk memperoleh pesanan merupakan kegiatan sebelum terjadinya pemesanan barang atau jasa oleh langganan sedangkan pelayanan pesanan merupakan kegiatan setelah pesanan dari langganan diperoleh.
Berdasarkan sifat kegiatannya tersebut, pusat pemasaran mempunyai tiga kegiatan yang dijadikan dasar untuk mengukur prestasi manager yang bersangkutan yaitu :
1. Pusat pemasaran diukur berdasarkan jumlah hasil penjualan yang dicapai. Pengukuran ini dilakukan melalui pembandingan hasil penjualan yang dianggarkan dengan jumlah hasil penjualan yang sebenarnya.
2. Pusat pemasaran diukur prestasinya atas kegiatannya dalam hal pemenuhan pesanan (order filling/logistic actifity). Dalam banyak hal, biaya yang timbul atas kegiatan ini adalah biaya teknik. Dengan demikian, pengendalian kegiatan ini harus dibedakan dengan pengendalian kegiatan pusat pemasaran lainnya.
3. Pusat pemasaran diukur prestasinya dalam hal upaya perolehan pesanan (order getting activity). Biaya yang timbul atas kegiatan ini sebagian besar adalah biaya kebijakan. Walaupun pusat pemasaran juga merupakan pusat pendapatan (revenue center), pusat pemasaran harus dibedakan dengan pusat laba karena biaya produksi barang yang dijual tidak dibebankan pada pusat pemasaran tersebut.

Karakteristik pengendalian pusat pemasaran ialah:
a. Aktivitas pemenuhan pesanan seperti halnya pusat biaya di pabrik, sehingga biayanya disusun secara standard sesuai dengan berbagai tingkatan volume, tetapi dengan adanya internet aktivitas ini bisa diselesaikan dengan cepat dan biayanya rendah.
b. Aktivitas penciptaan pendapatan, sehingga yang dievaluasi adalah membandingkan antara pendapatan (unit moneter) dan kuantitas fisik aktual yang dijual dengan pendapatan dan kuantitas fisik yang dianggarkan, à = Pusat Pendapatan.
c. Aktivitas pencarian pesanan, yang dievaluasi adalah biaya pencarian pesan-n yang merupakan biaya kebijakan, sehingga tidak seorangpun tahu akurasi berapa jumlah optimal yang harus dikeluarkan.
d. Kesimpulannya, Pusat Pemasaran merupakan pusat peryanggungjawaban yang bisa bersifat campuran (hybrid)



----------------------pantang mengeluh, pantang menjadi beban -----------------------

PERHATIAN :
UPLOAD FILE HANYA BERUPA 'OUTLINES' SAJA
FILE ASLI DALAM FORMAT POWER POINT DAPAT
ANCHAPTER IV & V
LINGKUNGAN PENGENDALIAN
PUSAT BIAYA DAN PUSAT PEMASARAN


PENDAHULUAN

Sebelum membahas proses pengendalian, terlebih dahulu perlu dibahas mengenai limngkungan pengendalian. Lingkungan pengendalian menyangkut berbagai hal yang terdapat disekitar proses pengendalian. Lingkungan pengendalian manajemen: adalah jaringan kerja organisasi tempat manajemen melaksanakan tugas pengen-dalian..Lingkungan pengendalian menyangkut perilaku individu di dalam berbagai jenis organisasi terutama terkait dengan tanggung jawab keuangannya pada berbagai unit dan sub unitnya. Lingkungan pengendalian meliputi:
a. Pusat-pusat pertanggungjawaban (Responsibility Center) :
1) Pusat Pendapatan (Revenue Centre
2) Pusat Biaya (Cost Centre)
3) Pusat Laba (Profit Centre)
4) Pusat Investasi (Investment Centre)
5) Penetapan Harga Transfer (Transfer Pricing)
b. Pengendalian dan pengukuran penggunaan asset (Measuring and Controlling Asset Employed):
1) ROI (Return on Investment)
2) EVA (Economic Value Added)

Pengendalian manajemen memfokuskan pada berbagai tipe pusat pertanggung jawaban. Suatu pusat pertanggung jawaban merupakan suatu unit organisasi yang dikepalai (dipimpin) oleh seorang manager yang bertanggung jawab. terhadap aktivitas yang dilakukan dalam unit yang dikelolanya.
Setiap pusat pertanggung jawaban “mengolah” masukan (input) dan menghasilkan keluaran (output). Atas pengelolaan input dan output yang dilakukan, para manajer tersebut diukur kinerjanya.
Pusat-pusat pertanggung jawaban tersebut diklasifikasikan berdasarkan tingkat input dan out put yang menjadi tanggung jawab manager pusat pertanggung jawaban dan diukur dalam satuan uang. Contoh-contoh pusat pertanggung-jawaban meliputi:::
a. Direktur Utama perusahaan holding atau anak perusahaannya atau Direktur Utama anak perusahaan dari suatu holding.
b. Direktur/Kepala Divisi perusahaan holding, atau Kepala Bagian/Kepala Distrik pada anak perusahaan.
c. Kepala unit-unit di dalam suatu perusahaan

Tujuan penetapan pusat pertanggungjawaban adalah untuk mengukur dan mendorong kinerja unit organisasi dan Manajer unit yang bersangkutan.
Pada sejumlah pusat pertanggungjawaban hubungan input-out bersifat timbal balik, sehingga pengendaliannya difokuskan pada penggunaan input minimum untuk menghasilkan output maksimum..
Namun dalam situasi tertentu input tidak mempunyai hubungan dengan output yang dihasilkan, sehingga pengendaliannya adalah ditekankan pada realisasi program yang telah direncanakan.
Input yang digunakan kebanyakan dinyatakan dalam ukuran-ukuran fisik, misalnya: jam kerja, kwh listrik, liter BBM, dan sebagainya. Untuk kepentingan SPM maka ukuran fisik diterjemahkan menjadi satuan moneter
Hubungan input dengan output akan menentukan efektif organisasi/unit organisasi.. Efisiensi adalah rasio output terhadap input, atau jumlah output per unit input atau mem-bandingkan biaya aktual dengan biaya standarnya. Efektivitas adalah hubungan input dan output suatu pusat pertanggung-awaban dengan tujuannya. Semakin besar output yang dikonstribusikan semakin efektif..

Efisiensi dan efektivitas berkaitan satu sama lain, sehingga setiap pusat pertanggung-jawaban harus efektif dan efisien, dimana organisasi harus mencapai tujuannya dengan cara yang optimal. .Pusat pertanggungjawaban akan efisien jika melakukan sesuatu dengan tepat (do thing right), dan akan efektif jika melakukan hal-hal yang tepat (do right things).

Pusat-pusat pertanggung jawaban dikatagorikan dalam 4 tipe pusat pertanggung-awaban seperti yang telah disebutkan di muka. yaitu:
· Pusat pendapatan (revenue center )
· Pusat biaya (expense center),
· Pusat laba (profit center) dan
· Pusat investasi (investment center).


Jenis-jenis pusat pertanggungjawaban dibagi berdasarkan:
– Sifat pekerjaan yang dilakukan (apakah terkait dengan perolehan pendapatan/laba)
– Wewenang yang diberikan oleh pimpinan puncak
– Pengukuran prestasi

Pusat pendapatan (revenue center )

Pusat Pendapatan (Revenue Center) , adalah pusat pertanggungjawaban yang:
– Bertugas menciptakan pendapatan
– Diberi wewenang mengatur pendapatan
– Prestasinya diukur berdasarkan perbandingan antara pendapatan yang dianggarkan dengan realisasinya
Pada Pusat Pendapatan suatu output (pendapatan yang diperoleh) diukur secara moneter, akan tetapi tidak ada upaya formal untuk menghubungkan dengan input (biaya). Pusat Pendapatan mempunyai karakteristik:
a. Unit pemasaran/ penjualan yang tidak mempunyai tanggung jawab atas harga pokok penjualan barang-barang yang dipasarkan.
b. .Penjualan atau pesanan aktual diukur dengan anggaran atau kuota.
c. Manajer dianggap bertanggung jawab terhadap biaya langsung di dalam unit organisasinya, tetapi tidak diukur.

Pusat biaya (expense center)
Pusat biaya merupakan pusat pertanggung jawaban yang prestasinya diukur atas dasar masukkan atau biayanya. Dalam pusat biaya, masukan (input) diukur dalam satuan moneter (uang), tetapi keluaran (output) tidak selalu dapat diukur dalam satuan uang . Pada pusat biaya, manager pusat pertanggungjawaban terutama bertanggungjawab atas pengendalian biaya. Pusat biaya memiliki ciri (karakteristik):
– Melaksanakan tugas/pekerjaan yang tidak terkait dengan perolehan pendapatan atau laba
– Diberi wewenang untuk mengatur biaya dalam rangka melaksanakan pekerjaan yang menjadi tugasnya
– Prestasinya diukur berdasarkan perbandingan biaya yang dianggarkan dengan realisasinya
Anthony dan kawan-kawan menggolongkan pusat biaya sesuai dengan karakteristik biaya. Ditinjau dari hubungan antara input dan output, biaya dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan yitu biaya teknik (engineered expense) dan biaya kebijakkan (discretionary expense). Biaya teknik merupakan biaya yang hubungan antara output dan input mempunyai hubungan yang jelas, dapat dihitung secara kuantitatif dan proporsional. Sebaliknya, biaya kebijakan merupakan biaya yang hubungan antara input dan outputnya tidak jelas dan sulit untuk diukur secara kuantitatif serta tidak bersifat proporsional. Contoh biaya teknik ialah biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung sedangkan contoh biaya kebijakan adalah biaya administrasi, biaya penelitian dan pengembangan, biaya pemasaran dan sebagainya. Berdasarkan kalsifikasi tersebut, pusat biaya dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu pusat biaya teknik (engineered expense center) dan pusat biaya kebijakan (discretionary expense center).
Pusat biaya teknik merupakan pusat pertanggung jawaban yang didominasi oleh biaya-biaya teknik. Pada pusat biaya teknik ini, biaya standar merupakan alat yang paling umum digunakan. Prestasi manager yang bersangkutan diukur sejauh mana manajer tersebut mampu untuk bekerja di atas atau dibawah standar yang telah ditentukan. Walau demikian, standar bukanlah satu-satunya alat ukur prestasi. Selain efisiensi pelaksanaan, manager yang bersangkutan juga harus dinilai efektifitas kerjanya.
Contoh biaya teknik adalah biaya produksi suatu barang di unit produksi. Pusat biaya teknik merupakan pusat biaya yang sebagian besar biayanya mempunyai hubungan fisik yang erat dengan output yang dihasilkan. .Karakteristik Pusat biaya teknik ialah:
a. inputn-outputnya dapat diukur dengan satuan unit moneter
b. Input-outputnya dapat diukur dalam bentuk fisik
c. Jumlah optimum input yang akan diproduksi untuk satu unit output produksi bisa diukur.
d. Pengukuran kinerjanya adalah efisiensi biayanya, disamping itu mutu produk dan volume produksinya.

Pusat biaya kebijakan merupakan pusat biaya yang sebagian besar biayanya tidak mempunyai hubungan fisik yang erat dengan output yang dihasilkan..Karakteristik Pusat biaya kebijakan ialah:
a. Inputnya dapat diukur dengan satuan unit moneter
b. Outputnya diukur bukan bentuk fisik (moneter)
c. Jumlah optimum input yang akan diproduksi untuk satu unit output produksi tidak bisa diukur.
Dengan demikian, pusat biaya kebijakkan merupakan pusat pertanggungjawaban yang didominasi oleh biaya kebijakan. Contoh pusat biaya kebijakan ialah departemen akuntansi, departemen hukum dan hubungan masyarakat, departemen personalia dan sebagainya. Mengingat begitu tidak jelasnya hubungan antara input dengan output, pusat biaya ini tidak dapat diukur efisiensi dan efektifitasnya dengan menggunakan satuan uang. Perbedaan sifat (karakteristik) kedua jenis biaya tersebut menyebabkan cara pengendalian masing-masing katagori berbeda pula.
Pengukuran kinerja pusat biaya kebijakan adalah bukan selisih realisasi dan anggaran atau efisiensi, melainkan peran manajer dalam perencanaan program kerja serta pengendalian dalam pengeluaran uang harus disetujui oleh atasannya. Walaupun konotasinya “kebijakan”, tidak berarti bahwa pertimbangan manajemen tidak dapat diduga atau bersifat insidentil. Oleh sebab itu biaya yang telah ditetapkan harus diawasi agar tidak melewati jumlah yang telah ditetapkan (anggarannya).


Beberapa pusat biaya yang pada umumnya termasuk dalam kelompok pusat biaya kebijakan ialah : pusat administrasi (administratif center), pusat penelitian dan pengembangan (research and developmnet center) dan pusat marketing (marketing center) . Berikut ini akan disajikan gambaran umum pusat-pusat biaya tersebut dengan karakteristik masalah pengendalian masing-masing.

Pusat administrasi (administratif center)
Tugas pusat administrasi pada intinya adalah kegiatan pengelolaan organisasi atau unit-unit organisasi secara keseluruhan. Pusat Administratif (administrative center), meliputi manajemen senior korporat (kantor pusat), dan manajemen unit bisnis serta para manajer unit pendukung. Pusat Pendukung adalah unit-unit pendukung yang menyediakan layanan kepada Pusat Pertanggungjawaban yang lain.
Contoh pusat-pusat administrasi adalah para direktur beserta para staf, departemen akuntansi, departemen hukum, keamanan, hubungan masyarakat dan sebagainya. Masalah-masalah yang berkaitan dengan pengendalian biaya administrasi adalah : (1) sulitnya mengukur hasil (output) dan (2) sering terjadi ketidak serasian tujuan organisasi secara keseluruhan (lack of goal congruence). Dengan demikian, Pusat biaya kebijakan memiliki beberapa karakteristik:
a. Kesulitan mengukur outputnya.
b. Kadang kala tidak terdapat kesesuaian antara cita-cita staf departemen dengan dengan cita-cita perusahaan secara keseluruhan (lack of goal congruence). Hal ini disebabkan karena manajer administratif ingin mencapai keunggulan fungsional.
c. Pengendaliannya dilakukan melalui anggarannya serta evaluasi apakah program kerja yang diajukan telah secara rinci yang mencakup : biaya administratif dan pendukung termasuk untuk “tetap dalam bisnis-nya (being in business)”, kebijakan pusat tersebut termasuk diskripsi tujuan biaya serta estimasinya, alasan semua tambahan biaya di luar inflasi.
Kadang-kadang, beberapa kegiatan staf telah begitu rutin sehingga dapat diperlakukan sebagai pusat biaya teknik. Namun demikian, hasil utama kegiatan unit yang lain adalah nasehat atau jasa yang tidak mempunyai alat pengukur yang meyakinkan untuk mengetahui nilai dan bahkan jumlah hasilnya. Dalam hal demikian, tidaklah mungkin untuk menetapkan biaya standar dan mengukur prestasi manager secara kuantitatif. Anggaran tidak dapat dipakai untuk mengukur efisiensi kegiatan.
Pada sebagian besar kantor staf administrasi, adalah menguntungkan bagi manager untuk memiliki bagian yang sehebat mungkin. Seolah-olah, departemen yang hebat adalah yang terbaik untuk organisasi atau perusahaan. Sebenarnya, hal tersebut sangat tergantung pada definisi mengenai suatu departemen yang hebat. Tidak jarang, suatu departemen dalam meraih kehebatannya menelan sumber daya yang melampaui manfaatnya. Tidak jarang pula tampak kecenderungan unit-unit organisasi untuk membangun “kerajaannya” sendiri tanpa memperhatikan nilai dan manfaatnya bagi organisasi secara keseluruhan.

Pusat Penelitian dan Pengembangan
Pusat Penelitan dan Pengembangan (research and development center), adalah suatu unit perusahaan yang mempunyai tugas dan tanggung jawab melakukan penelitian dan pengembangan produk-produk baru, proses baru dan patent. Karakteristik kesulitan pengendalian pusat penelitian dan pengembangan disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut :
1. Output yang dihasilkan sulit diukur secara kuantitatif. Namun demikian, hasil tersebut lebih nyata daripada output yang dihasilkan oleh pusat administrasi, misalnya hak paten, produk baru, teknologi proses produksi baru dan sebagainya.
2. Adanya kesenjangan tujuan pada pusat penelitian dan pengembangan seperti yang tampak pada pusat administrasi. Kecenderungan tujuan pusat penelitian dan pengembangan ini selalu ingin lebih baik daripada yang lampau dan menjadi yang terbaik diantara yang lain.
3. Pusat penelitian dan pengembangan ini sulit dikendalikan efektivitasnya dengan menggunakan anggaran tahunan atau periodik. Organisasi penelitian dan pengembangan selalu ingin berkembang untuk jangka waktu yang panjang. Anggaran biaya yang digunakan tidak harus turunnya, hal tersebut sangat tergantung pada definisi mengenai suatu departement yang hebat. Tidak jarang, suatu departement dalam meraih kehebatannya menelan sumber daya yang melampaui manfaatnya. Tidak jarang pula tampak kecenderungan unit-unit organisasi untuk membangun “kerajaannya” sendiri tanpa memperhatikan nilai dan manfaatnya bagi organisasi keseluruhan. . Anggaran biaya yang digunakan tidak harus turun karena rugi dan tidak harus naik karena untung.

Hal-hal tersebut menyebabkan timbulnya karakteristik pengendalian Pusat penelitian dan pengembangan yaitu:
a. Kesulitan menghubungkan input-outputnya, karena termasuk penelitian pada tahun-tahun sebelumnya.
b. Tidak terdapat kesesuaian cita-cita, karena manajer litbang ingin mencapai penelitian yang terbaik dan unggul, walaupun biayanya mahal.
c. Litbang suatu rangkaian yang diawali penelitian dan akhir pengujian produk, sifatnya tidak terencana dan tenggang waktu yang lama serta berjangka panjang.
d. Pada program litbang tidak ada cara ilmiah untuk menentukan skala optimum anggaran litbang, sehingga prosesnya bagi kue.
e. Pengendalian program litbang dilakukan melalui anggarannya, dengan sistem proyek dan cara kalenderisasi atas pengeluaran dalam periode anggaran.
f. Pengukuran kinerja secara periodik membandingkan biaya aktual dengan anggarannya, untuk kendali pengeluran berikutnya.


Pusat Pemasaran (marketing center)
Kegiatan pusat pemasaran dan pokoknya terdiri atas dua macam yaitu kegiatan melayani (memenuhi ) pesanan dan kegiatan yang berkaitan dengan usaha untuk memperoleh pesanan. Usaha untuk memperoleh pesanan merupakan kegiatan sebelum terjadinya pemesanan barang atau jasa oleh langganan sedangkan pelayanan pesanan merupakan kegiatan setelah pesanan dari langganan diperoleh.
Berdasarkan sifat kegiatannya tersebut, pusat pemasaran mempunyai tiga kegiatan yang dijadikan dasar untuk mengukur prestasi manager yang bersangkutan yaitu :
1. Pusat pemasaran diukur berdasarkan jumlah hasil penjualan yang dicapai. Pengukuran ini dilakukan melalui pembandingan hasil penjualan yang dianggarkan dengan jumlah hasil penjualan yang sebenarnya.
2. Pusat pemasaran diukur prestasinya atas kegiatannya dalam hal pemenuhan pesanan (order filling/logistic actifity). Dalam banyak hal, biaya yang timbul atas kegiatan ini adalah biaya teknik. Dengan demikian, pengendalian kegiatan ini harus dibedakan dengan pengendalian kegiatan pusat pemasaran lainnya.
3. Pusat pemasaran diukur prestasinya dalam hal upaya perolehan pesanan (order getting activity). Biaya yang timbul atas kegiatan ini sebagian besar adalah biaya kebijakan. Walaupun pusat pemasaran juga merupakan pusat pendapatan (revenue center), pusat pemasaran harus dibedakan dengan pusat laba karena biaya produksi barang yang dijual tidak dibebankan pada pusat pemasaran tersebut.

Karakteristik pengendalian pusat pemasaran ialah:
a. Aktivitas pemenuhan pesanan seperti halnya pusat biaya di pabrik, sehingga biayanya disusun secara standard sesuai dengan berbagai tingkatan volume, tetapi dengan adanya internet aktivitas ini bisa diselesaikan dengan cepat dan biayanya rendah.
b. Aktivitas penciptaan pendapatan, sehingga yang dievaluasi adalah membandingkan antara pendapatan (unit moneter) dan kuantitas fisik aktual yang dijual dengan pendapatan dan kuantitas fisik yang dianggarkan, à = Pusat Pendapatan.
c. Aktivitas pencarian pesanan, yang dievaluasi adalah biaya pencarian pesan-n yang merupakan biaya kebijakan, sehingga tidak seorangpun tahu akurasi berapa jumlah optimal yang harus dikeluarkan.
d. Kesimpulannya, Pusat Pemasaran merupakan pusat peryanggungjawaban yang bisa bersifat campuran (hybrid)



----------------------pantang mengeluh, pantang menjadi beban orang lain, pantang siaia--------------------

------------------sampai jumpa pada modul berikutnya==========
DA COPY DARI DOSEN YBS.



BAB-1
Sistem Pengendalian Manajemen
Lingkungan Pengendalian Manajemen

Proses Pengendalian Manajemen
Mengapa Sistem Pengendalian Manajemen Penting ?
Konsep Pengendalian Manajemen
Pengendalian: adalah proses untuk menjamin agar kegiatan mengarah ke tujuan yang diinginkan

Unsur Pengendalian:
1. Detektor atau sensor
2. Assesor atau penilai
3. Efektor atau pengubah
4. Jaringan Komunikasi

Contoh Pengendalian
Thermostat AC
Termometer
Assessor
Effector
Jaringan Kabel
Suhu Badan
Syaraf sensoris
Hypothalamus
Organ dan otot

Sopir Mobil
Sopir Mobil
Mata (sensor)
Otak (assessor)
Kaki (effector)
Jaringan komunikasi dari indera à otak à anggota badan

Manajemen
Organisasi terdiri atas sekelompok orang yang bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu
Tujuan organisasi bisnis adalah memperoleh laba yang memuaskan
Pimpinan organisasi adalah manajemen
Manajemen punya atasan dan bawahan
Manajemen Senior menetapkan strategi untuk mencapai tujuan organisasi


Proses pengendalian manajemen adalah kegiatan yang digunakan oleh seluruh manajemen untuk menjamin bahwa anggota organisasi bawahan yang disupervisi akan mengimplementasikan strategi yang ditetapkan

Beda Pengendalian mgt dg pengendalian tubuh atau sopir
Standar tidak tertentu (tetap) tetapi merupakan proses perencanaan
Pengendalian management tidak otomatis
PM memerlukan koordinasi antar individu
Hubungan antara tindakan yg diamati dg perilaku yg diperlukan mungkin tidak jelas
PM banyak yg merupakan swakontrol

Sistem
Sistem adalah suatu cara yg ditetapkan sebelumnya utk menjalankan suatu aktivitas atau seperangkat aktivitas yg biasanya dilakukan secara berulangkali
Karakteristik Sistem:
Ritmik
Terkoordinasi

Untuk mencapai tujuan tertentu
Banyak tindakan mgt yang tidak sistematik (pertimbangan terbaik)
Jika seluruh sistem menjamin tindakan yang benar à tidak diperlukan manajer manusia

Batas Pengendalian Manajemen
Tiga aktivitas yang memerlukan perencanaan dan pengendalian:
Strategy Formulation
Management Control
Task Control

Pengendalian Manajemen
Adalah suatu proses yang digunakan untuk mempengaruhi para anggota organisasi agar menerapkan strategi organisasi. Pengendalian manajemen merupakan:

Aktivitas Pengendalian Manajemen
Keselarasan Tujuan
Salah satu alat implementasi Strategi, selain struktur organisasi, manajemen SDM, Budaya
Menekankan aspek Keuangan dan Nonkeuangan
Membantu Mengembangkan Strategi Baru
Aktivitas Pengendalian Manajemen
1. Perencanaan
2. Koordinasi
3. Komunikasi
4. Evaluasi
5. Pengambilan Keputusan
6. Mempengaruhi orang untuk mengubah perilakunya

Masalah utama dalam PM adalah mendorong agar saat para anggota organisasi mencapai tujuannya sendiri, dan pada saat yang sama mereka secara otomatis membantu pencapaian tujuan organisasi (goal congruence)

Alat untuk Mengimplementasikan Strategi
PM mefokuskan pada pelaksanaan strategi
PM sebagai salah satu alat manajer yg dipakai untuk mengimplementasikan strategi
Struktur organisasi
HRM: Pemilihan, Pelatihan, Pengembangan, Evaluasi, Promosi, Demosi dan Pemecatan
Kultur: Keyakinan, Sikap, dan Norma yang menjadi pedoman

Penekanan Aspek Keuangan dan Nonkeuangan
Dimensi Keuangan: laba bersih, imbalan ekuitas, imbalan investasi dsb.
Dimensi Nonkeuangan: kualitas produk, pangsa pasar, kepuasan pelanggan, pengantaran tepat waktu, moral karyawan dsb.

Balanced scorecard: menyatukan dimensi keuangan dengan dimensi nonkeuangan
Membantu dlm Mengembangkan Strategi Baru
Pengendalian Interaktif:
Pengendalian Interaktif

Pengembangan Atensi Manajemen karena adanya:
Permasalahan: kehilangan pangsa pasar, adanya keluhan pelanggan
Peluang: terbukanya pasar baru
Yang dijadikan dasar manajer untuk menyesuaikan dengan perubahan lingkungan yang cepat

Perumusan Strategi
Adalah proses menetapkan tujuan organisasi dan strategi utk mencapai tujuan tsb
Goals (tujuan)
Tidak dibatasi waktu
Banyak cara untuk mencapainya

Strategi
Rencana Besar ditentukan oleh manajemen senior
Organisasi bekerja berdasar strategi yg ditetapkan sebelumnya
Perlu mempertimbangkan kembali strategi karena adanya ancaman dan peluang
Ide ancaman dan peluang dapat berasal darimana saja dan kapan saja

Beda Perumusan Strategi dan Pengendalian Manajemen
Perumusan Strategi
Menetapkan strategi
Kurang sistematis
Menyangkut sedikit personel
Pengendalian Manajemen
Mengimplementasikan strategi
Lebih sistematis
Seluruh personel organisasi

Pengendalian Tugas
Proses menjamin bahwa tugas tertentu dilaksanakan secara efektif dan efesien
Berorientasi pada transaksi
Dilakukan berulangkali (amat sistematis)
Ada hubungan sebab akibat (lebih ilmiah)
Contoh Keputusan dalam Fungsi Perencanaan dan Pengendalian

Beda Pengendalian Tugas dan Pengendalian manajemen
Sistem Pengendalian Tugas
Lebih Ilmiah
Menekankan pada tugas khusus yang dilakukan unit organisasi
Berkaitan dg tugas tertentu

Pengendalian Manajemen
Perilaku Manajer
Unit Organisasi
Aktivitas luas

Pengaruh Internet atas Pengendalian Manajemen
Akses segera
Komunikasi Multi target
Komunikasi Tanpa Biaya
Kemampuan memperlihatkan gambar

Menggeser power dan control ke individu
Internet tidak dapat mengganti proses dasar yang terkait dengan pengendalian manajemen
Implementasi strategi intinya merupakan proses sosial dan tidak dapat diotomatisasi
Disain dan operasionalisasi sistem pengendalian yang optimal memerlukan pertimbangan manusia

Map Pengendalian Manajemen
Lingkungan Pengendalian (struktur)
Strategi organisasi
Pusat Pertanggungjawabn
Pusat Biaya
Pusat Pendapatan
Pusat Laba
Pusat Investasi

Proses Pengendalian Manajemen
Proses Pengendalian Manajemen
Strategic Planning
Penyusunan Anggaran
Pengukuran Kinerja
Evaluasi Kinerja
Kompoensasi Manajemen

Variasi dalam Pengendalian Manajemen
Aneka Pengendalian untuk aneka strategi
Organisasi Jasa
Organisasi Multinasional
Pengendalian Manajemen Proyek

BAB IIMEMAHAMI STRATEGI BISNIS PERUSAHAAN
Pemahaman Strategik
Tujuan (Goals)
Konsep Strategi
Strategi Level Korporasi
Strategi Unit Bisnis

Goals (Tujuan) Perusahaan
Profitabilitas
Return On Investment
Profit untuk jangka panjang
Maksimalisasi Nilai Pemegang Saham
Tersirat ada cara untuk mencapai laba maksimal
Manajer harus etis dan memiliki kewajiban kepada stakeholder yang lain
Risiko
Dalam mencapai laba manajer harus mempertimbangkan risiko yang ada
Pendekatan Multiple Stakeholder

Goals (Tujuan) cont.
Pendekatan Multiple Stakeholder
Pasar Modal
Pasar Product
Pasar Faktor Produksi
Perusahaan bertanggungjawab terhadap multiple stakehoder. Idealnya SPM harus mengidentifikasi tujuan setiap stakeholder dan mengembangkan scorecard untuk melacak kinerja

Tujuan Lain(Survey Posner & Schmidt 1984)
Efektivitas organisasi
Produktivitas yang tinggi
Kepemimpinan organisasi yang baik
Moral tinggi
Reputasi organisasi yang tinggi
Efesiensi Organisasi yang tinggi
Maksimalisasi laba
Pertumbuhan organisasi
Stabilitas organisasi
Nilai bagi masyarakat lokal
Pelayanan kepada masyarakat

Konsep Strategi
Strategi menjelaskan arah umum rencana organisasi yang akan dicapai
Pengembangan strategi dengan menandingkan kemampuan inti organisasi dengan peluang industri
Analisis Lingkungan dan Internal
Eksplorasi Peluang dan Ancaman
Idenfikasi Kekuatan dan Kelemahan Internal
Mencocokan Peluang dan Ancaman dengan Kekuatan dan Kelemahan Internal

Strategi Korporasi
Srategi korporasi berkaitan dengan masalah bauran bisnis yang tepat (di mana perusahaan harus bersaing)
Ada tiga macam strategi korporasi:
Single Industry
Diversifikasi Tidak Terkait (akuisisi)
Diversifikasi Terkait (pertumbuhan internal)

Kompetensi Inti Diversifikasi Korporasi
Hasil penelitian ranking terbaik kinerja jangka panjang:
Diversifikasi Terkait
Single Industry
Diversifikasi Tidak Terkait

Implikasi Strategi Korporasi
Bagaimana struktur dan bentuk pengendalian untuk single industri sampai dengan diversifikasi industri tidak terkait

Strategi Unit Bisnis
Tergantung pada:
Missi (Tujuan Keseluruhan)
Keunggulan Bersaing (bagaimana unit bisnis harus bersaing untuk mencapai misinya)
Strategi Unit Bisnis
Misi Unit Bisnis
Hold
Build
Harvest
Divestasi

Keunggulan Bersaing
Analisis Industri (lima kekuatan)
Keunggulan Bersaing Generik
Low Cost
Differentiation
Build (Tumbuh)
Tingkatkan pangsa pasar, kalau perlu dengan mengorbankan arus kas laba jangka pendek
Pangsa Pasar Rendah dan Tingkat Pertumbuhan pasar Tinggi

Contoh:
Black and Deckers
Cornings Glass Optical
Perusahaan yang baru tumbuh

Hold (Tahan)
Mempertahankan pangsa pasar dan posisi bersaing
Pangsa pasar besar dan tingkat pertumbuhan industri tinggi
Contoh: IBM untuk mainframe komputer

Harvest (Panen)
Maksimalisasi laba jangka pendek dan arus kas, biarpun dengan mengorbankan pangsa pasar
Pangsa pasar besar, tingkat pertumbuhan industri rendah
Contoh:
Gudang Garam
General Electric

Divestasi (Keluar)
Proses untuk menarik diri dari industri melalui proses likuidasi perlahan atau menjual kepemikan saham
Pangsa Pasar kecil dan tingkat pertumbuhan industri rendah

Keterbatasan Kurva Pengalaman
Untuk produk yang bersaing berdasarkan harga
Perbaikan proses produksi dapat menurunkan harga
Pengurangan biaya melalui skala produksi dapat mengurangi fleksibilitas pasar
Mengandalkan kurva pengalaman dapat merugikan, bila ada tehnologi baru
Pengalaman bukan satu-satunya cost driver, cost dirver yang lain adalah: skala, lingkup, tehnologi, dan kompleksitas

Keunggulan Bersaing Unit Bisnis
Analisis industri:
Intensitas persaingan industri
Posisi bersaing pelanggan
Posisi bersaing pemasok
Ancaman barang substitusi
Ancaman pesaing baru

Analisis Industri
Semakin kuat kelima unsur semakin kecil keuntungan industri
Tergantung pada kekuatan relatif dari lima kekuatan, issue strategi kunci yang dihadapi unit bisnis akan berbeda antara industri yang satu dengan yang lain
Pemahaman terhadap setiap kekuatan akan membantu perusahaan di dalam merumuskan strategi yang efektif.

Keunggulan Bersaing Generik Low Cost
Low Cost:
Skala produksi yang ekonomis
Efek kurva pengalaman
Pengetatan pengendalian biaya
Minimalisasi biaya riset dan pengembangan dll

Contoh:
Wall Mart (retail), Dell (computer), BIC (ballpoint)
Hyundai (mobil), Motor (China)
Keunggulan Bersaing Generik: Differentiation
Menciptakan sesuatu yang dirasakan unik oleh pelanggan, melalui pendekatan
Loyalitas merek (Coca Cola dan Pepsi Cola)
Jasa pelanggan unggulan (Amex)
Jaringan Dealer (Honda – motor)
Disain dan bentuk produk (Hewlett-Packard –elektronik
Tehnologi (Motorola – komunikasi)
Lain-lain (Mercedes, Mont Blanc)

Keunggulan Bersaing Generik: Value Chain Analysis
Keunggulan Bersaing berasal dari:
Nilai yang lebih baik(value added) kepada pelanggan pada cost yang setara
Nilai pelanggan setara pada cost yang lebih rendah
Analisis Rantai Nilai menentukan tempat kegiatan perusahaan mulai dari rancangan sampai ke distribusi – di mana customer value dapat ditambahkan atau cost dapat diturunkan

Dasar Keunggulan Bersaing
Utk setiap nilai tambah aktivitas dpt diajukan pertanyaan kunci
Dapatkah kita mengurangi biaya untuk aktivitas ini, dg nilai (pendapatan) konstan?
Dapatkah kita meningkatkan nilai (pendapatan) dg biaya konstan?
Dapatkah kita mengurangi asset yg dipakai dg nilai dan biaya konstan?
Dapatkah kita melakukan ketiga hal tersebut secara bersamaan?

Rantai Nilai dari suatu Bisnis
Pengembangan Produk à
Produksi à
Pemasaran dan Penjualan à
Pelayanan dan Logistik
Aktivitas Pendukung:
Keuangan, Sumber Daya Manusia dan Tehnologi Informasi

QUIZ RESPONSIBAB-2.
Jelaskan tentang ‘konsep strategy’ dan ‘strategy korporasi’ ?
Dalam strategi unit bisnis dikenal adanya konsep ‘hold, built, harvest dan divestasi’ jelaskan mengenai konsep2 tersebut !
Jelaskan mengenai strategi generic bisnis ‘low cost’ dan ‘product differentiations’

BAB 3PERILAKU DALAMORGANISASI
Keselarasan Tujuan
Pengaruh Faktor Informal
Sistem Pengendalian Formal
Tipe Organisasi
Fungsi Kontroler

Perilaku dalam Organisasi
Sistem harus mempengaruhi perilaku yang mendorong terjadinya keselarasan tujuan (goal congruence)
Keselarasan tujuan dipengaruhi proses informal dan sistem formal
Alat formal dapat berupa "rules" dan "perencanaan dan pengendalian yang sistematis"
Struktur organisasi yg berbeda dapat diterapkan utk mengimplemenasikan strategi
Kontroler ikut melakukan proses perencanaan dan pengendalian
Goal Congruence

Tindakan seseorang yang menurut persepsinya untuk kepentingan dirinya, dan sekaligus juga untuk kepentingan organisasinya.
Tindakan apa yg mendorong orang utk melakukannya utk kepentingan dirinya?
Apakah tindakan itu sesuai dg kepentingan organisasi?

Pengaruh dari Faktor-Faktor Informal
Faktor Eksternal:
Etika Kerja: (lokal, industri, nasional)
Loyalitas organisasi
Kerajinan
Semangat
Kebanggaan Kerja

Faktor Internal
Faktor Internal
Budaya: Keyakinan bersama; Sikap; Norma
Hubungan yang umum diterima
Gaya Manajemen: sikap manajemen terhadap bawahannya

Organisasi Informal
Persepsi dan Komunikasi
Kerjasama dan Konflik
Sistem Pengendalian Formal
Sistem Pengendalian Manajemen

Rules
Pengendalian Pisik
Manual
Sistem Perlindungan
Sistem Pengendalian Tugas

Tipe Organisasi
Organisasi Fungsional
Organisasi Unit Bisnis
Organisasi Matriks
Organisasi Fungsional

Kebaikan: Efesiensi
Keterbatasan:
Tidak ada cara utk mengukur efektivitas setiap fungsi
Tidak ada cara yang baik utk membuat rencana kerja utk setiap fungsi secara terpisah
Dapat terjadi perselisihan antar manajer fungsional

Unit Bisnis
Unit bisnis (divisi) bertanggungjawab terhadap seluruh fungsi yang terkait dg produksi dan pemasaran (profit center dan investment center)
Keunggulan: Sebagai tempat latihan utk jadi general manajemen, keputusan yg dihasilkan lebih baik
Keterbatasan:

Duplikasi staf fungsional
Perselisihan antar manajer divisi
Implikasi terhadap Disain Sistem
Kontrol mudah: Unit Bisnis
Efficient: Organisasi Fungsional

Fungsi Kontroller:
Merancang dan melaksankan sistem pengendalian dan sistem informasi
Menyusun laporan keuangan dan pelaporan keuangan
Menyusun dan menganalisis laporan kinerja dan membantu manajer
Menyupervisi auditor internal dan prosedur pengendalian akuntansi
Mengembangkan personel organisasi controller dan berpartisipasi dalam pendidikan manajemen


RERANGKA RESKILLING
MANAJER
PENDAHULUAN
Pada dasarnya organisasi dibentuk untuk menciptakan perubahan, bisa berupa perubahan kekayaan yang bersif at materi atau kekayaan yang bersif at nonmateri. Bagi organisasi yang bermotif laba, organisasi dibentuk untuk menciptakan kekayaan yang bersif at materi dan kesejahteraan bagi pemangku kepentingannya (stakeholders).
Orang bergabung dalam organisasi pada dasarnya karena ia ingin mewujudkan tujuan yang tidak mungkin dicapai melalui usahanya sendiri. Oleh karena itu, organisasi merupakan kumpulan orang yang bekerja sama untuk mewujudkan tujuan bersama.
Organisasi sebagai kumpulan orang ini memerlukan manajer untuk memimpin perjalanan dalam mewujudkan tujuan organisasi. Keberhasilan organisasi mewujudkan tujuannya sebagian besar ditentukan oleh managerial skill yang dimiliki manajer yang memimpin perjalanan dalam mewujudkan tujuan organisasi.
Dua puluh tahun yang lalu, siapa pun yang dipilih untuk menduduki jabatan manajerial, tidak menghadapi lingkungan yang kompetitif, sehingga seolah-olah siapa saja yang bergelar kesarjanaan (sarjana apa saja) atau dipandang memiliki kompetensi lebih (kompetensi apa pun) dibandingkan dengan orang-orang di sekitarnya, dipandang memenuhi kualifi kasi untuk menduduki posisi manajerial.
Dalam menghadapi lingkungan bisnis global sekarang ini, yang di dalamnya kompetisi sangat tajam, masyarakat seharusnya berpikir keras dalam memilih individu yang akan diserahi peran sebagai manajer. Mereka perlu mendapatkan keyakinan bahwa individu yang diserahi peran untuk mengelola sumber daya yang dipercayakan masyarakat, memiliki kompetensi memadai dalam pengelolaan sumber daya tersebut. Kita tidak akan menyerahkan mobil sedan mewah kepada pengemudi yang tidak memiliki keterampilan mengemudi, mengingat tingginya nilai mobil mewah tersebut. Begitu pula kita tidak akan menyerahkan pengelolaan
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
perusahaan atau bagiannya kepada manajer yang tidak memiliki managerial skill memadai, mengingat besarnya sumber daya yang dipertaruhkan di dalam suatu organisasi atau bagiannya tersebut.
Perlu disadari pula bahwa kemajuan dan kesejahteraan suatu bangsa sangat ditentukan tingginya managerial skill yang dimiliki anak-anak bangsa tersebut, baik di dalam posisi manajerial di perusahaan, pemerintahan, maupun di dalam organisasi kemasyarakatan yang lain.
Setelah secara mendalam diuraikan perubahan lingkungan bisnis yang dihadapi oleh perusahaan di masa depan (Bab 2), berbagai mindsets yang mencerminkan lingkungan bisnis tersebut (Bab 3 sampai Bab 8), berbagai komponen yang membentuk struktur SPPM yang sesuai dengan lingkungan bisnis tersebut (Bab 9 sampai Bab 18), berbagai tahap proses SPPM yang sesuai dengan mindsets dan struktur SPPM tersebut (Bab 19 sampai Bab 29), mulai Bab 30 sampai dengan Bab 34 diuraikan managerial skills yang diperlukan untuk menjalankan SPPM tersebut.
Untuk membangun managerial skills yang diperlukan dalam menjalankan SPPM diperlukan suatu rerangka reskilling manajer. Rerangka ini memberikan panduan untuk melakukan pembaruan dan peningkatan skills yang diperlukan manajer dalam menjalankan SPPM. Mengingat SPPM senantiasa harus diperbarui dan ditingkatkan sesuai dengan tuntutan perubahan yang terjadi di lingkungan bisnis yang akan dimasuki perusahaan, maka perusahaan senantiasa memerlukan rerangka untuk reskilling manajer, agar kompetensi para manajernya sesuai dengan tuntutan SPPM yang digunakan perusahaan.
Bab ini menyoroti kelemahan cara yang ditempuh masyarakat dalam memilih, mendidik serta melatih keterampilan manajerial dan menguraikan bagaimana value-added management—pengelolaan yang bertujuan untuk menghasilkan value bagi pemangku kepentingan—menjamin keberhasilan organisasi dalam mewujudkan tujuannya. Dengan menggunakan conceptual framework yang sesuai dengan kebutuhan lingkungan bisnis yang dihadapi oleh organisasi pada umumnya, manajer akan mampu secara efektif menghasilkan value dalam mengelola organisasi, sehingga organisasi dapat berperan sebagai wealth-creating institution.1 Dengan managerial skill memadai, para manajer akan mampu memanfaatkan berbagai sumber daya organisasi untuk menghasilkan value bagi pemangku kepentingan, sehingga kelangsungan hidup dan pertumbuhan organisasi akan terjamin dalam jangka panjang.
BAGAIMANA MASYARAKAT MEMILIH MANAJER?
Di atas telah digambarkan bagaimana pentingnya posisi manajer dalam membawa kemajuan suatu organisasi dan bagaimana pentingnya managerial skill yang perlu dimiliki setiap manajer. Namun, di dalam masyarakat terdapat berbagai kelemahan dalam memilih seseorang yang diberi tanggung jawab untuk memegang posisi manajerial berikut ini:2
1. Manajer dipilih untuk menduduki posisi manajerial bukan karena mereka dipandang sebagai calon yang mampu melaksanakan pekerjaan manajerial, namun karena mereka memiliki kemampuan di bidang lain.
30-2
BAB 30 RERANGKA RESKILLING MANAJER
2. Pada umumnya, para individu yang dipromosikan ke posisi manajerial tidak selalu memahami peran mereka sebagai manajer, dan sebagai manajer, mereka tidak mengerti cara-cara yang dapat menambah nilai.
3. Dan bahkan, meskipun mereka memahami dan menghargai peran mereka sebagai manajer, mereka tidak memiliki kompetensi mengimplementasikan peran mereka sebagai manajer.
Manajer dipilih karena memiliki kompetensi di bidang lain, bukan karena memiliki kompetensi manajerial. Karena ketidaktahuan masyarakat tentang kompetensi apa yang seharusnya dimiliki oleh seorang manajer, di dalam memilih manajer, masyarakat pada umumnya menggunakan rule of thumb. Individu yang memiliki pengetahuan bidang teknis tertentu dipandang memiliki kemampuan untuk menduduki jabatan manajerial. Sebagai contoh, orang yang dinilai kompeten dalam pemeliharaan mesin dan peralatan, dipromosikan ke manajer bengkel; orang yang dinilai kompeten dalam menjual produk, dipromosikan ke jabatan direktur pemasaran. Jika masyarakat ditanyai "siapa yang seharusnya menjadi direktur rumah sakit," jawabannya sudah pasti "dokter." Siapa yang seharusnya menjadi direktur petrokimia? Jawabannya pasti "insinyur kimia."
Benarkah pandangan bahwa seseorang yang memiliki kompetensi bidang teknis tertentu memenuhi kualifi kasi sebagai manajer? Apakah seseorang yang ahli dalam riset secara otomatis memiliki kompetensi mengelola departemen riset dan pengembangan? Apakah seorang dosen yang baik dalam bidang pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, dan pengabdian masyarakat secara otomatis mampu menduduki jabatan dekan atau rektor? Jawaban atas semua pertanyaan tersebut adalah "tidak."
Pandangan bahwa seseorang yang memiliki kompetensi bidang teknis tertentu memenuhi kualifi kasi sebagai manajer merupakan mitos yang harus dihapus dari benak masyarakat. Kompetensi manajerial sama sekali berbeda dengan kompetensi bidang teknis tertentu. Oleh karena itu, pemilihan manajer seharusnya didasarkan pada penilaian terhadap kompetensi manajerial yang dimiliki oleh seseorang, bukan dari kemampuan bidang teknis orang tersebut. Yang menjadi masalah adalah kompetensi macam apa yang menentukan seseorang kompeten untuk memegang peran manajerial?
Bahkan disadari atau tidak, banyak orang yang mengira, bahwa manajemen merupakan profesi di dunia ini yang dipandang tidak memerlukan persiapan pelatihan dan pengembangan khusus. Setiap orang dapat menjadi manajer, meskipun tidak pernah dilatih atau dikembangkan kompetensinya sebagai manajer. Oleh karena itu, untuk menyeleksi calon yang akan menduduki posisi manajerial, tidak pernah pendidikan dan pelatihan managerial skill dipakai sebagai basis pemilihan para calon. Sadarkah kita bahwa setiap kali orang mencari personel yang akan diberi tanggung jawab untuk menduduki posisi manajerial, tidak terbersit dalam benaknya untuk mencari lulusan f akultas ekonomi jurusan manajemen atau lulusan program magister manajemen? Mengapa demikian? Pertama, kemungkinan banyak orang mengira bahwa profesi manajer merupakan profesi yang tidak memerlukan pendidikan dan pelatihan khusus. Hal ini terlihat dari kebiasaan cara memilih manajer sebagaimana yang telah diuraikan
30-3
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
di muka. Kedua, kemungkinan besar program pendidikan manajemen tersebut tidak menambah nilai dari proses pendidikan yang diselenggarakan, sehingga lulusannya tidak memiliki kompetensi manajerial yang dibutuhkan oleh bisnis.
Umumnya orang yang dipromosikan ke posisi manajerial tidak memahami perannya sebagai manajer. Seseorang akan menghasilkan suatu kinerja jika memiliki sekaligus ketiga komponen berikut ini: (1) bakat dan kemampuan (traits and abilities), (2) persepsi jelas tentang perannya dan (3) motivasi untuk berusaha (eff orts). Setelah seseorang dipromosikan sebagai manajer, di samping umumnya ia tidak memiliki kompetensi manajerial, ia juga tidak memiliki persepsi jelas mengenai perannya sebagai manajer. Dengan demikian, dari ketiga komponen penentu kinerja tersebut, hanya motivasi untuk berusaha yang dimiliki oleh manajer. Namun, apalah artinya usaha jika tidak dilandasi dengan kompetensi dan persepsi mengenai peran. Tanpa kompetensi manajerial dan tanpa pemahaman memadai tentang perannya sebagai manajer, kondisi ini akan mengakibatkan seorang manajer melakukan banyak aktivitas, namun tidak mampu menghasilkan nilai (misalnya economic value added) bagi pemangku kepentingan.
Umumnya orang yang dipromosikan ke posisi manajerial tidak memiliki
managerial skill. Oleh karena mitos bahwa individu yang memiliki kemampuan bidang teknis akan mempunyai kemampuan untuk menjadi manajer, maka umumnya orang yang dipromosikan ke posisi manajerial tidak memiliki managerial skill. Dengan demikian, meskipun para manajer memahami dan menghargai peran mereka sebagai manajer, namun karena mereka tidak memiliki kompetensi untuk mengimplementasikan peran mereka sebagai manajer, mereka tidak mampu menghasilkan kinerja yang diharapkan dari seorang yang memiliki managerial skill.
BAGAIMANA MASYARAKAT MELATIH DAN MENGEMBANGKAN MANAGERIAL SKILL MANAJER?
Setelah para individu diangkat ke dalam posisi manajerial, umumnya mereka tidak mendapatkan pelatihan dan pengembangan khusus dalam bidang managerial skills. Banyak pelatihan dan pengembangan personel dilaksanakan perusahaan, namun tidak ada yang menyelenggarakan pelatihan dan pengembangan personel khusus di bidang managerial skill. Jika program pelatihan dan pengembangan managerial skill diselenggarakan perusahaan, sering kali programnya didesain tidak efektif, tidak lebih dari sekadar pendekatan hit and miss, sebagai suatu cara pelatihan dan pengembangan yang lebih diserahkan kepada faktor keberuntungan. Umumnya perusahaan menyelenggarakan atau mengirim personelnya untuk mengikuti seminar, lokakarya untuk belajar manajemen sumber daya manusia, manajemen pemasaran, manajemen keuangan, dan lain-lain. Namun program pelatihan dan pengembangan tersebut terlalu sempit fokusnya, terlalu sporadis, tidak berrerangka, sehingga umumnya tidak berhasil membentuk dan mengembangkan managerial skill personel.
30-4
BAB 30 RERANGKA RESKILLING MANAJER
Di samping cara pemilihan manajer yang tidak menghasilkan individu yang memiliki managerial skill, setelah individu diberi tanggung jawab sebagai manajer, organisasi umumnya tidak memiliki program pelatihan dan pengembangan managerial skill bagi para manajernya. Sebagai akibatnya, karena pada umumnya para manajer dipilih karena memiliki kemampuan lebih di bidang teknis, ketiadaan program pelatihan dan pengembangan managerial skill, menjadikan para manajer kembali ke keahlian teknis mereka semula dalam melaksanakan fungsi mereka sebagai manajer. Individu yang berkemampuan tinggi untuk menjual produk, yang kemudian diangkat menjadi direktur pemasaran, biasanya akan kembali menekuni keahliannya dalam menjual produk pada posisinya sebagai direktur pemasaran. Ia tidak menyadari dan tidak memahami bahwa perannya sebagai direktur pemasaran menuntut jauh lebih tinggi dari sekadar kemampuannya dalam menjual produk. Seorang direktur riset dan pengembangan akan kembali menekuni kegiatan riset yang menjadi keahliannya, jika ia tidak menerima pelatihan dan pengembangan managerial skill.
DAMPAK KELEMAHAN CARA PEMILIHAN MANAJER DAN PELATIHAN SERTA PENGEMBANGAN MANAGERIAL SKILL
Setelah diuraikan kelemahan cara pemilihan manajer yang biasanya dilakukan oleh masyarakat dan kelemahan cara pelatihan serta pengembangan managerial skill setelah manajer dipilih untuk menduduki posisi manajerial, timbul pertanyaan bagaimana dampak kelemahan tersebut terhadap keberhasilan organisasi perusahaan dalam memasuki dan mengarungi lingkungan bisnis global? Di dalam lingkungan yang stabil, perusahaan yang dij alankan oleh manajer yang kurang memiliki managerial skill tidak akan terancam kelangsungan hidupnya. Bahkan jika beruntung, perusahaan tersebut dapat mengalami pertumbuhan. Namun, di dalam lingkungan bisnis global, yang memiliki karakteristik: customer memegang kendali bisnis, persaingan menjadi semakin tajam, dan perubahan menjadi konstan, serentak, pesat, radikal, dan pervasif, perusahaan yang dij alankan oleh manajer yang tidak memiliki managerial skill memadai akan membahayakan kelangsungan hidup perusahaan.
PERLUNYA RESKILLING MANAJER
Reskilling merupakan usaha untuk membentuk skill baru manajer melalui pendidikan dan pelatihan efektif. Usaha pembentukan skill baru para manajer ini dipicu oleh dua faktor: (1) skill yang telah dimiliki oleh para manajer sejak semula memang tidak sesuai dengan tuntutan skill dari lingkungan bisnis, dan (2) skill yang dimiliki para manajer tidak lagi sesuai dengan lingkungan bisnis yang telah mengalami perubahan pesat. Pemicu pertama timbul sebagai akibat terjadinya ketidaksepadanan (mismatch) antara skill yang dimiliki oleh para manajer dengan skill yang dituntut oleh lingkungan bisnis, sedangkan pemicu kedua terjadi karena adanya skill para manajer yang telah ketinggalan zaman, dengan adanya perubahan lingkungan bisnis yang pesat.
30-5
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
Secara lebih rinci, ada empat alasan mengapa reskilling manajer perlu dilakukan:
1. Kebanyakan manajer hanya memiliki kemampuan di bidang teknis, bukan managerial skill.
2. Umumnya organisasi tidak memiliki program untuk mendidik dan melatih managerial skill bagi manajernya.
3. Kebanyakan manajer memperoleh pendidikan manajemen yang menggunakan process skill approach, sehingga mereka hanya terampil dalam planning, coordinating, staffi ng, controlling, namun tidak terampil di dalam menghasilkan value bagi bisnis.
4. Para manajer sekarang menghadapi Zaman Revolusi Manajemen (Management Revolution Era) yang menuntut semua manajer untuk mempertanyakan kembali paradigma, asumsi dasar, core beliefs, dan core values yang selama ini digunakan untuk mengelola organisasi.
RERANGKA KONSEPTUAL UNTUK VALUE-ADDED MANAGEMENT
Rerangka konseptual untuk pengembangan managerial skill ini dilandasi oleh tiga paradigma Total Quality Management: customer value strategy, continuous improvement, dan organizational system. Total quality management (TQM) yang merupakan total approach to put quality in every aspect of management, memberikan basis untuk mengelola organisasi melalui sistem yang menyeluruh dan terpadu. Rerangka konseptual managerial skills untuk value-added management dilukiskan pada Gambar 28.1.
Paradigma customer value strategy mengarahkan semua proses bisnis dan organisasi untuk menghasilkan value bagi customer. Customer value strategy menempatkan customer pada peringkat pertama dari keseluruhan pemangku kepentingan perusahaan. Mengapa demikian? Ada dua alasan: (1) Di lingkungan bisnis kompetitif terdapat banyak pesaing memperebutkan pilihan customer. Keberhasilan perusahaan memenangkan pilihan customer yang akan menjanjikan kelangsungan hidup dan pertumbuhan perusahaan karena (2) Customer merupakan alasan untuk menjadi sebuah perusahaan. Customer value strategy mengubah arah perhatian manajer, dari fokus untuk memuaskan kepentingan diri sendiri, berbalik menuju ke pemuasan kebutuhan customer. Dengan demikian, dalam setiap desain komponen struktur SPPM dan setiap desain tahap proses SPPM harus dilandasi oleh customer value strategy. Setiap kegiatan yang dilakukan oleh manajer dinilai dari kemampuannya menghasilkan value bagi customer. Dalam mendesain struktur SPPM (struktur organisasi, jejaring informasi, dan sistem penghargaan), customer harus dijadikan sebagai fokus struktur SPPM. Dalam mendesain setiap tahap proses SPPM: sistem perumusan strategi, sistem perencanaan strategik, sistem penyusunan program, sistem penyusunan anggaran, sistem pengimplementasian, dan sistem pemantauan diarahkan untuk menghasilkan customer value. Struktur dan proses SPPM yang berhasil adalah
30-6
BAB 30 RERANGKA RESKILLING MANAJER
MANAGERIAL SKILLS UNTUK VALUE-ADDED MANAGEMENT CONCEPTUAL FRAMEWORK
Model A: Pengelolaan Proses Bisnis dan Organisasi
Struktur SPPM Proses SPPM
Tujuan:
Kinerja keuangan luar biasa berkesinambungan
Customer capital
Proses produktif, dan cost effective
Modal manusia, modal informasi, dan modal organisasi
Model B: Pemicuan dan Pengelolaan Perubahan
• Perubahan lingkungan
• Perubahan perbaikan
• Perubahan inovatif
• Improvement berkelanjutan
Model C: Pengelolaan Sisi Bayangan Organisasi
• Perubahan lingkungan
• Perubahan perbaikan
• Perubahan inovatif
• Improvement berkelanjutan
Gambar 30.1 Rerangka Konseptual Managerial Skills untuk Value-Added Management
struktur dan proses SPPM yang mampu menghasilkan nilai tambah (value-added) bagi customer.
Paradigma continuous improvement mengerahkan semua energi personel untuk melakukan improvement secara berkelanjutan terhadap proses yang digunakan untuk menghasilkan customer value. Oleh karena improvement berkelanjutan memerlukan energi luar biasa dalam jangka panjang, manajer harus mampu membangkitkan komitmen seluruh personel ke usaha improvement berkelanjutan terhadap proses yang digunakan untuk menghasilkan customer value. Kegiatan manajer dalam setiap tahap proses SPPM hanya menambah nilai (value-added) jika kegiatan tersebut menyebabkan karyawan yang memiliki komitmen tinggi untuk menghasilkan customer value.
Paradigma organizational system memberdayakan karyawan dan mengembangkan dan memperluas kerja sama kemitraan karyawan secara
30-7
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
horizontal, yang bertujuan untuk mempercepat proses layanan bagi customer. Pemberdayaan karyawan mengubah organisasi, yang sebelumnya tanggung jawab atas jalannya bisnis perusahaan terpusat di tangan manajemen puncak, bergeser ke pundak karyawan, sehingga organisasi berubah menjadi responsibility-based organization. Cross-functional approach mengubah orientasi manajer, yang semula difokuskan untuk memuaskan kebutuhan diri sendiri (misalnya, tujuan pengembangan struktur organisasi di masa lalu adalah menjadikan pelaksanaan pekerjaan lebih mudah dan lebih menyenangkan manajer), diorientasikan kembali ke pemuasan kebutuhan customer.
Rerangka konseptual managerial skills untuk value-added management terdiri atas empat komponen (1) tujuan, (2) proses bisnis dan pengembangan organisasi untuk menjalankan bisnis, (3) proses dan manajemen perubahan, dan (4) proses manajemen sisi bayangan (shadow side) organisasi.
TUJUAN
Tujuan proses pengelolaan bisnis dan organisasi yang dilakukan oleh manajer melalui setiap komponen struktur SPPM dan setiap tahap proses SPPM adalah:
1. Dihasilkannya kinerja keuangan luar biasa berkesinambungan (sustainable outstanding fi nancial performance).
2. Terbangunnya customer capital melalui penyediaan produk/jasa yang bernilai tambah bagi customer, pembangunan hubungan berkualitas dengan customer, dan pembangunan citra bagus perusahaan dipandang dari sudut customer.
2. Terbangunnya operation management processes, customer management processes, innovation processes, dan regulatory and environmental processes yang produktif dan cost eff ective.
3. Terbangunnya modal manusia, modal informasi, dan modal organisasi.
Dihasilkannya kinerja keuangan luar biasa berkesinambungan. Dalam lingkungan bisnis kompetitif, perusahaan harus memiliki basis keuangan yang kuat untuk berdaya saing. Kemampuan manajemen dalam menghasilkan kinerja keuangan luar biasa berkesinambungan merupakan kemampuan yang dituntut oleh lingkungan bisnis kompetitif. Kinerja keuangan perusahaan diukur dengan seberapa besar laba yang dihasilkan perusahaan melebihi biaya modal. Economic value added (yang dihitung dengan formula: pendapatan dikurangi biaya dikurangi biaya modal) merupakan ukuran seberapa besar kemampuan perusahaan dalam melipatgandakan kekayaan investor.
Laba bukan merupakan tujuan perusahaan, bahkan bagi perusahaan bermotif laba sekali pun, namun hanya merupakan indikator seberapa baik keseluruhan perusahaan dikelola. Laba merupakan selisih antara pendapatan dengan biaya. Perusahaan yang dikelola dengan menggunakan konsep TQM merencanakan dengan baik kebutuhan yang dipenuhi perusahaan, mengidentifi kasi dengan efektif customer yang dilayani perusahaan, dan memfokuskan usahanya ke bisnis pilihan yang menjadi misi perusahaan. Di samping itu, perusahaan yang dikelola dengan baik membangun kompetensi inti dalam proses yang produktif dan cost
30-8
BAB 30 RERANGKA RESKILLING MANAJER
eff ective untuk menghasilkan produk dan jasa yang bernilai tambah bagi customer dan dalam membangun modal manusia, modal informasi, dan modal organisasi yang digunakan untuk menjalankan proses menghasilkan produk dan jasa bagi customer. Dengan demikian, kinerja keuangan luar biasa berkesinambungan merupakan akibat dari keberhasilan manajemen dalam membangun customer capital, keberhasilan dalam pembangunan customer capital sebagai akibat dari pembangunan proses yang produktif dan cost eff ective, dan keberhasilan pembangunan proses yang produktif dan cost eff ective sebagai akibat keberhasilan manajemen dalam pembangunan modal manusia, modal informasi, dan modal organisasi.
Terbangunnya customer capital. Keberadaan perusahaan dan organisasi lain adalah untuk memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan customer. Customer suatu perusahaan akan merasa puas jika mereka mendapatkan produk dan jasa yang memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan mereka pada waktu yang tepat, dan pada harga yang dipandang memadai bagi customer. Customer yang puas akan kembali membeli produk dan jasa yang dihasilkan perusahaan. Di samping itu, melalui words of mouth,a customer yang puas akan memberitahu orang lain mengenai yang diperoleh dari produk dan jasa yang mereka konsumsi. Departemen Modal Manusia memiliki customer internal. Jika berbagai departemen dalam perusahaan mendapatkan personel yang dibutuhkan pada waktunya dan dengan keterampilan tepat sesuai dengan kebutuhan, serta dengan paket kompensasi memadai, mereka juga akan puas dengan jasa yang dihasilkan oleh Departemen Modal Manusia.
Customer capital terdiri atas customer value proposition (product/service attributes, hubungan dengan customer, dan citra), yang digunakan oleh perusahaan untuk memenangkan pilihan customer. Proses pengelolaan bisnis dan organisasi yang dilakukan oleh manajer ditujukan untuk terbangunnya customer capital agar perusahaan mampu memenangkan pilihan customer, sehingga menjanjikan arus masuk pendapatan luar biasa berkesinambungan ke dalam perusahaan.
Terbangunnya proses yang produktif dan cost eff ective. Proses yang produktif dan cost eff ective merupakan kompetensi inti yang harus dibangun para manajer untuk menjadikan perusahaan mereka memiliki keunggulan kompetitif dalam memperebutkan pilihan customer. Produktivitas proses yang digunakan untuk menghasilkan produk/jasa menjanjikan keunggulan kompetitif perusahaan, karena produktivitas dapat meningkatkan secara signifi kan value yang diperoleh customer. Cost eff ectiveness proses juga menjanjikan keunggulan kompetitif, karena peningkatan cost eff ectiveness proses hanya dapat dicapai melalui keberhasilan
a Di Zaman Internet ini, words of mouth akan tersebar secara luas dalam kecepatan cahaya tanpa dapat dilawan oleh produsen. Berbeda dengan media massa (cetak dan layar kaca), berita buruk tentang perusahaan dapat dilawan dengan berita baik atau penjelasan dari produsen untuk melawan informasi buruk. Melalui jejaring Internalalalet, bad news travel much faster than good news, tanpa dapat dilawan dengan informasi baik dari produsen.
30-9
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
pengurangan atau penghilangan non-value added activities, sehingga perusahaan hanya mengonsumsi sumber daya untuk value added activities bagi customer.
Proses pengelolaan bisnis dan organisasi yang dilakukan manajer ditujukan untuk terbangunnya proses yang produktif dan cost eff ective agar perusahaan mampu meningkatkan inovasi yang mendatangkan laba dan melakukan pengurangan biaya secara strategik (strategic cost reduction). Sebagai hasilnya, menjanjikan arus masuk pendapatan luar biasa berkesinambungan ke dalam perusahaan dan mengurangi biaya secara signifi kan.
Terbangunnya modal manusia, modal inf ormasi, dan modal organisasi. Produk dan jasa yang menghasilkan value bagi customer hanya dapat dihasilkan secara konsisten oleh perusahaan yang karyawannya memiliki komitmen tinggi untuk itu. Produktivitas personel tidak ditentukan oleh teknologi yang digunakan oleh perusahaan, namun ditentukan oleh kualitas karyawan dan kualitas manajemen perusahaan. Kualitas karyawan ditentukan oleh efektivitas pendidikan dan pelatihan yang diterimanya dan sistem manajemen modal manusia yang digunakan. Teknologi maju yang berada di tangan karyawan yang rendah pengetahuannya dan rendah moral kerjanya akan mengakibatkan produktivitas yang sangat rendah. Oleh karena itu, proses bisnis dan proses organisasi perlu ditujukan untuk menghasilkan modal manusia untuk menghasilkan value bagi customer.
Kompetensi dan komitmen karyawan yang membentuk modal manusia memerlukan wadah berupa organisasi yang memungkinkan modal manusia bekerja sama secara sinergis dalam mewujudkan visi perusahaan. Modal organisasi terdiri atas dua komponen: (1) struktur organisasi nirbatas (boundaryless organization) dan (2) organisasi yang berkapabilitas untuk belajar (learning organization), berkapasitas untuk berubah (capacity for change), dan berakuntabilitas tinggi.
Kompetensi dan komitmen karyawan tidak cukup untuk memberdayakan karyawan. Pemberdayaan karyawan adalah pemberian wewenang bagi karyawan untuk melakukan pengambilan keputusan atas pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya tanpa otorisasi eksplisit dari manajer atasannya. Pemberdayaan karyawan memerlukan empat komponen: (1) kompetensi karyawan, (2) kewenangan karyawan untuk pengambilan keputusan, (2) informasi berkualitas sebagai basis pertimbangan karyawan dalam pengambilan keputusan, (3) sistem penghargaan bagi karyawan. Dari keempat komponen yang diperlukan untuk pemberdayaan karyawan, modal informasi diperlukan untuk memberdayakan karyawan melakukan pertimbangan berbasis informasi (informed judgment) dalam proses pengambilan keputusan.
Proses pengelolaan bisnis dan organisasi yang dilakukan manajer ditujukan untuk terbangunnya modal manusia, modal informasi, dan modal organisasi agar operation management processes, customer management processes, innovation processes, dan regulatory and environmental processes dapat secara produktif dan cost eff ective menghasilkan more value added bagi customer, sehingga perusahaan mampu menghasilkan kinerja keuangan luar biasa berkesinambungan.
30-10
BAB 30 RERANGKA RESKILLING MANAJER
MODEL A: PENGELOLAAN BISNIS DAN PROSES ORGANISASIONAL
Model A memberikan peta yang menyeluruh dan terpadu tentang apa yang perlu dikerjakan manajer untuk empat tujuan utama pengelolaan bisnis dan organisasi sebagaimana yang diuraikan di atas.
Model A memberikan rerangka konseptual tentang apa yang perlu dikerjakan oleh seorang manajer dalam melaksanakan fungsinya sebagai manajer. Ada tiga tahap yang perlu ditempuh oleh seseorang dalam fungsinya sebagai manajer. Pelaksanaan tiga langkah tersebut harus selalu berfokus ke empat tujuan: (1) dihasilkannya customer yang puas, (2) terbangunnya proses yang produktif dan cost eff ective, (3) terbangunnya modal manusia, modal informasi, dan modal organisasi, dan (4) kinerja keuangan luar biasa berkesinambungan.
Seseorang yang menerima penugasan sebagai manajer perlu menempuh tiga tahap langkah berikut ini:
1. Langkah pertama, menciptakan atau membentuk bisnis yang akan dilaksanakan. Penciptaan dan pembentukan bisnis ini dilaksanakan melalui: perumusan strategi dan penerjemahan, penjabaran, dan pelaksanaan hasil perumusan strategi.
2. Langkah kedua, membangun struktur SPPM, yang mencakup pembangunan struktur organisasi, jejaring informasi, dan sistem penghargaan personel.
3. Langkah ketiga, memilih dan mengembangkan manajer dan leader yang diperlukan untuk menjalankan peran penting dalam melaksanakan secara efektif bisnis pilihan, melalui proses SPPM.
Penciptaan bisnis. Dalam merumuskan bisnis yang akan dilaksanakan perusahaan atau bagiannya, ada empat pertanyaan yang harus dij awab oleh manajer:
a. Kebutuhan apa yang akan kita penuhi?
b. Siapakah customer kita?
c. Di dalam bisnis apa kita berusaha?
d. Apa yang terbaik kita kerjakan dalam bisnis tersebut?
Jawaban atas keempat pertanyaan tersebut merupakan misi perusahaan yang merupakan bisnis pilihan untuk menuju ke masa depan. Misi menjadi fokus bisnis perusahaan yang digunakan untuk memisahkan hal penting dari yang tidak penting bagi organisasi dan didukung dengan kompetensi inti.
Penciptaan bisnis dilaksanakan melalui sistem perumusan strategi. Misi, visi, keyakinan dasar, nilai dasar, dan strategi yang dihasilkan dari perumusan strategi kemudian diterjemahkan ke dalam sasaran dan inisiatif strategik melalui sistem perencanaan strategik. Inisiatif strategik kemudian dijabarkan ke dalam program melalui sistem penyusunan program. Program kemudian dijabarkan ke dalam anggaran sistem penyusunan anggaran. Pengimplementasian rencana yang tertuang dalam anggaran dilaksanakan melalui sistem pengimplementasian. Pengimplementasian rencana dipantau melalui sistem pemantauan.
30-11
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
Uraian tentang bagaimana merumuskan misi, visi, keyakinan dasar, nilai dasar, dan strategi serta penerjemahan, penjabaran, pengimplementasian, dan pemantauannya dapat diikuti di Bab 20 sampai dengan Bab 29.
Pembangunan struktur SPPM. Untuk melaksanakan bisnis yang telah ditetapkan pada tahap pertama, manajer perlu membangun struktur SPPM, yang terdiri atas struktur organisasi yang diperlukan untuk mengoptimalisasi pembagian informasi, wewenang dalam pengambilan keputusan, dan arus kerja. Setelah manajer menentukan dalam bisnis apa perusahaan beroperasi, langkah berikutnya adalah memprakirakan kondisi lingkungan bisnis yang dihadapi perusahaan. Struktur organisasi ditentukan oleh kondisi lingkungan yang dimasuki perusahaan. Untuk memasuki lingkungan bisnis turbulen dan kompetitif, manajer perlu mendesain organisasi yang sangat fl eksibel dalam menghadapi perubahan untuk memungkinkan organisasi melaksanakan bisnis dalam lingkungan tersebut.
Jejaring informasi didesain sebagai sistem saraf digital untuk memungkinkan organisasi merespons dengan cepat perubahan kebutuhan customer dan mengomunikasikan respons perusahaan ke seluruh unit organisasi dan personel perusahaan serta pemasok, mitra bisnis dan pemangku kepentingan yang lain.
Sistem penghargaan didesain untuk memotivasi personel dalam menghasilkan kinerja.
Bab 10 sampai dengan Bab 18 berisi uraian pengetahuan tentang bagaimana struktur SPPM didesain untuk menjalankan bisnis melalui proses SPPM.
Value-added management dan pragmatic leadership. Setelah ditetapkan bisnis dan didesain struktur dan proses SPPM, diperlukan value-added management dan pragmatic leadership. Value-added management adalah sistem manajemen yang diarahkan untuk mewujudkan tujuan: (1) menghasilkan value bagi customer, (2) menjalankan proses produktif dan cost eff ective untuk menghasilkan produk dan jasa bagi customer, (3) membangun modal manusia, modal informasi, dan modal organisasi, dan (4) menghasilkan kinerja keuangan luar biasa berkesinambungan. Dalam tahap ini, ditunjuk leader dan manager yang memiliki kompetensi memadai untuk melaksanakan proses SPPM berdasarkan struktur SPPM.
Dalam Bab 31 dan Bab 33 dibahas pengetahuan tentang pengembangan leadership skills yang diperlukan untuk memimpin perusahaan dalam memasuki lingkungan bisnis global yang turbulen. Dalam Bab 33 dibahas pengetahuan tentang pengembangan managerial skills yang diperlukan untuk mengelola organisasi dalam memasuki lingkungan bisnis global yang kompetitif dan turbulen.
MODEL B: PEMICUAN DAN PENGELOLAAN PERUBAHAN
Model B memberikan rerangka menyeluruh untuk memicu dan mengelola inovasi dan perubahan. Tiga pertanyaan yang relevan diajukan adalah:
30-12
BAB 30 RERANGKA RESKILLING MANAJER
1. Apa yang perlu kita lakukan untuk menjadikan bisnis lebih baik?
2. Bagaimana kita dapat membuat organisasi melayani bisnis lebih efektif ?
3. Bagaimana kita meningkatkan manajemen dan leadership dalam organisasi?
Oleh karena lingkungan bisnis senantiasa mengalami perubahan dan globalisasi mengubah perubahan itu sendiri menjadi pesat, serentak, radikal, dan pervasif, maka perubahan bukan lagi suatu anomali, namun telah menjadi suatu norma. Manajer harus memiliki kemampuan untuk menciptakan dan mengelola perubahan. Kemampuan ini akan membantu manajer dalam melakukan perubahan secara proaktif. Alfred North Whitehead membuat pernyataan tentang seni kemajuan berikut ini: "The art of progress is to preserve change amid order and to preserve order amid change (seni kemajuan adalah mempertahankan perubahan di tengah-tengah keteraturan dan mempertahankan keteraturan di tengah-tengah perubahan)." Manajer harus memiliki kompetensi dalam leadership skill dan sekaligus managership skill.
Uraian lebih mendalam mengenai pengelolaan perubahan dapat diikuti di Bab 32 Pengelolaan Perubahan dalam buku ini.
MODEL C: PENGELOLAAN SISI BAYANGAN (SHADOW SIDE) ORGANISASI
Sisi bayangan suatu organisasi adalah faktor-faktor yang berdampak—positif atau negatif—terhadap produktivitas dan kualitas kehidupan kerja organisasi secara substantif dan sistematis, namun tidak dapat dij umpai di dalam bagan organisasi, atau di dalam pedoman organisasi, serta tidak dibicarakan dalam forum resmi organisasi.
Manajer perlu menguasai sisi bayangan organisasi karena sebagian besar waktu dan energi manajer digunakan untuk menghadapi realitas yang berkaitan dengan sisi bayangan organisasi. Berapa lama waktu yang dicurahkan oleh seorang manajer untuk menghadapi karyawan yang sulit? Berapa jumlah energi yang dibutuhkan untuk menghadapi sekelompok karyawan yang melanggar berbagai aturan organisasi, namun menghasilkan tambahan value bagi bisnis?
Uraian lebih mendalam mengenai pengelolaan sisi bayangan organisasi dapat diikuti di Bab 34 Pengelolaan Sisi Bayangan Organisasi dalam buku ini.
MANAGERIAL SKILL APA YANG SEHARUSNYA DIMILIKI DAN DITERAPKAN OLEH MANAJER UNTUK MENGHASILKAN VALUE?
Keterampilan manajerial yang seharusnya dimiliki dan diterapkan oleh manajer untuk menghasilkan value adalah:
1. Mampu melaksanakan pengelolaan organisasi berdasarkan rerangka konseptual yang terpadu sebagaimana dilukiskan pada Gambar 30.1.
30-13
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
2. Mampu menciptakan kegiatan bisnis yang menghasilkan value bagi customer, baik customer eksternal maupun internal.
3. Mampu menerjemahkan misi, visi, keyakinan dasar, nilai dasar, dan strategi perusahaan dan menjabarkannya ke dalam action plans dan actual actions melalui proses SPPM.
4. Mampu membangun struktur SPPM untuk melaksanakan proses SPPM.
6. Mampu mengembangkan managerial skill personel.
7. Mampu membangkitkan potensi leadership personel.
8. Mampu menciptakan dan mengelola perubahan transformasional yang diperlukan organisasi.
9. Mampu mengelola sisi bayangan organisasi.
BAGAIMANA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MANAGERIAL SKILL SEBAIKNYA DIDESAIN?
Pendidikan dan pelatihan managerial skill dapat dilaksanakan melalui salah satu dari dua pendekatan: (1) pendekatan keterampilan proses, dan (2) pendekatan isi.
Pendekatan Keterampilan Proses (Process Skill Approach)3
Pendekatan ini adalah pendekatan tradisional yang memfokuskan pendidikan dan pelatihan managerial skill di sekitar proses manajemen: perencanaan, staffi ng, pengarahan, pengendalian, dan pemotivasian. Dengan demikian, pendekatan tradisional menitikberatkan pada "how to do," di dalam mendidik dan melatih managerial skill.
Pendekatan yang berfokus kepada penanaman keterampilan dalam melaksanakan proses manajemen tidak dapat menghasilkan manajer yang berkemampuan untuk menghasilkan "result" atau "value" bagi bisnis, karena pendidikan dan pelatihan tidak memiliki tujuan (lack of purpose). Manajer dapat memiliki keterampilan tinggi dalam perencanaan, staffi ng, pengarahan, pengendalian, dan pemotivasian, namun jika proses manajemen tersebut tidak diarahkan ke tujuan tertentu, manajer hanya terampil untuk menciptakan kegiatan, namun tidak mampu menambah nilai (value-added) bagi bisnis.
Pendekatan Isi (Content Approach)4
Pendekatan isi menekankan pada pendidikan dan pelatihan "what to do," yaitu apa yang seharusnya dilaksanakan seorang manajer dalam memajukan bisnis yang dikelolanya. Dalam kegiatan manajer sehari-hari, pertanyaan yang harus dijawab oleh manajer adalah:
1. Apa yang seharusnya saya kerjakan?
2. Apa hasil terbaik yang bermanfaat bagi bisnis?
30-14
BAB 30 RERANGKA RESKILLING MANAJER
Dalam pendidikan dan pelatihan manajer dengan pendekatan isi, terdapat dua karakteristik yang sangat membedakan dengan pendekatan tradisional: (1) bertujuan, dan (2) berrerangka (framework).
Pendekatan bertujuan. Pendekatan isi berfokus kepada kepentingan bisnis; apa yang terbaik harus dihasilkan oleh manajer untuk memajukan bisnis? Oleh karena itu, pendekatan ini disebut dengan "pendekatan isi (content approach), karena pendidikan dan pelatihan lebih difokuskan kepada "hasil" atau "isi" aktivitas yang dilakukan manajer, bukan "proses" yang dilaksanakan manajer. Dalam pendekatan tradisional, pendidikan dan pelatihan manajer lebih ditujukan ke proses manajemen: perencanaan, pembentukan staf, pengarahan, pengendalian, dan pemotivasian. Jika manajer sudah terampil dalam proses manajemen tersebut, tujuan pendidikan telah tercapai, tanpa memperhatikan manfaat apa yang diperoleh bisnis. Dalam pendekatan isi (content approach), pendidikan dan pelatihan managerial skill lebih difokuskan untuk mendidik dan melatih manajer dalam memiliki keterampilan untuk menghasilkan value oleh perusahaan bagi pemenuhan kebutuhan customer. Pendekatan ini sesuai dengan peran organisasi dan peran manajer. Peran organisasi adalah menciptakan kekayaan (creating wealth) dan peran manajer adalah menambah value dalam proses penciptaan kekayaan (wealth creating process).
Pendekatan bererangka. Di samping pendekatan isi berfokus kepada isi atau hasil, pendekatan ini menggunakan rerangka (framework) yang secara jelas melukiskan komponen managerial skills yang perlu dimiliki oleh seorang manajer dan hubungan terpadu antarkomponen.
BAGAIMANA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN MANAGERIAL SKILL YANG EFEKTIF?
Posisi manajer yang strategik tersebut menuntut kompetensi, yang pembentukan dan pengembangannya tidak bisa hanya diserahkan begitu saja kepada keberuntungan. Perlu usaha efektif dan bersistem untuk mendidik dan melatih manajer agar memiliki managerial skill yang efektif untuk menjalankan organisasi dalam memasuki lingkungan bisnis turbulen dan kompetitif. Pendidikan dan pelatihan managerial skill yang efektif hanya dapat dilaksanakan melalui usaha bertujuan dan bersistem.
Pendidikan dan pelatihan kompetensi manajerial sekarang umumnya lebih berfokus ke keterampilan proses manajemen, tidak ke isi atau hasil proses manajemen. Perbedaan fokus ini ternyata berdampak besar terhadap kompetensi manajerial yang berhasil dikuasai oleh lulusan pendidikan dan pelatihan. Pendekatan keterampilan proses menghasilkan lulusan yang tidak mampu menghasilkan value dalam pelaksanaan fungsinya sebagai manajer. Pendekatan hasil atau isi mampu menciptakan lulusan yang memiliki kompetensi dalam menghasilkan value dalam pelaksanaan fungsinya sebagai manajer. Dan tugas pokok sebenarnya seorang manajer adalah menghasilkan value bagi customer.
30-15
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
Oleh karena itu, perlu dilakukan reorientasi pendidikan dan pelatihan manajemen, agar dapat dihasilkan manajer yang memiliki managerial skill, sehingga mereka mampu membawa organisasi menjadi wealth creating institution.
Pendidikan dan pelatihan manajer seharusnya tidak dif okuskan kepada "how to do," karena dengan fokus ini akan dihasilkan manajer yang hanya terampil dalam menciptakan aktivitas, bukan pada penciptaan value bagi bisnis. Fokus pendidikan dan pelatihan manajer ke "how to do," merupakan pendekatan yang tidak efektif, karena tidak bertujuan dan tidak bersistem.
Untuk menghadapi lingkungan bisnis yang turbulen dalam era global ini, pendidikan dan pelatihan manajer perlu direkayasa kembali, dengan cara mengubah orientasi pendidikan dan pelatihan, dari fokus ke "how to do," ke fokus baru "what to do." Dengan memfokuskan pendidikan dan pelatihan manajer ke "what to do," manajer diberi peran baru sebagai "pencipta nilai." Berdasarkan peran baru ini, pendidikan dan pelatihan manajer ditujukan agar manajer yang dididik dan dilatih memiliki kemampuan untuk menciptakan nilai. Melalui produk dan jasa yang dihasilkan, manajer menghasilkan nilai bagi customer. Oleh karena itu, pendidikan dan pelatihan manajer harus dirancang sedemikian rupa, sehingga peserta didik dan latih memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk: (1) menghasilkan produk dan jasa yang bernilai tambah bagi customer, (2) mendesain dan mengimplementasikan proses yang produktif dan cost eff ective, (3) membangun modal informasi, modal organisasi, dan modal manusia untuk menghasilkan value bagi customer melalui proses yang produktif dan cost eff ective, (3) menghasilkan kinerja keuangan luar biasa berkesinambungan.
Pendidikan dan pelatihan manajer harus mampu membentuk managerial skill yang dibagi menjadi tiga bagian: (1) keterampilan dalam menciptakan bisnis dan membangun organisasi yang secara efektif mampu menjalankan bisnis yang telah dirancang tersebut melalui struktur dan proses SPPM, (2) keterampilan di dalam mengelola perubahan, dan (3) keterampilan dalam mengelola sisi bayangan organisasi. Keterampilan pertama dan kedua menjadikan seorang manajer "cerdas," sedangkan keterampilan ketiga menjadikan seorang manajer "bijaksana" dalam memimpin organisasinya. Ketiga keterampilan tersebut merupakan komponen utama managerial skill yang perlu dimiliki oleh manajer yang membawa organisasi perusahaannya mengarungi lingkungan bisnis turbulen dan kompetitif. Ketiga keterampilan tersebut ditujukan untuk menghasilkan: (1) customer capital, (2) proses yang produktif dan cost eff ective, (3) modal manusia, modal informasi, dan modal organisasi, serta (4) kinerja keuangan luar biasa berkesinambungan bagi organisasi untuk bertahan dan bertumbuh di lingkungan bisnis global.
Agar efektif, program pendidikan dan pelatihan managerial skill ini harus memenuhi persyaratan berikut ini:
1. Bertujuan. Program pendidikan dan pelatihan harus secara jelas mendidik dan melatih peserta untuk memfokuskan semua kegiatan manajerial mereka ke arah hasil berikut ini: (1) customer capital, (2) proses yang produktif dan cost eff ective, (3) modal manusia, modal informasi, dan modal organisasi, serta (4) kinerja keuangan luar biasa berkesinambungan.
30-16
BAB 30 RERANGKA RESKILLING MANAJER
2. Bersistem. Program pendidikan dan pelatihan harus memiliki rerangka konseptual yang dikomunikasikan kepada setiap peserta, sehingga mereka memiliki gambaran jelas atas seluruh komponen proses manajemen dan memiliki kemampuan untuk memahami hubungan satu komponen dengan komponen lainnya dalam mewujudkan tujuan tersebut pada butir 1.
3. Berencana. Pendidikan dan pelatihan kompetensi manajerial harus dilaksanakan secara berencana, tidak dibiarkan terjadi tanpa konsep yang jelas, sebagaimana pada umumnya pengembangan managerial skill yang dilaksanakan oleh hampir semua perusahaan sekarang ini.
RANGKUMAN
Dalam menghadapi lingkungan bisnis global sekarang ini, organisasi memerlukan manajer yang memiliki managerial skill memadai untuk mampu menghasilkan value bagi pemangku kepentingan. Managerial skill yang sangat diperlukan oleh setiap organisasi yang menghadapi lingkungan bisnis turbulen dan kompetitif adalah: (1) keterampilan dalam menciptakan bisnis dan mengembangkan organisasi yang mendukung bisnis tersebut, (2) keterampilan dalam mengelola perubahan, dan (3) keterampilan dalam mengelola sisi bayangan organisasi.
Dengan menggunakan rerangka konseptual yang jelas tentang pengelolaan untuk menghasilkan (1) customer capital, (2) proses yang produktif dan cost eff ective, (3) modal manusia, modal informasi, dan modal organisasi, serta (4) kinerja keuangan luar biasa berkesinambungan bagi kelangsungan hidup dan pertumbuhan organisasi, manajer memiliki shared model yang dapat digunakan untuk mengomunikasikan proses pengelolaan yang dilaksanakan terhadap organisasi. Untuk menghasilkan manajer yang memiliki managerial skill memadai diperlukan pendidikan dan pelatihan yang efektif.
Pendidikan dan pelatihan manajer seharusnya tidak difokuskan kepada "how to do." Pendidikan dan pelatihan manajer perlu direkayasa kembali, dengan cara mengubah orientasi pendidikan dan pelatihan, dari fokus ke "how to do," ke fokus baru "what to do."
PERTANYAAN
1. Pada dasarnya, apakah yang menjadi tujuan orang bergabung ke dalam organisasi?
2. Pada umumnya, di masa lalu masyarakat menganut paham yang salah dalam memilih orang untuk memegang peran sebagai manajer. Sebutkan kelemahan-kelemahan cara yang dipakai masyarakat dalam memilih orang untuk memegang peran sebagai manajer.
3. Umumnya masyarakat memilih orang untuk menjadi manajer karena orang tersebut memiliki kompetensi di bidang lain, bukan karena orang tersebut memiliki kompetensi manajerial. Lakukan pengamatan terhadap lingkungan Saudara, dan kemudian berikan contoh untuk membuktikan kecenderungan masyarakat dalam memilih manajer tersebut.
30-17
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
3. Manajemen merupakan profesi di dunia ini yang tidak memerlukan persiapan pelatihan dan pengembangan khusus. Setujukah Saudara dengan pernyataan tersebut? Jelaskan jawaban Saudara.
4. Jelaskan bagaimana perusahaan pada umumnya mengembangkan keterampilan manajerial para manajernya, dan jelaskan pula bagaimana dampak kelemahan pengembangan keterampilan manajerial seperti itu.
5. Sebutkan mengapa reskilling manajer diperlukan oleh perusahaan.
6. Agar manajer dapat menjalankan value-adding role di dalam organisasi, jelaskan bagaimana rerangka konseptual untuk mengembangkan keterampilan manajerial mereka.
7. Agar value adding, ke manakah tujuan proses manajemen diarahkan?
8. Di dalam pendidikan dan pelatihan manajer, terdapat dua pendekatan: pendekatan keterampilan proses (process skill approach) dan pendekatan isi (content approach).
a. Jelaskan setiap pendekatan tersebut.
b. Manakah di antara dua pendekatan tersebut yang efektif untuk menghasilkan manajer yang value adding? Jelaskan jawaban Saudara.
9. Agar value adding, salah satu keterampilan yang harus dimiliki oleh manajer adalah kemampuan untuk mengelola perubahan. Mengapa keterampilan dalam mengelola perubahan diperlukan oleh manajer untuk mengelola perusahaan?
10. Agar value adding, salah satu keterampilan yang harus dimiliki oleh manajer adalah kemampuan untuk mengelola sisi bayangan organisasi. Mengapa keterampilan dalam mengelola sisi bayangan organisasi diperlukan oleh manajer untuk mengelola perusahaan?
CATATAN AKHIR
1 Gerard Egan, Adding Value: A Systematic Guide To Business-Driven Management and Leadership (San Francisco: Jossey-Bass Publishers, 1993), h. 9.
2 Egan, h. 2-6.
3 Egan, h. 14.
4 Egan, h. 15.
30-18
LEADERSHIP SKILL
PENDAHULUAN
Untuk menjalankan SPPM sebagaimana yang telah diuraikan dalam Bab 10 sampai dengan Bab 29, perusahaan memerlukan banyak leaders yang memiliki leadership skill memadai. Untuk mengarungi lingkungan bisnis yang kompleks dan turbulen, perusahaan memerlukan banyak leaders dalam menjalankan organisasinya, tidak cukup hanya memiliki leaders yang berada di jenjang atas organisasi. Turbulensi lingkungan bisnis yang dihadapi perusahaan menuntut kemampuan leaders perusahaan untuk senantiasa memperbarui mindset seluruh personel perusahaan dan melakukan penyesuaian atas struktur dan SPPM yang digunakan untuk menjalankan bisnis perusahaan.
Dalam organisasi pada umumnya, sering kita jumpai seseorang yang memegang posisi leadership tidak menghasilkan kinerja bagi organisasi yang dipimpinnya. Timbul pertanyaan: "Sebenarnya kinerja macam apa yang diharapkan dari leader?" Banyak penyebab yang menjadikan leader tidak menghasilkan kinerja bagi organisasi yang dipimpinnya. Pertama, kemungkinan leader tidak memahami kinerja yang diharapkan dari posisinya sebagai leader. Kedua, kemungkinan leader tidak memahami peran leadership yang disandangnya. Ketiga, kemungkinan leader tidak memiliki leadership skill yang diperlukan untuk menghasilkan kinerja leadership. Keempat, kemungkinan leader tidak memiliki semangat untuk memfokuskan dan mendorong usahanya dalam menghasilkan kinerja leadership.
Diperlukan rerangka konseptual kinerja leadership untuk memberikan peta bagi para leader tentang komponen yang diperlukan untuk membangun kinerja leadership bagi organisasi. Oleh karena perwujudan kinerja leadership melibatkan banyak personel di dalam organisasi, diperlukan rerangka konseptual yang dapat dijadikan sebagai working model, sehingga leader dapat menghasilkan kinerja leadership.
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
Bab ini menyajikan rerangka konseptual untuk membangun kinerja leadership. Lingkungan bisnis global yang turbulen dan kompetitif menuntut kemampuan leadership dari para eksekutif dan dari seluruh anggota organisasi. Kemampuan leader di dalam menjadikan organisasi sebagai mission and strategy-focused, vision-directed, philosophy-driven, dan value-based institution dapat menjamin kelangsungan hidup dan pertumbuhan perusahaan di lingkungan bisnis tersebut. Untuk membangun perusahaan semacam itu, eksekutif memerlukan rerangka konseptual sebagai working model. Bab ini menguraikan rerangka tersebut dan pemanfaatannya.
PERLUNYA DICHOTOMY ANTARA MANAGERSHIP DENGAN LEADERSHIP
Mengapa kita perlu mengadakan dichotomy antara managership dengan leadership? Jawaban atas pertanyaan tersebut adalah karena terjadinya perubahan pada perubahan itu sendiri.
Sudah kita kenal sebelumnya bahwa di dunia ini yang konstan hanya per­ubahan. John F. Kennedy mengemukakan kata bij ak tentang perubahan berikut ini: "Change is law of life and those who look only to the past and present are certain to miss the future." Oleh karena itu, perubahan merupakan sesuatu yang sudah biasa kita kenal sebelum ini. Namun, ada apa dengan perubahan yang terjadi di masa kini?
Globalisasi menjadikan lingkungan bisnis sangat bergolak, penuh dengan perubahan. Meskipun sejak dahulu, perubahan senantiasa terjadi di dunia ini, perubahan dalam era globalisasi ini sangat berbeda sifatnya dengan era sebelumnya. Perubahan yang terjadi dalam era globalisasi memiliki karakteristik: (1) radikal, (2) serentak, (3) pesat, (4) konstan, dan (5) pervasif.
Perubahan radikal sangat mudah dilakukan karena semakin ekstensifnya pemakaian komputer di hampir semua arena kehidupan manusia. Komputer mengambil alih semua pekerjaan yang bersifat tedious, sehingga membuka kesempatan bagi manusia untuk mengembangkan kreativitas mereka. Dengan menggunakan CAD (computer assisted design) para engineer dapat membuat desain produk dengan sangat mudah dan cepat. Dengan menggunakan CAE (computer assisted engineering) para engineer dapat dengan mudah menguji desainnya. Di bidang desain sistem informasi, penggunaan CASE (computer assisted software engineering), memungkinkan system analyst meningkatkan kreativitasnya dalam pengembangan sistem informasi yang berdaya guna bagi pemakai informasi.
Era globalisasi juga ditandai dengan kemajuan pesat di bidang telekomunikasi dan transportasi yang dampaknya berupa percepatan pengomunikasian setiap perubahan yang terjadi ke seluruh dunia. Telekomunikasi dan transportasi me-ngakibatkan perubahan yang terjadi di dunia menjadi pervasif—merembes ke semua aspek kehidupan, dan menjadi serentak—dengan cepat menyebar ke seluruh penjuru dunia.
Dengan demikian, perusahaan-perusahaan Indonesia menghadapi lingkung­an bisnis yang turbulen. Dalam kondisi demikian, kemampuan managership yang
31-20
BAB 31: LEADERSHIP SKILL
telah membawa keberhasilan para manajer dalam memimpin perusahaan di masa lalu, perlu dipertanyakan kembali efektivitasnya. Untuk menjalankan organisasi bisnis dalam lingkungan bisnis global yang turbulen diperlukan kemampuan leadership. Dichotomy antara managership dengan leadership diperlukan untuk:
1. Menyadarkan para eksekutif Indonesia bahwa untuk menjalankan bisnis perusahaan berdasarkan SPPM dalam lingkungan bisnis global yang turbulen, mereka dituntut untuk memiliki leadership skill.
2. Karena di masa lalu managership skill pernah terbukti membawa keberhasilan bagi perusahaan Indonesia, kecenderungan functional fi xation1 di kalangan eksekutif Indonesia dapat terjadi dalam menaf sirkan konsep leadership. Oleh karena itu, dichotomy antara managership dengan leadership diperlukan untuk mengatasi kemungkinan terjadinya functional fi xation tersebut.
MANAGERSHIP VERSUS LEADERSHIP
Dalam era globalisasi, setiap organisasi membutuhkan manajer dan leaders untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Dalam organisasi di masa yang akan datang, memasuki lingkungan bisnis global yang sangat turbulen membutuhkan misi, visi, core beliefs, core values, dan strategi. Misi menggambarkan the chosen track yang akan ditempuh oleh perusahaan dalam menuju ke masa depan. Visi menggambarkan kondisi masa depan yang hendak. Core beliefs merupakan keyakinan kebenaran misi, visi, dan cara yang ditempuh untuk mewujudkan visi. Tata nilai (core values) adalah nilai-nilai yang dij unjung tinggi oleh seluruh anggota organisasi dalam mewujudkan visi melalui misi yang mereka pilih. Strategi adalah pola pengerahan dan pengarahan seluruh sumber daya organisasi untuk mewujudkan visi organisasi.
Dalam organisasi masa yang akan datang, misi, visi, core beliefs, core values, strategi, komunikasi, inovasi, fl eksibilitas, dan dorongan dari dalam diri merupakan komponen yang sangat dibutuhkan organisasi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan bertumbuh. Dibutuhkan eksekutif dengan atribut baru, seorang leader yang bertindak sebagai fasilitator, bukan yang otokratis; seorang yang mampu menghargai ide orang lain, bukan yang mempertahankan idenya sendiri.
Managership berbeda dengan leadershipb dalam beberapa hal berikut ini:
1. Leadership berhubungan dengan top line: "Apa yang ingin kita hasilkan?" Managership berkaitan dengan bottom line: "Bagaimana kita menghasilkan sesuatu dengan cara terbaik?"
2. Leadership melaksanakan sesuatu yang tepat; managership melaksanakan dengan benar sesuatu.
3. Leadership menentukan apakah tangga disandarkan pada dinding yang tepat; managership berkaitan dengan efi siensi dalam pemanjatan tangga menuju keberhasilan.
4. Leadership berkaitan dengan inovasi dan pemicuan inisiatif; managership berkaitan dengan pengopian, dan pengelolaan status quo.
31-21
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
5. Leadership berkaitan dengan "apa" dan "mengapa;" managership berkaitan dengan "bagaimana."
6. Leadership berkaitan dengan kepercayaan (trust)—berkaitan dengan manusia; managershipberkaitan dengan sistem, pengendalian, prosedur, kebijakan, dan struktur.
Dengan demikian, kinerja manajerial—kinerja yang dituntut dari seseorang yang memegang posisi manajerial—berbeda dengan kinerja leadership. Kinerja manajerial berkaitan dengan bottom line—untuk menjadikan organisasi sebagai wealth-creating institutionc —lembaga yang mampu menghasilkan fi nancial returns memadai melalui penyediaan produk dan jasa secara cost eff ective bagi customer. Kinerja leadership—kinerja yang dituntut dari seseorang yang memegang posisi leadership—berkaitan dengan top line—menjadikan organisasinya sebagai mission-focused, vision-directed, philosophy-driven, dan value-based institution.
Leader adalah orang yang memiliki kemampuan untuk menciptakan visi yang mengandung kewajiban untuk mewujudkannya, yang membawa orang lain ke tempat yang baru, yang memiliki kemampuan untuk mewujudkan visinya ke dalam kenyataan. Leader memiliki kemampuan untuk: (1) berpikir melampui realitas sekarang, (2) menciptakan sesuatu yang belum pernah ada, dan (3) mencapai suatu keadaan yang belum pernah dialami sebelumnya. Leader memiliki kemampuan menarik orang lain untuk secara bersama-sama mewujudkan visinya. Apa yang dilakukan oleh leader adalah menginspirasi orang lain, dan memberdayakan orang lain untuk mewujudkan visinya. Leaders menarik orang lain, bukan mendorong orang lain.
Usaha untuk menjadi seorang leader bukan sesuatu yang mudah untuk dilaksanakan, sebagaimana tidak mudah pula untuk menjadi seorang dosen, dokter, atau pujangga. Oleh karena itu, jika orang mengatakan bahwa menjadi leader adalah mudah, orang tersebut sebenarnya membohongi dirinya sendiri. Namun, belajar untuk memimpin sebenarnya jauh lebih mudah dibandingkan dengan yang kita perkirakan, karena kita masing-masing memiliki potensi untuk menjadi seorang leader. Proses untuk menjadi seorang leader persis sama dengan proses untuk menjadi manusia penuh (integrated human being). Leader memegang kepercayaan orang lain, yang dapat terdiri atas bawahan, pengikut, staf, rekan kerja lain. Pengikut mengharapkan leader untuk menaf sirkan realitas, menjelaskan kenyataan sekarang, dan melukiskan gambaran masa depan (visi) yang harus diwujudkan. Leader memerlukan rerangka konseptual untuk membangun kinerja leadership yang menjadi tanggung jawabnya dan untuk membangun leadership potensial seluruh anggota organisasi.
DI TAHAP MANAKAH LEADERSHIP SKILL DAN MANAGERSHIP SKILL DITERAPKAN DALAM PROSES SPPM?
Proses SPPM terdiri atas enam sistem: sistem perumusan strategi, sistem perencanaan strategik, sistem penyusunan program, sistem penyusunan anggaran,
31-22
BAB 31: LEADERSHIP SKILL
SISTEM PERUMUSAN STRATEGI
TRENDWATCHING
Hasil analisis lingkungan makro, industri, dan lingkungan kompetitif
SWOT ANALYSIS
Peluang, ancaman, kekuatan dan kelemahan
ENVISIONING
Misi, visi, keyakinan dasar, dan nilai dasar
PEMILIHAN STRATEGI
Strategi
t ...... t
SISTEM PERENCANAAN STRATEGIK
PENERJEMAHAN ^
Company Scorecard
CASCADING PROCESS
Mission Center Scorecard, Service Center Scorecard, Team and Personal Scorecard
SISTEM PENYUSUNAN PROGRAM
PENJABARAN ^
Program: Long-Range Profi t Plan
SISTEM PENYUSUNAN ANGGARAN
PENJABARAN ^
Budget: Short-Range Profi t Plan
SISTEM PENGIMPLEMENTASIAN
PENGIMPLEMENTASIAN RENCANA ^
Pelaksanaan rencana
SISTEM PEMANTAUAN
PEMANTAUAN ^
Feedback information
LEADERSHIP SKILL
MANAGERSHIP SKILL
Gambar 31.1 Kebutuhan Leadership Skill dan Managership Skill dalam Proses SPPM
sistem pengimplementasian, dan sistem pemantauan. Leadership skill diperlukan dalam sistem perumusan strategi dan sistem perencanaan strategik. Managership skill diperlukan dalam sistem penyusunan program, sistem penyusunan anggaran, sistem pengimplementasian, dan sistem pemantauan. Gambar 31.1 melukiskan dua sistem dalam proses SPPM yang memerlukan leadership skill dan empat sistem yang memerlukan managership skill.
Leadership skill diperlukan oleh perusahaan dalam sistem perumusan strategi dan sistem perencanaan strategik. Dalam sistem perumusan strategi, leadership skill dibutuhkan untuk: (1) trendwatching—membaca tren perubahan lingkungan makro, lingkungan industri, dan lingkungan persaingan, (2) SWOT analysis — mengidentifi kasi peluang dan ancaman yang berasal dari lingkungan luar dan kekuatan dan kelemahan internal perusahaan, (3) envisioning—rekonfi rmasi atau redefi nisi misi, visi, tujuan, keyakinan dasar, dan nilai dasar perusahaan, (4)
31-23
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
pemilihan strategi—pemilihan pola pengerahan dan pengerahan seluruh sumber daya organisasi untuk mewujudkan visi organisasi. Dalam sistem perencanaan strategik, leadership skill dibutuhkan untuk: (1) menerjemahkan misi, visi, keyakinan dasar, nilai dasar, dan strategi ke dalam company scorecard—yang berisi strategy map, scorecard, dan action plan untuk perusahaan secara keseluruhan, (2) cascading company scorecard ke dalam mission center scorecard, cascading mission center scorecard ke service center scorecard, dan cascading mission center scorecard dan service center scorecard ke team and personal scorecard. Sistem perumusan strategi dan sistem perencanaan strategik berkaitan dengan perencanaan perubahan ke arah yang belum pernah di alami oleh perusahaan. Dengan demikian, kedua sistem tersebut berkaitan dengan efektivitas perusahaan dalam menggambarkan kondisi perusahaan di masa depan yang hendak diwujudkan. Oleh karena itu kedua sistem tersebut menuntut leadership skill.
Managership skill diperlukan perusahaan dalam sistem penyusunan program, sistem penyusunan anggaran, sistem pengimplementasian, dan sistem pemantauan. Sistem penyusunan program berupa kegiatan penjabaran inisiatif strategik ke dalam program dan pengalokasian investasi ke dalam program beserta penghitungan pendapatan dan arus kas masuk yang diprakirakan akan diperoleh dan biaya dan arus kas keluar yang diprakirakan akan dikeluarkan selama umur program. Keempat sistem tersebut menuntut keteraturan dalam mewujudkan perubahan yang ditetapkan dalam sistem perumusan strategi dan sistem perencanaan strategik, oleh karena itu membutuhkan managership skill.
Dalam memasuki lingkungan bisnis turbulen dan kompetitif, eksekutif perusahaan perlu memperhatikan peringatan dari Warren G. Bennis berikut ini: "Failing organizations are usually over-managed and under-led." Organisasi yang gagal umumnya dikelola dengan menitikberatkan pada sistem penyusunan program, sistem penyusunan anggaran, sistem pengimplementasian, dan sistem pemantauan, dan hanya sedikit perhatian dicurahkan ke sistem perumusan strategi dan sistem perencanaan strategik.
MENUJU MASYARAKAT YANG DI DALAMNYA KNOWLEDGED WORKERS DOMINAN
Masyarakat sekarang sedang menggeser teknologi yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dari hard automation ke smart technology. Smart technology ini hanya akan produktif di tangan knowledged workers. Dengan semakin meluasnya pemanfaatan smart technology di semua aspek kehidupan masyarakat, semakin dominan peran knowledged workers dalam menghasilkan produk dan jasa bagi kepentingan masyarakat.
Knowledged workers dituntut kreativitasnya dalam memanfaatkan smart technology untuk menghasilkan produk dan jasa bagi kepentingan masyarakat. Mereka memiliki karakteristik berikut ini:
1. Memiliki kandungan pengetahuan memadai.
2. Memiliki kegairahan tinggi untuk mewujudkan kandungan pengetahuannya ke dalam produk dan jasa yang dihasilkannya.
31-24
BAB 31: LEADERSHIP SKILL
3. Menjunjung tinggi otonomi.
4. Bekerja bukan karena diperintah melalui kekuasaan, melainkan atas dasar core beliefs tentang visinya.
Berdasarkan uraian mengenai gambaran lingkungan bisnis global dan karakteristik knowledged workers yang akan secara dominan menjalankan organisasi bisnis di masa depan, dapat disimpulkan bahwa organisasi bisnis membutuhkan tipe eksekutif baru, yang tidak sekadar memiliki managership skill, namun yang memiliki leadership skill tinggi.
KINERJA LEADERSHIP
Orang yang memegang posisi leadership perlu memahami kinerja apa yang dituntut darinya untuk dapat memenuhi persyaratan peran, kompetensi inti, dan usaha yang diperlukan dalam menghasilkan kinerja tersebut. Secara singkat leader organisasi dituntut untuk menghasilkan perubahan yang diperlukan agar organisasi mampu bertahan hidup dan bertumbuh dalam lingkungan bisnis yang dimasukinya. Oleh karena lingkungan bisnis global sekarang ini sangat turbulen dan kompetitif, organisasi sangat memerlukan leader untuk menciptakan perubahan-perubahan yang diperlukan organisasi, agar organisasi mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan bisnis. Bahkan, karena perubahan di lingkungan bisnis global telah menjadi pesat, serentak, radikal, konstan, dan pervasif, leader dituntut untuk membangkitkan leadership potensial semua anggota organisasi, sehingga organisasi memiliki banyak leader untuk mampu secara responsif menghadapi perubahan atau menciptakan perubahan yang diperlukan.
Untuk menghasilkan kinerja leadership dan membangkitkan leadership potensial seluruh anggota organisasi, leader memerlukan rerangka konseptual sebagai working model.
RERANGKA KONSEPTUAL KINERJA LEADERSHIP
Rerangka konseptual kinerja leadership (conceptual framework of leadership performance) adalah suatu struktur komponen-komponen yang membentuk kinerja orang yang memegang posisi leadership. Rerangka konseptual ini dipakai sebagai model untuk membangun kinerja leadership yang bersifat abstrak. Setiap komponen yang membentuk rerangka konseptual ini dapat dikembangkan lebih lanjut secara lebih rinci dan bersifat konseptual pula.
Mengapa kinerja leadership memerlukan rerangka konseptual? Rerangka konseptual kinerja leadership dibutuhkan untuk:
1. Memungkinkan orang yang memegang posisi leadership memahami kinerja yang dituntut darinya dan peran, kompetensi inti, serta usaha yang diperlukan untuk menghasilkan kinerja tersebut.
2. Memungkinkan leader membangkitkan leadership potensial seluruh anggota organisasi, sehingga organisasi secara responsif mampu menghadapi perubahan, bahkan dapat menciptakan perubahan yang diperlukan.
31-25
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
\l_ Leadership Skill
V
LA d
g
V
Bakat dan Kemampuan
Risk an Learnin
_5_ Menjadikan Organisasi sebagai Misson and Strategy-Focused, Vision-Directed, Philosophy-Driven, dan Value-Based
(
y
—►
L
Usaha
4
LL
Kinerja
Belief a Courag
nd e
Persepsi tentang Peran
Institution
(
[± Value-Adding Role
Gambar 31.2 Rerangka Konseptual Kinerja Leadership
Rerangka konseptual kinerja leadership disajikan pada Gambar 31.2. Sebagai working model, rerangka konseptual kinerja leadership tersebut menunjukkan seluruh komponen yang perlu dibangun dalam mewujudkan kinerja leadership.
Penjelasan Singkat Rerangka Konseptual Kinerja Leadership
Kinerja leadership (kotak # 1) ditentukan oleh tiga faktor: bakat dan kemampuan (kotak # 2), persepsi tentang peran (kotak # 3), dan usaha (kotak # 4).4
Kinerja leadership pada dasarnya adalah untuk menjadikan organisasi yang dipimpinnya sebagai mission and strategy-focused, vision-directed, philosophy-driven, dan value-based institution (kotak # 5).
Oleh karena leader dituntut untuk menghasilkan kinerja leadership seperti tersebut di atas, maka leader perlu memahami value-adding role (kotak #6) yang disandangnya. Untuk mampu melaksanakan value-adding role tersebut, leader perlu memiliki leadership skill (kotak # 7) yang memadai.
Usaha (kotak # 4) merupakan faktor yang menentukan apakah bakat dan kemampuan yang dimiliki oleh leader (kotak # 2) dan persepsi tentang peran (kotak # 3) mampu menghasilkan kinerja leadership (kotak # 1). Untuk mampu menjadikan organisasinya sebagai mission and strategy-focused, vision-directed, philosophy-driven, dan value-based institution (kotak # 5), leader memerlukan sarana untuk memacu usahanya dan usaha seluruh anggota organisasi. Risk dan learning (kotak # 8) merupakan pemacu usaha leader dan seluruh anggota organisasi untuk mewujudkan kinerja leadership. Beliefs dan courage (kotak # 9) merupakan pemacu semangat leader dan seluruh anggota organisasi dalam usaha mewujudkan kinerja leadership.
31-26
BAB 31: LEADERSHIP SKILL
KINERJA YANG DITUNTUT DARI LEADER
Dalam posisinya sebagai leader, kinerja apa yang dituntut darinya? Penentuan kinerja macam apa (kotak # 1) yang dituntut dari seorang leader sangat menentukan peran yang disandangnya (kotak # 3), bakat dan kemampuan (kotak # 2) yang diperlukan untuk melaksanakan peran tersebut, serta usaha (kotak # 4) yang dicurahkan untuk mewujudkan bakat dan kemampuan dalam peran yang dipegangnya.
Di dalam memimpin organisasi, pada dasarnya leader dituntut menghasilkan kinerja untuk menjadikan organisasinya sebagai mission and strategy-focused, vision-directed, philosophy-driven, dan value-based institution (kotak # 5).
Mengapa Leader Dituntut untuk Menjadikan Organisasi Sebagai Mission and Strategy-Focused, Vision-Directed, Philosophy-Driven, and Value-Based Institution?
Organisasi sekarang dan di masa yang akan datang memasuki lingkungan bisnis turbulen dan kompetitif. Lingkungan bisnis ini ditandai dengan customer yang memegang kendali bisnis dan kompetisi sangat tajam dalam memperebutkan pilihan customer. Hanya organisasi yang menempuh focus strategy yang memiliki kemampuan untuk memasuki lingkungan bisnis seperti itu.
Focus strategy diwujudkan dengan merumuskan misi dan visi organisasi. Melalui misi dan strategi organisasi, seluruh sumber daya organisasi dicurahkan ke core business organisasi. Dengan merumuskan visi organisasi, seluruh sumber daya organisasi diarahkan untuk mewujudkan perubahan yang digambarkan dalam visi tersebut. Misi, visi, dan strategi organisasi dapat digunakan untuk mengerahkan seluruh sumber daya organisasi ke suatu fokus, sehingga mampu menghasilkan energi yang luar biasa besarnya untuk mengarungi lingkungan bisnis turbulen dan kompetitif.
Mission and Strategy-Focused Institution. Untuk memahami mengapa organisasi memerlukan misi, perlu dipahami lebih dahulu karakteristik organisasi. Organisasi adalah suatu institusi yang dibentuk untuk tujuan khusus. Dengan demikian, organisasi hanya akan efektif jika dipusatkan untuk melaksanakan satu tugas.5 Organisasi adalah alat. Oleh karena itu, sebagaimana alat yang lain, semakin spesifi k tugas yang diberikan terhadap alat tersebut, semakin tinggi kinerja yang dihasilkan oleh alat tersebut.
Oleh karena organisasi terdiri atas orang-orang yang ahli dalam bidang tertentu masing-masing (spesialis), maka organisasi memerlukan misi organisasi yang jelas bagi setiap anggota organisasi agar mereka tidak bingung di jalan mana mereka akan menuju ke masa depan. Jika organisasi tidak menetapkan misinya dengan jelas, para spesialis tersebut akan berjalan di bidang yang menjadi spesialisasinya, tidak menempuh jalan umum yang menjadi pilihan bersama oleh organisasi untuk menuju ke masa depan. Hanya dengan misi bersama yang jelas dan terfokus, setiap anggota organisasi akan terikat bersama dalam suatu jalan umum (bukan jalan yang dikenal oleh anggota organisasi secara individual),
31-27
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
sehingga menjadikan organisasi menghasilkan keluaran yang bermanfaat bagi customer organisasi tersebut. Tanpa misi yang terfokus, organisasi akan segera kehilangan kredibilitasnya, karena setiap anggota organisasi mengambil jalan yang berbeda-beda menuju masa depan mereka.
Strategi merupakan pola tindakan untuk pengerahan dan pengarahan seluruh sumber daya organisasi dalam perwujudan visi organisasi. Strategi menjadi pemfokus pengerahan seluruh sumber daya organisasi sehingga mampu menimbulkan kekuatan luar biasa bagi organisasi dalam mewujudkan visinya.
Vision-Directed Institution. Untuk memfokuskan aktivitas organisasi, di samping misi, diperlukan arah yang jelas di masa depan yang hendak dituju oleh organisasi. Visi organisasi memberikan gambaran kondisi masa depan yang hendak dicapai oleh organisasi melalui misi pilihan organisasi. Tanpa arah umum masa depan yang hendak dituju bersama, misi organisasi yang telah ditetapkan tidak akan membawa organisasi ke arah mana pun. Oleh karena organisasi terdiri atas spesialis, yang memiliki gambaran masa depan masing-masing, agar organisasi efektif, maka diperlukan visi yang memberikan gambaran umum arah di masa depan yang hendak dituju bersama oleh anggota organisasi. Dengan visi, setiap anggota organisasi dapat memberikan kontribusinya sesuai dengan spesialisasinya masing-masing dalam mewujudkan apa yang digambarkan dalam visi organisasi.
"Where there is no vision, the people perish."6 Peribahasa tersebut berlaku baik untuk negara, organisasi, maupun individu. Dalam menghadapi lingkungan yang turbulen seperti sekarang ini, organisasi senantiasa perlu menjalani perubahan. Tanpa memiliki kemampuan untuk berubah, organisasi akan terlindas oleh perubahan itu sendiri, yang tidak bisa tidak pasti datang. Oleh karena itu, organisasi perlu merumuskan visi, suatu perubahan yang akan diwujudkan di masa depan. Organisasi yang tidak merumuskan misi dan visi atau tidak mengomunikasikan misi dan visi organisasi kepada seluruh anggota organisasi akan menjadikan organisasi tersebut mengerjakan apa saja kecuali yang penting.
Philosophy-driven institution. Organisasi juga memerlukan keyakinan dasar (core beliefs atau philosophy) bersama yang dilekatkan pada misi dan visi organisasi, serta cara yang ditempuh untuk mewujudkan visi tersebut. Orang tidak akan menempuh misi dan tidak akan mewujudkan visi melalui jalan yang telah dipilih, jika ia tidak memiliki keyakinan bahwa misi dan visi tersebut mengandung kebenaran. Untuk mewujudkan visi melalui misi yang telah dipilih, organisasi memerlukan energi yang luar biasa besarnya. Energi ini hanya dapat diperoleh melalui pengerahan energi yang dimiliki oleh anggota organisasi. Oleh karena itu, untuk mengerahkan dan memusatkan seluruh energi anggota organisasi ke perwujudan visi organisasi melalui misi yang telah dipilih, diperlukan penanaman dan penumbuhan core beliefs dalam diri masing-masing anggota organisasi. Core beliefs organisasi merupakan keyakinan umum yang perlu dimiliki setiap anggota untuk memicu dan mengerahkan energi mereka dalam mewujudkan visi organisasi melalui misi yang telah dipilih.
31-28
BAB 31: LEADERSHIP SKILL
"We do what we belief," demikianlah kata bij ak untuk melukiskan peran keyakinan dalam menentukan tindakan orang. Jika orang tidak yakin bahwa kecepatan dan cost eff ectiveness itu sangat menentukan kelangsungan hidup organisasinya, ia tidak akan dengan sepenuh hati memberikan kontribusi kepada organisasinya untuk mempercepat layanan bagi customer dengan kegiatan yang cost eff ective.
Untuk berhasil dalam perjalanan mewujudkan visi, organisasi harus memiliki semangat besar, karena semangat inilah yang menjadi gudang energi yang dibutuhkan untuk mendorong mereka maju dalam mewujudkan visi organisasi. Semangat ibarat bekal yang harus dibawa oleh orang yang melakukan perjalanan panjang. Bagaimana pun indah dan jelasnya tempat yang akan dituju (visi), jika dalam perjalanan orang kehabisan bekal, ia tidak akan berhasil mencapai tempat yang dituju tersebut.
Semangat besar hanya dapat dibangun dalam diri orang jika orang tersebut memiliki: (a) keyakinan kuat tentang kebenaran visinya dan (b) keberanian dalam melakukan eksplorasi terhadap daerah yang belum dikenal sebelumnya.
Keyakinan kuat tentang kebenaran visi menjadi pemacu energi luar biasa dalam diri seseorang untuk mengadakan perjalanan yang diperlukan dalam mewujudkan visi. Keyakinan kuat terhadap kebenaran visi akan menjadikan visi suatu conditio sine qua non—keadaan yang harus diwujudkan; compelling vision.
Value-Based Institution . Organisasi juga memerlukan nilai-nilai untuk menjadi sinar pemandu ( guiding light) bagi anggotanya untuk memilih alternatif dalam proses pengambilan keputusan. Perjalanan mewujudkan visi melalui misi pilihan memerlukan kontribusi dari seluruh anggota organisasi. Dalam melaksanakan perjalanan, setiap anggota organisasi akan menghadapi berbagai pilihan alternatif yang perlu diputuskan untuk dipilih dan dilaksanakan. Mereka memerlukan sinar pemandu dalam memilih alternatif terbaik bagi pencapaian visi organisasi. Organisasi perlu memutuskan nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam melakukan pemilihan alternatif. Core values pilihan organisasi akan memberikan panduan umum dalam melakukan pemilihan alternatif. Tanpa core nilai-nilai yang ditetapkan organisasi, spesialis akan menggunakan nilai mereka masing-masing dalam pengambilan keputusan, sehingga dapat mengakibatkan setiap anggota mengerjakan apa saja kecuali yang baik.
VALUE-ADDING ROLE
Untuk mampu menghasilkan kinerja sebagaimana digambarkan di atas, leader perlu menyadari perannya. Peran adalah tanggung jawab, perilaku, atau kinerja yang diharapkan dari seseorang yang bertanggung jawab atas posisi tertentu.7 Jika dalam peran seseorang tidak terdapat perilaku yang diperlukan untuk menghasilkan kinerja tertentu, orang tersebut tidak akan berperilaku sebagaimana yang diperlukan, sehingga akibatnya tidak akan menghasilkan kinerja sebagaimana yang diharapkan.
Peran leader untuk memungkinkan organisasi sebagai mission and strategy-focused, vision-directed, philosophy-driven, dan value-based institution terdiri atas tiga
31-29
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
macam berikut ini: (1) ing ngarsa sung tulada, (2) ing madya mangun karsa, (3) tut wuri handayani.
Ing Ngarsa Sung Tulada (Path Finding)
Seorang leader harus berada di depan sebagai tokoh teladan. Apa makna "di
depan leader memberikan teladan?"
1. Leader memiliki visi, kemampuan untuk: (1) melihat melampaui realitas sekarang, (2) menciptakan sesuatu yang belum pernah ada sebelumnya, dan (3) mencapai keadaan yang belum pernah dialami sebelumnya. Visi menjadikan leader terdepan dalam cara berpikir, melampaui orang pada umumnya. Visi menjadikan leader terbuka terhadap hal-hal baru yang merupakan tren masa depan. Leader adalah trend setter.
2. Leader merumuskan visi organisasi dan memiliki komitmen tinggi terhadap visi organisasi yang telah dirumuskan.
3. Leader mengomunikasikan visi organisasi kepada seluruh anggota organisasi agar dalam diri orang tersebut tumbuh komitmen mereka terhadap visi organisasi. Leader mengubah visi organisasi menjadi shared vision.
4. Leader tidak hanya memiliki komitmen terhadap visi organisasi yang telah dirumuskan, namun juga memiliki komitmen terhadap perjalanan untuk mewujudkan visi organisasi menjadi kenyataan.
5. Komitmen seorang leader terhadap visi dan proses untuk mewujudkan visi dikomunikasikan melalui perilaku yang mudah diamati oleh seluruh anggota organisasi.
6. Leader adalah tokoh teladan yang merupakan orang terdepan dalam menghayati misi organisasi, terdepan dalam menunjukkan komitmennya terhadap visi organisasi, terdepan untuk mengomunikasikan core beliefs dalam perjalanan mewujudkan visi organisasi, dan terdepan untuk mewujudkan core values ke dalam perilakunya sepanjang perjalanan mewujudkan visi organisasi.
Ing Madya Mangun Karsa (Aligning)
Seorang leader berada di tengah bersama-sama dengan pengikutnya membangkitkan keyakinan dasar (core beliefs) dan nilai dasar (core values) agar para pengikutnya tetap bersemangat tinggi dalam perjalanan mewujudkan visi organisasi. Perjalanan untuk mewujudkan visi ibarat "swimming upstream," perjalanan yang menguras energi, berjangka panjang, dan penuh dengan rintangan. Meskipun leader telah secara jelas menggambarkan visi organisasi yang perlu diwujudkan, namun jika dalam perjalanan mewujudkan visi tersebut dij umpai kegagalan, orang akan cenderung meragukan kebenaran visi dan akan mudah kembali ke cara berpikir dan bertindak yang lama yang telah dikenal sebelumnya. Oleh karena itu, tanpa core beliefs yang kuat terhadap visi yang telah dirumuskan, orang dapat kehilangan semangat dalam perjalanan untuk mewujudkan visi tersebut. Oleh karena itu, leader perlu menanamkan core beliefs
31-30
BAB 31: LEADERSHIP SKILL
kepada anggota organisasi untuk memacu dan mempertahankan semangat anggota organisasi dalam perjalanan mewujudkan visi organisasi.
Seorang leader memiliki kesediaan untuk menerima kegagalan yang dilakukan pengikutnya. Kesediaan ini memacu anggota organisasi untuk melakukan eksperimen—kegiatan yang sangat diperlukan dalam menciptakan improvement berkelanjutan terhadap sistem dan proses yang digunakan untuk menghasilkan value bagi customer. Tidak adanya kegairahan untuk bereksperimen akan menyebabkan tidak terjadinya improvement, dan tidak adanya improvement berarti tidak ada perubahan. Padahal perubahan merupakan sesuatu yang sangat diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup organisasi di lingkungan bisnis turbulen dan kompetitif.
Tut Wuri Handayani (Motivating and Inspiring)
Seorang leader berada di belakang anggota organisasi untuk melakukan pemberdayaan terhadap pengikutnya melalui pendidikan, pelatihan, penyediaan teknologi memadai, serta dukungan. Dukungan seorang leader kepada pengikutnya dapat berupa sumber daya yang diperlukan pengikut untuk mewujudkan visi dan dukungan moral berupa pemberian semangat kepada pengikut, jika mereka kekurang an atau kehilangan semangat dalam perjalanan panjang untuk mewujudkan visi organisasi.
LEADERSHIP SKILL
Agar mampu menjalankan perannya sebagaimana diuraikan di atas, leader perlu memiliki leadership skill tertentu (kotak # 7). Ada tiga leadership skill utama yang perlu dimiliki leader untuk menghasilkan kinerja leadership (yaitu menjadikan organisasi sebagai mission and strategy-focused, vision-directed, philosophy-driven, dan value-based institution): (1) trendwatching, (2) envisioning, dan (3) communicating.
Trendwatching
Trendwatching adalah kemampuan leader untuk mengamati tren perubahan yang akan terjadi di masa depan. We are all continually faced with a series of great opportunities brilliantly disguised as unsolvable problems.9 Dengan kemampuan trendwatching, leader mampu mendeteksi arah perubahan yang akan terjadi di masa depan dan berbagai peluang yang disembunyikan secara cemerlang sebagai masalah-masalah yang tidak dapat dipecahkan tersebut. Kemampuan sebagai trendwatcher menuntut leader untuk memiliki kompetensi tinggi di bidang ilmu dan pengetahuan yang berkaitan dengan sesuatu yang diamati, dan kualitas spiritual yang menjadikan ia mampu mendengar sabda Tuhan yang tidak terucapkan dan mampu membaca sastra Tuhan yang tidak tertulis yang tersimpan dalam sesuatu yang diamati.
Pada hakikatnya, pembentukan masa depan tidak ditentukan dengan memutuskan apa yang harus dikerjakan di masa depan, namun ditentukan dengan memutuskan tindakan apa yang harus dilakukan sekarang yang memiliki
31-31
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
masa depan. Perlu kita sadari bahwa keadaan kita sekarang, atau semua yang kita hadapi sekarang ini merupakan hasil pekerjaan kita di masa lalu. Oleh karena itu, untuk mengamati tren perubahan di masa depan, leader harus mampu mengenali dua macam tren: (1) peristiwa yang akan terjadi di masa depan yang penyebabnya telah terjadi sekarang dan (2) peristiwa yang akan diwujudkan di masa depan yang sejak sekarang telah mulai dirintis.
Envisioning
Envisioning adalah kemampuan leader untuk merumuskan visi organisasi berdasarkan hasil pengamatan terhadap tren perubahan yang akan terjadi di masa yang akan datang. Envisioning pada dasarnya merupakan kemampuan leader untuk menggambarkan perubahan masa depan yang akan diwujudkan. Envisioning merupakan kemampuan leader untuk menggambarkan pikirannya yang melampaui realitas sekarang, kemampuan untuk menggambarkan sesuatu yang akan diciptakan yang belum pernah ada, dan kemampuan untuk menggambarkan kondisi baru yang belum pernah dialami sebelumnya.
Communicating
Di samping memiliki keterampilan dalam merumuskan misi dan visi, leader dituntut untuk memiliki kemampuan merumuskan core beliefs tentang kebenaran misi dan visi serta perjalanan yang ditempuh untuk mewujudkan visi melalui misi pilihan. Lebih lanjut, leader juga dituntut untuk memiliki kemampuan dalam merumuskan core values organisasi yang dapat dipakai anggota organisasi sebagai sinar pemandu dalam mempertimbangkan berbagai alternatif yang ditempuh untuk mewujudkan visi organisasi.
Misi, visi, core beliefs, core values, dan strategi organisasi yang telah dirumuskan tersebut perlu dikomunikasikan oleh leader kepada seluruh anggota organisasi sampai menjadi shared mission, shared vision, shared beliefs, shared values, dan shared strategy. Oleh karena itu, leader dituntut untuk memiliki kemampuan dalam mengomunikasikan misi, visi, core beliefs, core values, dan strategi organisasi melalui dua pendekatan: (1) personal behavior, dan (2) operational behavior.10
Personal behavior. Untuk menunjukkan besarnya komitmen leader terhadap misi, visi, core beliefs, core values, dan strategi organisasi yang telah dirumuskan, leader memberikan contoh melalui perilaku pribadinya. Actions speak louder than words. Melalui sikap, tindakan dan perilakunya, leader mengomunikasikan misi, visi, core beliefs, core values, dan strategi organisasi kepada seluruh anggota organisasi. Melalui personal behavior ini leader menunjukkan integritasnya sebagai leader, dan integritas leader inilah yang menumbuhkan trust dalam diri seluruh anggota organisasi. Trust terhadap leader inilah yang akan mempercepat proses internalisasi misi, visi, core beliefs, core values, dan strategi organisasi ke dalam diri setiap anggota organisasi, sehingga misi, visi, core beliefs, core values, dan strategi organisasi berubah menjadi shared mission, shared vision, shared beliefs, shared values, dan shared strategy.
31-32
BAB 31: LEADERSHIP SKILL
Operational behavior. Leader dapat menempuh cara pengomunikasian misi, visi, core beliefs, core values, dan strategi organisasi dengan merancang sistem yang digunakan untuk menginternalisasikan misi, visi, core beliefs, core values, dan strategi tersebut. Melalui cascading process sebagaimana yang telah dibahas dalam Bab 24 Cascading Process, misi, visi, core beliefs, core values, dan strategi organisasi dikomunikasikan dan diinternalisasi ke dalam diri setiap personel organisasi. Pengomunikasian misi, visi, core beliefs, core values, dan strategi organisasi melalui personal behavior terbatas lingkupnya. Melalui operational behavior, lingkup komunikasi menjadi semakin luas, karena cascading process melibatkan seluruh personel organisasi dan bersifat berulangkali.
PEMBANGKIT DAN PEMACU USAHA
Komponen ketiga yang merupakan faktor penentu kinerja leadership adalah usaha (kotak # 4). Leadership skill yang dimiliki leader dan persepsi jelas mengenai peran mereka tidak akan mampu menghasilkan kinerja leadership (menjadikan organisasi sebagai mission and strategy-focused, vision-directed, philosophy-driven, dan value-based institution) jika leader gagal dalam memacu semangat seluruh anggota organisasi dalam mengerahkan usaha mereka mewujudkan kinerja tersebut.
The land of excellent is safely guarded from unworthy intruder. At the gates stand two fearsome sentries—risk and learning. The keys to entrance are faith and courage.11 Jika personel memiliki visi untuk menjadikan perusahaannya unggul di masa depan, mereka perlu menyadari bahwa mereka harus melakukan perjalanan yang jarang dilalui orang kebanyakan. Mengapa? Karena kebanyakan orang akan enggan mengayunkan langkah pertama, setelah mengetahui risiko yang akan mereka hadapi selama perjalanan dan setelah mengetahui pengorbanan yang harus dilakukan dalam perjalanan. Atau mereka kebanyakan gagal dalam langkah-langkah awal perjalanan mereka karena: (a) tidak mampu belajar dari kegagalan yang mereka alami, (b) tidak memiliki keyakinan dasar yang kuat mengenai kebenaran visi mereka dan tidak memiliki keberanian, padahal keyakinan dan keberanian inilah yang merupakan kunci menuju ke pintu gerbang keunggulan, dan (c) tidak memiliki kesabaran dalam perjalanan mewujudkan visi mereka. It's the start that stops most people.
Risk dan Learning sebagai Pembangkit Usaha
Visi merupakan perubahan—suatu keadaan yang belum pernah dialami sebelumnya. Setiap perubahan mengandung ketidakpastian dan kemungkinan gagal. Oleh karena itu, perjalanan mewujudkan visi sering kali diibaratkan sebagai: "walking naked into the land of uncertainty"12—suatu perjalanan yang dilakukan dengan meninggalkan apa yang telah kita miliki sebelumnya (sehingga ibarat telanjang), untuk menuju ke suatu keadaan yang belum pernah kita alami (yang penuh dengan ketidakpastian).
Ketidakpastian menimbulkan risiko, dan risiko kegagalan dalam mewujudkan visi menimbulkan kesempatan untuk belajar (learning). Keberanian leader untuk mengambil risiko dalam usaha mewujudkan visi dan kemampuan leader untuk
31-33
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
senantiasa mempelajari setiap kegagalan yang dialaminya, akan meningkatkan komitmen leader terhadap usaha mewujudkan visi, melalui misi, dan berlandaskan nilai-nilai organisasi.
Jika orang telah memiliki keyakinan kuat tentang kebenaran visinya, mengapa masih saja orang gagal dalam mewujudkan visinya? Perjalanan untuk mewujudkan visi memerlukan core values yang appropriate: kesabaran. Kesabaran adalah kemampuan seseorang untuk menyalurkan energinya secara teratur dan ajeg (konstan) ke usaha untuk mewujudkan visinya, sampai dengan terwujudnya visi tersebut. Energi untuk mewujudkan visi timbul karena keyakinan kuat tentang kebenaran visi, dan kemampuan untuk menyalurkan energi diatur melalui kesabaran.
Kesabaran hanya dimiliki oleh orang yang memiliki kesadaran bahwa perjalanan untuk mewujudkan visi merupakan suatu proses, dan setiap proses memerlukan waktu. Ada proses yang telah diketahui secara pasti waktunya (seperti proses untuk menetaskan telur ayam yang memerlukan waktu 21 hari dengan derajat panas tertentu) dan ada proses yang belum diketahui secara pasti waktunya. Dalam menghadapi proses (baik yang telah diketahui maupun yang belum diketahui waktunya secara pasti), orang senantiasa dituntut untuk memiliki kesabaran. Ketidaksabaran akan menyebabkan orang memaksa proses yang memiliki siklus waktu tersendiri, dan akan berakibat kandasnya perjalanan dalam mewujudkan visi orang tersebut.
Kesabaran juga hanya dimiliki oleh orang yang mempunyai kemampuan untuk menerima kegagalan. Kesediaan untuk menerima kegagalan akan menumbuhkan keberanian untuk bereksperimen, dan keberanian inilah yang memacu perubahan. Sebetulnya tidak ada masalah dengan kegagalan, karena setiap usaha untuk mengadakan perubahan, terdapat di dalamnya risiko untuk gagal. Masalah akan timbul jika kegagalan yang terjadi mengakibatkan penghentian usaha untuk melanjutkan perjalanan dalam mewujudkan perubahan. Satu-satunya kegagalan dalam perjalanan mewujudkan visi adalah kegagalan dalam mempelajari kegagalan yang telah terjadi.
Beliefs dan Courage sebagai Pemacu Usaha
Di muka telah disebutkan bahwa organisasi memerlukan keyakinan dasar (core beliefs) bersama yang dilekatkan pada misi dan visi organisasi, serta cara yang ditempuh untuk mewujudkan visi tersebut. Core beliefs organisasi inilah yang akan mampu memicu dan memacu energi seluruh anggota organisasi dalam mewujudkan visi organisasi melalui misi pilihan.
Semangat besar hanya dimiliki jika orang memiliki keberanian dalam melakukan eksplorasi terhadap daerah yang belum dikenal sebelumnya. Visi pada dasarnya merupakan sesuatu yang baru diciptakan, Keberanian untuk memasuki kondisi yang belum pernah dialami sebelumnya merupakan penentu keberhasilan orang untuk mewujudkan visinya. Keberanian sering kali hanya dihubungkan dengan tindakan kepah lawanan yang memerlukan kekuatan fi sik. Makna keberanian lebih luas dari itu, yang mencakup spektrum kejiwaan berikut ini:
31-34
BAB 31: LEADERSHIP SKILL
1. Keberanian adalah keteguhan hati seseorang dalam mempertahankan pendirian, keyakinan, prinsip, visinya.
2. Keberanian adalah keteguhan hati dalam mengambil posisi.
3. Keberanian juga berarti kemampuan untuk:
a. Mengubah pikiran.
b. Mengatakan, "Saya tidak tahu, namun saya akan mencari jawabannya."
c. Mengakui bahwa dirinya tidak sempurna.
d. Tetap belajar, tidak puas dengan sukses yang telah dicapai.
e. Meletakkan prinsip di atas prasangka dan di atas ekspediensi (cari mudahnya saja).
"Those who lose riches lose much; those who lose courage lose all." Mengapa orang yang kehilangan keberaniannya berarti kehilangan segalanya? Orang yang tidak memiliki keberanian berarti tidak yakin akan kebenaran visinya, orang yang tidak memiliki kemampuan untuk mengambil posisi, orang yang tidak mampu mewujudkan core values-nya dalam tindakan, dan orang yang tidak mampu mempertahankan prinsip yang diyakini kebenarannya. Dengan demikian, sesungguhnya orang yang tidak memiliki keberanian akan kehilangan visi, core beliefs, dan core values-nya, sehingga orang tersebut kehilangan segalanya.
RANGKUMAN
Bab ini menggambarkan pembangunan komponen-komponen yang membentuk kinerja leadership yang fi t satu dengan lainnya, sebagai hasil pemanf aatan rerangka konseptual sebagaimana yang dilukiskan pada Gambar 31.1. Rerangka konseptual tersebut merupakan working model bagi leader untuk menciptakan benang merah yang menghubungkan satu komponen dengan komponen lain, yang dibangun untuk menghasilkan kinerja leadership yang diperlukan. Terlihat dalam uraian bab ini, benang merah yang menghubungkan kinerja yang dituntut dari leader untuk menjadikan organisasinya sebagai mission and strategy-focused, vision-directed, philosophy-driven, dan value-based institution dengan peran yang disandang oleh leader, leadership skill yang diperlukan untuk melaksanakan peran tersebut, dan risk and learning sebagai pemacu usaha serta beliefs and courage sebagai pemacu usaha leader dan keseluruhan anggota organisasi.
Leader memerlukan rerangka konseptual kinerja leadership untuk memung-kinkan mereka membangun komponen-komponen yang diperlukan dalam menghasilkan kinerja leadership dan dalam membangkitkan leadership potensial yang terdapat dalam diri seluruh anggota organisasi.
Untuk menghasilkan kinerja leadership tersebut, leader perlu memiliki persepsi jelas tentang peran mereka. Ing ngarso sung tulada, ing madyo mangun karsa, tut wuri handayani merupakan peran yang seharusnya disandang oleh leader dalam mewujudkan kinerja untuk menjadikan organisasinya sebagai mission and strategy-focused, vision-directed, philosophy-driven, dan value-based institution.
31-35
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
Untuk mewujudkan per an tersebut, leader memerlukan leadership skill tertentu. Keterampilan leadership yang perlu dimiliki oleh leader adalah keterampilan dalam: (1) pengamatan tren, (2) perumusan visi, (3) pengomunikasian misi, visi, core beliefs, core values, dan strategi organisasi kepada seluruh anggota organisasi.
Untuk mewujudkan kinerja leadership, leader perlu membangkitkan dan memacu usaha dalam pemanfaatan leadership skill dan perwujudan peran leader. Leader perlu mengkomunikasikan risk and learning untuk memacu usaha leader dan seluruh anggota organisasi dalam menjadikan organisasi sebagai mission and strategy-focused, vision-directed, philosophy-driven, dan value-based institution. Di samping itu, leader perlu merumuskan dan mengomunikasikan keyakinan (beliefs) dan membangkitkan keberanian (courage) dirinya dan anggota organisasi dalam menempuh perjalanan berat dan berjangka panjang untuk mewujudkan visi organisasi.
PERTANYAAN
1. Leadership mempunyai makna yang berbeda dengan managership.
a. Mengapa diperlukan dichotomy antara managership dengan leadership?
b. Jelaskan beda konsep leadership dan managership.
2. Leader speaks diff erent language. Setujukah Saudara dengan pernyataan tersebut? Jelaskan jawaban Saudara.
3. Jelaskan mengapa knowledgde workers lebih memerlukan pemimpin yang memiliki leadership skill daripada managership skill?
4. Untuk membangun leadership skill diperlukan rerangka konseptual. Setujukah Saudara dengan pernyataan tersebut? Jelaskan jawaban Saudara.
5. Gambarkan rerangka konseptual kinerja leadership dan jelaskan masing-masing komponen yang membentuk rerangka konseptual tersebut serta jelaskan hubungan antara komponen yang satu dengan komponen yang lain.
6. Sebutkan tiga faktor yang menentukan kinerja seseorang. Jelaskan apa yang terjadi jika salah satu komponen rerangka kinerja leadership tidak ada dalam diri leader.
7. Kinerja macam apakah yang dituntut dari seorang leader?
8. Jelaskan mengapa leader dituntut untuk menjadikan organisasinya mission and strategy-focused, vision-directed, philosophy-driven, dan value-based institution?
9. Agar leader menghasilkan kinerja leadership, ia harus menjalankan value adding role. Jelaskan value-adding role seorang leader agar menghasilkan kinerja leadership.
10. Jelaskan peran leader sebagai path fi nder.
11. Leadership skills apakah yang perlu dimiliki oleh seorang leader untuk menghasilkan kinerja leadership?
12. Apa yang dapat menjadi pembangkit dan pemacu usaha seorang leader untuk menghasilkan kinerja leadership?
31-36
BAB 31: LEADERSHIP SKILL
13. "Those who lose riches lose much; those who lose courage lose all." Jelaskan mengapa demikian.
14. Di tahap manakah leadership skill dan managership skill dibutuhkan dalam proses SPPM? Jelaskan jawaban Saudara.
CATATAN AKHIR
1 Functional fi xation adalah kecenderungan orang menaf sirkan konsep baru dengan konsep lama yang telah dikenal sebelumnya. Jika seseorang telah mengenal sepeda roda dua, maka terdapat kecenderungan orang tersebut untuk menafsirkan sepeda roda satu (yang biasa digunakan untuk tontonan dalam sirkus) dengan konsep sepeda roda dua, hanya karena kedua barang tersebut menggunakan nama sama: sepeda. Padahal kedua macam sepeda tersebut sama sekali berbeda, meskipun namanya sama.
2 Neil H. Snyder, James J. Dowd, Jr., Dianne Morse Houghton, Vision, Values, and Courage: Leadership for Quality Management (New York: The Free Press, 1994), h.15-24.
3 Gerard Egan, Adding Value: A Systematic Guide to Business-Driven Management and Leadership (San Francisco: Jossey-Bass Publishers, 1993), h. 9.
4 Lyman W. Porter dan Edward E. Lawler, Managerial Attitude and Performance (Homewood: Richard D. Irwin, Inc., 1968), h. 17.
5 Peter F. Drucker, Post Capitalist Society (New: HarperBusiness, 1993), h. 53.
6 Snyder, Dowd, Houghton, h. 73. York
7 Greg Bounds, et al., Beyond Total Quality Management: Toward the Emerging Paradigm (New York: McGraw-Hill Inc., 1994), h. 133.
8 Ini merupakan peran leadership menurut Ki Hajar Dewantoro.
9 Alfred G Edge and Denis R. Coleman, The Guide to Case Analysis & Reporting, (Honolulu: System Logistics Inc., 1978), h 31.
10 Snyder, Dowd, Houghton, h. 101, 103.
11 Robert E. Quinn, Deep Change: Discovering the Leader Within (San Francisco: Jossey-Bass Publishers, 1996), h.165.
12 Quinn, h. 3.
31-37
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
31-38
PENGELOLAAN PERUBAHAN
PENDAHULUAN
It is an inexorable law of the global marketplace that when your competitors, wherever they are, reengineering, you have little choice but to follow.1 Reengineering adalah perubahan radikal terhadap sistem dan proses yang digunakan oleh organisasi untuk menghasilkan produk dan jasa. Menurut kata bij ak tersebut, di dalam pasar global, apabila pesaing melakukan reengineering untuk menempatkan dirinya pada posisi kompetitif, yang tersisa bagi Anda tidak lain kecuali ikut melakukan perubahan radikal. Mengapa orang enggan melakukan perubahan radikal, meskipun lingkungan menuntut perubahan semacam itu? Salah satu penyebab penting adalah ketidakmampuan orang dalam mengelola perubahan. Jika orang memiliki kompetensi memadai dalam mengelola perubahan, niscaya perubahan merupakan perjalanan yang dapat dinikmatinya, sehingga orang dengan ringan hati melakukan perubahan yang diperlukan.
Jika di masa lalu orang yakin bahwa di dunia ini yang konstan adalah perubahan, dalam era globalisasi dan era informasi ini, perubahan sendiri telah mengalami perubahan. Perubahan di masa sekarang dan di masa yang akan datang tidak hanya konstan, namun telah berubah menjadi pesat, radikal, serentak, dan pervasif. Dengan terjadinya perubahan atas perubahan itu sendiri, personel perusahaan dituntut untuk memiliki kompetensi dalam memimpin perubahan dalam organisasinya, yang sejalan dengan perubahan yang terjadi dalam lingkungan bisnis tempat beroperasinya organisasi tersebut. Oleh karena itu, personel perlu mengenali karakteristik perubahan di era globalisasi dan era informasi ini, untuk membangkitkan rasa keterdesakan dalam diri mereka tentang pentingnya kompetensi untuk mengelola perubahan. Setelah rasa keterdesakan ini timbul, mereka perlu melakukan eksplorasi ke dalam daerah kompetensi baru: manajemen perubahan.
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
Bab ini ditulis berdasarkan tiga alasan berikut ini. Pertama adalah perubahan lingkungan bisnis menuntut kemampuan personel perusahaan untuk menggeser mindsets, menyesuaikan struktur SPPM, mengubah berbagai sistem yang digunakan untuk melaksanakan proses SPPM, dan menyesuaikan managerial skill yang diperlukan untuk menjalankan SPPM. Kedua adalah terjadinya perubahan atas perubahan itu sendiri, sebagaimana telah diuraikan di atas. Perubahan yang telah mengalami perubahan tersebut memerlukan kompetensi personel dalam mengelola perubahan. Ketiga, oleh karena ketidakmampuan personel dalam mengelola perubahan, banyak sekali peluang yang terbuka bagi perusahaan hilang begitu saja, karena mereka tidak mampu berubah menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi. Tujuan yang hendak dicapai melalui bab ini adalah untuk membangkitkan kesadaran personel perusahaan tentang perlunya mereka memiliki kompetensi dalam pengelolaan perubahan, agar mereka mampu membawa organisasi mereka mengarungi lingkungan bisnis turbulen dan kompetitif.
Bab ini membahas empat hal penting berikut ini: (1) mengenal karakteristik perubahan di era globalisasi untuk membangkitkan keterdesakan dalam diri manajer tentang perlunya perubahan dan perlunya kompetensi untuk mengelola perubahan secara profesional, (2) menjelaskan perlunya perumusan kembali peran manajer, agar dalam peran tersebut terkandung kompetensi yang diharapkan mampu memenuhi tuntutan lingkungan bisnis global: improvement berkelanjutan, (3) menguraikan siklus perubahan transformasional dan kompetensi yang diperlukan dalam pengelolaan setiap tahap siklus perubahan tersebut, dan (4) menguraikan sisi bayangan perubahan yang perlu dipertimbangkan dalam merencanakan dan mengimplementasikan perubahan transformasional.
PERUBAHAN ATAS PERUBAHAN
Perubahan di masa lalu dapat digambarkan sebagaimana disajikan di Bab 21 pada Gambar 21.2 Pola Perubahan Di Masa Lalu. Pada gambar tersebut tampak di antara perubahan yang satu ke perubahan yang lain terdapat masa stabil, masa status quo, yang memungkinkan orang bernaf as menikmati hasil perubahan yang telah dilakukan. Pada masa status quo tersebut, orang mungkin menikmati rasa puas diri setelah menjalani perubahan. Rasa puas diri ini mengakibatkan panjangnya masa status quo, se hingga perubahan berikutnya berjarak waktu panjang dengan perubahan sebe lumnya.
Perubahan dalam lingkungan bisnis global sekarang ini mempunyai pola yang sangat berbeda dengan pola perubahan di masa lalu. Karena kompetisi sangat intense dan karena pemanfaatan teknologi informasi di semua aspek kehidupan meningkat dengan pesat, perubahan yang terjadi di lingkungan bisnis global menjadi konstan, pesat, serentak, radikal, dan pervasif. Perubahan di era globalisasi ini belum pernah sebegitu konstan, pesat, serentak, radikal, dan pervasif seperti sekarang ini dibandingkan dengan perubahan yang pernah dialami oleh umat manusia di sepanjang sejarahnya.
Perubahan dalam lingkungan bisnis global dapat digambarkan sebagaimana tampak dalam Bab 21 pada Gambar 21.3 Pola Perubahan Di Lingkungan Bisnis
32-40
BAB 32: PENGELOLAAN PERUBAHAN
Global. Perubahan sebagaimana dilukiskan dengan kurva S, disusul dengan perubahan berikutnya, manakala perubahan periode sebelumnya akan segera berakhir. Akhir suatu perubahan harus segera diikuti dengan persiapan untuk mengadakan perubahan berikutnya, sehingga perubahan menjadi konstan dan pesat.
Dalam menghadapi perubahan, orang cenderung menunda persiapan untuk berubah, sampai dengan perubahan tersebut benar-benar datang. Persiapan yang terlalu pendek menjelang datangnya perubahan tidak memberi kesempatan bagi kita untuk mampu bertahan dalam menghadapi perubahan lingkungan, sehingga dapat secara tiba-tiba menempatkan diri kita di pinggiran, bahkan dapat menjadikan kita terlempar dari peredaran. Begitu pula, pola hidup yang tidak menjadikan diri kita fl eksibel dalam menghadapi perubahan, akan menempatkan diri pada posisi yang rentan terhadap perubahan.
Perubahan Macam Apa yang Perlu Dikelola?
Menurut ukurannya, perubahan dapat dibagi menjadi dua macam: (1) perubahan kecil dan (2) perubahan besar. Perubahan kecil dilaksanakan secara bertahap atau secara perlahan-lahan, dengan langkah-langkah perubahan kecil. Sedangkan perubahan besar adalah perubahan yang bersifat transformasional.
Perubahan Kecil (Incremental Change). Perubahan kecil biasanya merupakan hasil analisis rasional dan proses perencanaan. Perubahan ini merupakan tujuan yang diinginkan dengan serangkaian langkah khusus untuk mewujudkannya. Perubahan kecil umumnya terbatas lingkupnya dan sering kali dapat dikembalikan ke asal perubahan. Jika perubahan tidak berhasil, kita dapat selalu kembali ke cara lama. Perubahan kecil biasanya tidak mengganggu pola lama—perubahan ini merupakan kepanjangan dari apa yang telah dilakukan di masa lalu. Dalam proses perubahan kecil ini, kita merasakan bahwa kita masih dalam posisi mengendalikan.
Perubahan Transformasional (Transformational Change). Perubahan trans­formasional merupakan perubahan mendalam yang menuntut cara baru untuk berpikir dan berperilaku. Perubahan ini mempunyai lingkup yang luas, tidak berhubungan dengan masa lalu, dan umumnya tidak dapat dikembalikan ke kondisi asal perubahan. Perubahan transformasional mengubah secara mendasar pola tindakan kita, dan mencakup pengambilan risiko. Dalam proses perubahan transformasional, kita melepaskan diri dari posisi pengendalian, karena kita memfokuskan ke eksperimen, yang mempunyai kemungkinan gagal.
Perubahan Transformasional Dipacu oleh Pergeseran Teknologi
Di masa lalu, masyarakat memenuhi kebutuhan produk dan jasa mereka dengan menggunakan teknologi hard automation. Sejak pertengahan Abad ke-20, terjadi perubahan teknologi yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan produk dan jasa. Masyarakat sekarang berada dalam Zaman Teknologi
32-41
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
Informasi, yang di dalamnya smart technology dimanfaatkan secara luas dan intensif pada hampir semua aspek kehidupan. Kedua jenis teknologi tersebut memiliki karakteristik yang sangat berbeda satu dengan lainnya.
Di dalam hard automation, apa yang harus dikerjakan (what to do) dan bagaimana mengerjakannya (how to do) telah dipasang di dalam mesin. Sebagai akibatnya, pekerja tidak memiliki kebebasan dalam memilih apa yang harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Hard automation hanya memerlukan pekerja yang terampil dan terdapat keterpisahan antara pekerja dan alat produksinya.
Smart technology tidak menentukan apa yang harus dikerjakan oleh pekerja, apalagi menentukan bagaimana mengerjakannya. Komputer tidak akan dapat dij alankan jika tidak ada peranti lunaknya. Untuk dapat menjalankan peranti lunak, diperlukan keterampilan tertentu. Namun komputer dengan peranti lunaknya juga tidak dapat menghasilkan apa pun, jika pemakainya tidak memiliki pengetahuan yang dapat diolah dengan menggunakan peranti lunak tersebut. Sebagai contoh, untuk menghasilkan tulisan yang berkualitas, diperlukan komputer dan peranti lunak word processor. Namun komputer dan word processor tidak dapat menghasilkan karya apa pun, jika pemakainya tidak memiliki ide atau pengetahuan yang akan ditulis. Komputer dan word processor tidak menentukan apa yang harus dikerjakan oleh pemakai, begitu pula kedua peranti tersebut tidak menentukan bagaimana pemakai menghasilkan tulisan. Untuk menghasilkan tulisan secara produktif, selain pemakai harus menguasai writing skill, ia juga dituntut untuk memiliki pengetahuan (pengetahuan) memadai sebagai materi yang akan dikomunikasikan melalui tulisan. Dengan demikian, smart technology hanya akan produktif jika dimanfaatkan oleh smart people. Smart people adalah orang yang selain memiliki keterampilan tinggi, juga memiliki pengetahuan tinggi yang diperoleh dari pendidikan formal, serta kapasitas untuk belajar dan memperoleh pengetahuan tambahan.2
Dengan kata lain, smart technology tidak akan menghasilkan apa pun di tangan orang yang tidak menguasai pengetahuan. Itulah sebabnya, di dalam organisasi yang secara ekstensif memanfaatkan smart technology, intellectual asset (berupa knowledged workers atau smart people) menjadi dominan dalam menghasilkan produk dan jasa untuk kepentingan customer. Di dalam diri knowledged worker tersimpan pengetahuan yang menjadi alat produksi, sehingga antara pekerja dengan alat produksinya tidak terpisahkan.
Di dalam smart technology era ini, knowledged workers memasukkan pengetahuan mereka ke dalam produk dan jasa yang dihasilkan perusahaan, sehingga produk dan jasa berisi kandungan pengetahuan memadai untuk dapat bersaing di pasar global. Dan oleh karena smart technology tidak menentukan apa yang harus dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya, maka teknologi ini menyediakan kebebasan dan kemudahan bagi pemakainya untuk mewujudkan kreativitas mereka. Ide-ide baru sangat mudah diwujudkan ke dalam desain, sehingga memudahkan inovasi produk baru, sistem baru, proses baru. Sebagai akibatnya, perubahan menjadi konstan, pesat, radikal, dan mudah menyebar secara cepat ke seluruh penjuru dunia. Oleh karena itu, Peter F. Drucker menulis mengenai perlunya setiap organisasi untuk didesain sedemikian rupa sehingga mampu secara responsif berubah sebagai berikut: "every organization of today has to build into its very structure the management of change. "3
32-42
BAB 32: PENGELOLAAN PERUBAHAN
Perubahan Transf ormasional Menuntut Kompetensi Leadership dan Managership
Oleh karena perubahan kecil merupakan hasil analisis rasional dan proses perencanaan, maka perubahan kecil hanya memerlukan kompetensi manajerial untuk proses pengimplementasiannya. Namun, untuk perubahan transf ormasional, dengan karakteristik perubahan sebagaimana telah diuraikan di atas, diperlukan kompetensi leadership dan sekaligus kompetensi manajerial dalam proses perubahan. Kompetensi leadership diperlukan untuk memicu dan memacu perubahan, mengingat perubahan transformasional memerlukan pembangkitan rasa keterdesakan (sense of urgency) pada tahap pemicuan perubahan, dan memerlukan energi yang luar biasa besarnya dari seluruh personel organisasi dalam tahap-tahap proses perubahan selanjutnya. Kompetensi manajerial diperlukan untuk menjadikan keseluruhan proses perubahan terkendalikan. Gambar 32.1 melukiskan dua kompetensi yang perlu dimiliki oleh manajer untuk memimpin organisasinya dalam melaksanakan perubahan transformasional guna mengarungi lingkungan bisnis yang turbulen.4
PERGESERAN PERAN MANAJER: IMPROVEMENT BERKELANJUTAN
Setelah diuraikan karakteristik perubahan yang terjadi dalam lingkungan bisnis sekarang dan di masa yang akan datang, timbul kebutuhan untuk mengevaluasi kembali peran yang disandang manajer dalam manajemen tradisional. Dalam manajemen tradisional, peran manajer terbatas pada perencanaan, pengorganisasian, pemberian perintah, pengoordinasian, dan pengendalian.5 Dalam peran tersebut tidak terdapat tanggung jawab manajer untuk melakukan perubahan—improvement terhadap proses dan sistem yang digunakan untuk menghasilkan value bagi customer. Dengan demikian, peran tersebut tidak lagi sesuai dengan lingkungan bisnis yang dihadapi oleh organisasi perusahaan di masa kini.
Persepsi orang terhadap peran menentukan kinerja orang tersebut. Peran adalah tanggung jawab, perilaku, atau kinerja yang diharapkan dari seseorang yang menduduki posisi tertentu. Peran formal seseorang dalam organisasi dapat diketahui dari deskripsi jabatan yang berisi daftar tugas dan tanggung jawab. Di samping peran formal, seseorang dalam organisasi memiliki peran informal, yang ditentukan oleh preferensi sosial dan pribadi orang tersebut.
Untuk mampu membawa organisasi perusahaan memasuki lingkungan bisnis yang turbulen, peran manajer perlu dirumuskan kembali, agar peran barunya tersebut sesuai dengan karakteristik lingkungan bisnis yang dihadapi oleh perusahaan. Jika dalam perannya, manajer tidak diharapkan untuk melakukan perubahan, maka ia akan menghindari setiap kesempatan untuk berubah yang dihadapinya. Oleh karena itu, peran baru manajer dirumuskan sebagai berikut: "bertanggung jawab untuk merencanakan dan menerapkan sistem yang menjamin orang memiliki kompetensi untuk melakukan improvement secara berkelanjutan." Dari defi nisi peran baru manajer ini, terlihat bahwa manajer bertanggung jawab
32-43
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
Leader menciptakan:
Visi
Gambaran masa depan yang pantas dan menarik
Suatu logika tentang bagaimana visi tersebut dapat diwujudkan
Langkah-langkah khusus dan jadwal waktu untuk mengimplementasikan strategi
Strategi
Manajemen menciptakan:
Rencana
Anggaran
Rencana yang diwujudkan dalam proyeksi dan tujuan keuangan
Gambar 32.1 Kompetensi Leadership dan Managership yang Perlu Dimiliki Manajer dalam Memimpin Perubahan Transformasional
untuk menjadikan orang yang berada dalam wilayah pengelolaannya memiliki kompetensi untuk melakukan perubahan secara berkelanjutan. Dengan demikian peran baru ini menuntut kompetensi manajer dalam mengelola perubahan dan menuntut manajer merancang sistem manajemen untuk menjadikan karyawan yang berada dalam daerah pengelolaannya mampu melaksanakan perubahan secara berkelanjutan. Mengingat perubahan transformasional tidak mungkin dilaksanakan hanya oleh manajer seorang diri, maka manajer bertanggung jawab untuk menjadikan perubahan transformasional suatu gerakan berkelanjutan yang mengerahkan semua potensi sumber daya manusia yang ada dalam organisasi.
Oleh karena dalam peran baru tersebut manajer bertanggung jawab untuk merencanakan improvement secara sistematik, maka perencanaan improvement ini harus mencakup seluruh aspek organisasi. Management Accomplishment Topograph (MAT) memberikan rerangka untuk merumuskan peran baru manajer.
Gambar 32.2 melukiskan rerangka peran manajer berdasarkan MAT.6 Peran manajer menurut MAT mempunyai dua aspek: (1) tipe pencapaian dan (2) daerah pencapaian. Tipe pencapaian menunjukkan jenis perubahan yang dapat dicapai oleh personel, yang dibagi menjadi: (1) terobosan, (2) perubahan kecil, (3) standardisasi, (4) rutinisasi, (5) pemeliharaan, dan (6) pelaksanaan. Daerah pencapaian merupakan objek atau bagian dari organisasi yang diterapi perubahan. Daerah yang diterapi perubahan dimulai dari lingkup yang sempit sampai dengan lingkup yang menyangkut organisasi secara keseluruhan.
32-44
BAB 32: PENGELOLAAN PERUBAHAN
Tipe Pencapaian untuk Improvement Secara Berkelanjutan
Dalam menghadapi lingkungan bisnis yang turbulen, manajer harus mampu bergerak dengan cepat dan mudah dari pencapaian untuk improvement (terobosan, perubahan kecil, dan standardisasi) ke pencapaian untuk stabilisasi (rutinisasi, pemeliharaan, dan pelaksanaan), dan kemudian kembali ke pencapaian untuk improvement. Siklus pencapaian tersebut merupakan serangkaian pencapaian yang diperlukan untuk mewujudkan improvement secara berkelanjutan. Berikut ini diuraikan masing-masing pencapaian perubahan yang dapat dilaksanakan oleh manajer.
Terobosan. Terobosan merupakan improvement besar yang dicapai melalui perubahan radikal terhadap praktik-praktik yang sekarang sedang berjalan. Sebagian besar terobosan merupakan hasil dari inovasi.
Perubahan kecil. Perubahan ini berupa improvement kecil yang dilakukan terhadap sistem yang sedang berjalan. Penyesuaian dan modifi kasi kecil dapat dilaksanakan terhadap sistem yang sedang berlaku untuk secara kumulatif berdampak besar terhadap sistem. Perubahan terobosan dan perubahan kecil tidak akan dapat terwujud jika perubahan yang diusulkan tidak dilaksanakan. Pelaksanaan kedua macam perubahan tersebut memerlukan standardisasi.
Standardisasi. Dalam standardisasi, manajer memverifi kasi dapat dioperasikan atau tidaknya sistem yang baru atau sistem yang telah dimodifi kasi dan kinerja sistem tersebut sebelum diterapkan. Dalam standardisasi, manajer mengomunikasikan informasi tentang tujuan dan arsitektur sistem, mendidik personel yang akan menjalankan sistem tersebut, dan mendemonstrasikan bahwa sistem tersebut bekerja sebagaimana yang dirancang.
Rutinisasi. Dalam rutinisasi, sistem yang telah diimplementasikan dipasang kembali, diseimbangkan, dan dikuasai oleh bawahan yang bertanggung jawab untuk pengoperasian sistem. Standardisasi merupakan tanggung jawab manajer atas untuk menerapkan perubahan, sedangkan rutinisasi merupakan tanggung jawab manajer bawah yang bertanggung jawab untuk mengoperasikan sistem.
Pelaksanaan. Dalam pelaksanaan, para manajer melakukan tindakan untuk secara langsung mencapai tujuan yang diinginkan. Bagi manajer yang bertanggung jawab sebagai pemilik sistem, pelaksanaan berarti melaksanakan sistem secara strategik, sedangkan bagi operator, pelaksanaan berarti melaksanakan tugas operasional sistem tersebut.
Daerah Pencapaian untuk Improvement Secara Berkelanjutan
Untuk menjamin dilakukannya improvement secara berkelanjutan di seluruh organisasi, manajer harus mengarahkan perubahan mereka ke berbagai daerah—yang merupakan bidang aktivitas atau objek yang akan diterapi perubahan. Untuk mengarahkan perusahaan ke strategi kompetitif, manajer
32-45
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
Tipe Pencapaian
Terobosan
Perubahan Kecil
Standarisasi
Rutinisasi
Pemeliharaan
Pelaksanaan
Daerah Pencapaian
Customer Value Strategy
Design Strategy
Sistem
Kebijakan
Motivator
Proses
Teknologi
Operasi
Gambar 32.2 MAT (Management Accomplishment Topograph)
harus memadukan perubahan dalam dua daerah berikut ini (1) customer value strategy dan (2) design strategy.
Customer value strategy. Customer value strategy adalah rencana untuk menyediakan nilai terbaik bagi customer melalui penawaran produk dan jasa khusus. Manajer harus merancang manf aat yang ditawarkan kepada customer dan memperhitungkan berbagai pengorbanan yang akan dikeluarkan oleh customer dalam memperoleh manf aat tersebut. Manf aat dan pengorbanan yang ditawarkan kepada customer harus didasarkan atas asumsi yang telah dites validitasnya, bukan hanya atas dasar dugaan sembarang.
Design strategy. Komponen kedua strategi kompetitif adalah design strategy—peng-organisasian cara untuk memproduksi dan menyerahkan nilai bagi customer.
Sistem. Sistem adalah koleksi personel, pengetahuan, kemampuan, motivasi, peralatan, mesin-mesin, metode, ukuran, proses, dan aktivitas tugas. Sistem menyediakan customer value melalui aktivitas horisontal menembus batas-batas fungsional orga nisasi.
Kebijakan. Kebijakan adalah pernyataan umum atau prinsip yang dimaksudkan untuk memandu pikiran, pengambilan keputusan, dan tindakan individu, atau
32-46
BAB 32: PENGELOLAAN PERUBAHAN
membatasi daerah pengambilan keputusan dengan menetapkan wewenang dan batasan.
Motivator. Motivator adalah aktivitas yang terorganisasi untuk menginspirasi, mengarahkan, dan mempertahankan perilaku personel yang semestinya untuk memenuhi tujuan sistem. Motivator mencakup mekanisme formal seperti laporan kemajuan, evaluasi, penghargaan, struktur wewenang, sistem informasi, sistem alokasi dan pe ngendalian sumber daya, desain pekerjaan, dan kriteria seleksi dan promosi personel. Mekanisme informal mencakup aspek khusus kultur organisasi, seperti sistem peran, norma kelompok, dan keyakinan individu.
Proses. Suatu proses merupakan arus aktivitas mencakup berbagai operasi yang mengubah masukan menjadi keluaran. Paling tidak ada dua macam proses: proses produksi dan proses bisnis. Proses produksi menghasilkan keluaran yang dij ual kepada customers dalam bentuk produk dan jasa. Proses bisnis memproduksi keluaran untuk tujuan pengelolaan, seperti laporan keuangan kuartalan, atau surat order pembelian yang telah dilengkapi. Secara bersama-sama proses produksi dan bisnis membentuk sistem yang lebih besar yang mencakup berbagai fungsi.
Teknologi. Teknologi mencakup unsur ilmu terapan yang diperlukan untuk mengerjakan pekerjaan yang digunakan untuk menghasilkan nilai yang terdapat dalam produk dan jasa yang dihasilkan. Melalui teknologi, organisasi menggunakan sumber dayanya untuk mengubah masukan menjadi keluaran.
Operasi. Operasi mengubah masukan menjadi keluaran. Operasi merupakan bagian dari arus suatu proses.
MAT untuk Manajer Puncak
Peran manajer puncak dapat dilukiskan dalam MAT sebagaimana tercantum pada Gambar 32.3.7 Kotak-kotak yang diblok hitam menunjukkan daerah yang menjadi titik berat pencapaian yang menjadi tanggung jawab manajer puncak. Kotak-kotak yang semakin terang menunjukkan daerah yang semakin sedikit menjadi tanggung jawab pencapaian manajer puncak. Peran manajer puncak dalam improvement berkelanjutan terutama pada tipe pencapaian mulai dari terobosan sampai dengan standardisasi dan daerah pencapaian mulai dari customer value strategy sampai dengan kebijakan.
MAT untuk Operator
Peran operator dapat dilukiskan dalam MAT sebagaimana tercantum pada Gambar 32.48 Peran operator dalam improvement berkelanjutan terutama pada tipe pencapaian mulai dari pelaksanaan sampai dengan standardisasi dan daerah pencapaian mulai dari operasi sampai dengan motivator.
32-47
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
SIKLUS PERUBAHAN TRANSFORMASIONAL
Setelah manajer menyadari karakteristik perubahan yang terjadi dalam lingkungan bisnis global, dan setelah peran manajer dirumuskan kembali sehingga di dalamnya terkandung tanggung jawab untuk melaksanakan improvement secara berkelanjutan, timbul kebutuhan sekarang untuk memperoleh kompetensi dalam bidang pengelolaan perubahan. Untuk memenuhi kebutuhan itu, berikut ini diuraikan tahap-tahap perubahan transformasional dan kompetensi yang dituntut dari manajer untuk mengelolanya.
Perubahan transformasional dilaksanakan melalui siklus tertentu yang terdiri atas empat tahap: (1) tahap pemicuan, (2) tahap ketidakpastian, (3) tahap transformasi, dan (4) tahap rutinisasi. Dalam setiap tahap perubahan transformasional terdapat jebakan yang menyebabkan terhentinya proses perubahan: stagnasi, ilusi, panik, dan kehabisan tenaga. Lihat Gambar 32.5 yang melukiskan tahap-tahap siklus perubahan transformasional.9
Siklus perubahan transformasional dimulai dengan timbulnya keinginan untuk berubah. Pada saat keinginan untuk berubah ini timbul, f aktor yang dapat
Tipe Pencapaian
Terobosan
Perubahan Kecil
Standarisasi
Rutinisasi
Pemeliharaan
Pelaksanaan
Daerah Pencapaian
Customer Value Strategy
Design Strategy
Sistem
Kebijakan
Motivator
Proses
Teknologi
Operasi
Lebih banyak
aktivitas dilakukan di sini
Lebih sedikit
aktivitas dilakukan di sini
Gambar 32.3 MAT untuk Manajer Puncak
32-48
BAB 32: PENGELOLAAN PERUBAHAN
Tipe Pencapaian
Terobosan
Perubahan Kecil
Standarisasi
Rutinisasi
Pemeliharaan
Pelaksanaan
Daerah Pencapaian
Customer Value Strategy
Design Strategy
Sistem
Kebijakan
Motivator
Proses
Teknologi
Opera si
Lebih banyak
aktivitas dilakukan di sini
Lebih sedikit
aktivitas dilakukan di sini
Gambar 32.4 MAT untuk Operator
membelokkan arah perubahan adalah ketakutan terhadap kegagalan. Ketakutan untuk gagal menyebabkan organisasi memasuki jebakan pertama: stagnasi.
Jika keinginan untuk berubah tidak terhalang oleh ketakutan terhadap kegagalan, proses perubahan kemudian akan menuju kepada perumusan dan pengomunikasian visi perubahan. Visi perubahan yang tidak diwujudkan ke dalam tindakan perubahan akan membawa organisasi memasuki jebakan kedua: ilusi.
Visi perubahan yang kemudian diwujudkan ke dalam langkah percobaan untuk mewujudkan visi tersebut akan menggerakkan lebih lanjut proses perubahan transformasional. Namun, jika organisasi menghadapi kegagalan dalam proses percobaan tersebut, organisasi dapat memasuki jebakan ketiga: panik. Jika organisasi mampu mencapai keberhasilan dalam proses percobaan, personel organisasi akan memperoleh wawasan baru tentang perubahan yang berhasil dicapai. Keberhasilan berbagai percobaan yang dilakukan akan menegaskan (confi rm) kebenaran jalan yang ditempuh dalam proses perubahan.
32-49
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
Tahap Transformasional
Tahap Ketidakpastian
Konfirmasi
Wawasan
tenaga
Penguasaan Rutinisasi
Tahap Rutinisasi
Tahap Pemicuan
Gambar 32.5 Tahap-Tahap Perubahan Transformasional
Konfi rmasi berbagai hasil percobaan perubahan mengantar organisasi memasuki tahap transformasi. Dalam tahap ini, berbagai perubahan yang berhasil dicapai menimbulkan sinergi sehingga memicu perubahan-perubahan lebih banyak lagi. Jebakan yang dapat menghentikan proses perubahan transformasional pada tahap ini adalah kehabisan tenaga. Tahap transformasional yang dapat dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu akan menjadikan personel menguasai praktik-praktik baru, sehingga praktik-praktik ini menjadi praktik yang biasa dan rutin. Proses perubahan transformasional kemudian memasuki tahap rutinisasi. Jika dalam tahap akhir proses perubahan transformasional ini leader tidak menyiapkan perubahan transformasional berikutnya, tahap rutinisasi ini akan memasuki jebakan stagnasi.
TAHAP PEMICUAN
Perubahan transformasional dimulai dengan tahap pemicuan perubahan. Pada tahap ini, leader melaksanakan lima kegiatan penting:10 (1) membangkitkan rasa keterdesakan (sense of urgency), (2) membentuk tim pemandu, (3) merumuskan visi dan strategi, (4) mengomunikasikan visi perubahan, dan (5) menghadapi resistensi.
32-50
BAB 32: PENGELOLAAN PERUBAHAN
Membangkitkan Rasa Keterdesakan
Tahap pemicuan perubahan diawali dengan usaha untuk membangkitkan rasa keterdesakan untuk berubah. Musuh utama yang harus dihadapi pada tahap ini adalah ketakutan terhadap kegagalan dan rasa puas diri terhadap apa yang telah dicapai. Untuk membangkitkan rasa keterdesakan, leader harus memahami berbagai faktor yang menyebabkan rasa puas diri berikut ini:11 (1) sifat manusia untuk menghindari masalah, (2) orang tidak melihat adanya krisis, (3) orang banyak melihat berlimpahnya sumber daya yang dimiliki organisasi, (4) standar yang dipakai sebagai tolak ukur kinerja terlalu rendah, (5) struktur organisasi memfokuskan perhatian hampir semua orang ke tujuan sempit fungsional, bukan kinerja bisnis yang luas, (6) sistem perencanaan dan pengendalian internal difokuskan untuk menjadikan setiap orang dengan mudah mencapai tujuan fungsionalnya, (7) tidak adanya umpan balik memadai dari sumber eksternal, (8) sikap manajer yang tidak mau menerima berita buruk, dan (9) terlalu banyak pembicaraan menyenangkan dari manajemen senior.
Sifat manusia untuk menghindari masalah. Hidup biasanya lebih menyenangkan jika tidak ada masalah. Mengapa orang pada umumnya resisten terhadap perubahan? Karena perubahan berarti pekerjaan, pengorbanan, dan ketidaknyamanan pada awal proses perubahan, untuk mendapatkan sesuatu yang lebih menyenangkan di masa kemudian. Orang pada umumnya tidak mampu melihat kesejahteraan di masa kemudian tersebut (karena pada awalnya memang kelihatan belum pasti). Oleh karena hanya melihat pekerjaan, pengorbanan, dan ketidaknyamanan pada awal masa perubahan, lalu dengan serta merta orang menolak perubahan, tidak memiliki rasa keterdesakan untuk berubah. Padahal rasa keterdesakan ini yang mampu memicu perjalanan menuju perubahan.
Untuk memerangi sifat manusia ini, orang perlu dibombardir dengan informasi tentang:12 (a) kesempatan yang terbuka di masa depan, (b) kesejahteraan yang dapat diperoleh dengan memanfaatkan kesempatan tersebut dan (c) ketidakmampuan organisasi sekarang untuk memanfaatkan kesempatan tersebut.
Orang tidak melihat adanya krisis. Sebagian orang hanya akan berubah jika masalah benar-benar telah di depan mereka. Untuk membangkitkan rasa keterdesakan, manajer harus mampu membombardir personelnya tentang: (a) masalah yang sudah menghadang, (b) masalah potensial dan (c) kesempatan potensial. Kemampuan manajer untuk meyakinkan personelnya tentang masalah yang telah dihadapi organisasi, tentang masalah potensial yang akan dihadapi oleh organisasi, serta kesempatan yang terbuka bagi organisasi, akan membangkitkan rasa keterdesakan dalam diri para personel.
Orang banyak melihat berlimpahnya sumber daya yang dimiliki organisasi.
Rasa puas diri sering kali diakibatkan oleh tereksposnya banyak sumber daya berlimpah dalam organisasi. Oleh karena itu, untuk membangkitkan rasa keterdesakan untuk berubah, perlu dihilangkan berbagai simbol berlimpahnya sumber daya yang dimiliki organisasi pada personel.
32-51
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
Standar yang dipakai sebagai tolok ukur kinerja terlalu rendah. Rasa puas diri dapat pula diakibatkan oleh rendahnya standar yang ditetapkan manajemen puncak sebagai tolok ukur kinerja. Dengan melakukan benchmarking, standar dapat disesuaikan dengan perusahaan lain, bahkan dengan standar pesaing, untuk membangkitkan rasa keterdesakan personel untuk berubah, karena tantangan yang terkandung dalam standar yang lebih tinggi.
Struktur organisasi memfokuskan perhatian hampir semua orang ke tujuan sempit fungsional, bukan kinerja bisnis yang luas. Masing-masing fungsi yang dibentuk dalam organisasi fungsional hanya memfokuskan usahanya untuk kepentingan fungsinya. Hanya direktur utama yang bertanggung jawab atas pencapaian tujuan perusahaan secara keseluruhan. Jika direktur utama tidak mulai sadar atas perubahan yang terjadi, organisasi akan secara tidak sadar memilih tetap dalam status quo. Bahkan misalnya direktur utama telah menyadari keterdesakan untuk berubah, namun oleh karena organisasi fungsional menjadikan manajer setiap fungsi berfokus kepada kepentingan fungsi mereka masing-masing, sulit untuk membangkitkan rasa keterdesakan untuk berubah dalam organisasi semacam itu. Untuk membangkitkan rasa keterdesakan untuk berubah, manajemen perlu menghentikan pengukuran kinerja subunit hanya berdasarkan tujuan fungsional yang sempit, dan menggantikannya dengan ukuran kinerja yang lebih luas, yang mencakup kinerja bisnis, bukan kinerja fungsi.
Sistem perencanaan dan pengendalian internal difokuskan untuk menjadikan setiap orang dengan mudah mencapai tujuan fungsionalnya. Organisasi fungsional akan membentuk sistem perencanaan dan pengendalian terfokus ke kepentingan fungsionalnya. Ternyata ajaran division of labor dari Adam Smith ini, yang di satu sisi meningkatkan produktivitas luar biasa di bidang produksi massa, di bidang organisasi menimbulkan kesulitan dalam memadukan kembali bagian-bagian organisasi yang terfragmentasi tersebut ke tujuan organisasi secara terpadu. Perencanaan terfokus ke pencapaian tujuan fungsional, bukan tujuan perusahaan secara keseluruhan. Untuk membangkitkan rasa keterdesakan untuk berubah, manajemen perlu mengirim ke semua personel, data lebih banyak tentang kepuasan customer dan kinerja keuangan perusahaan, serta informasi tentang posisi perusahaan dibandingkan dengan pesaing,.
Tidak adanya umpan balik memadai dari sumber eksternal. Jika umpan balik yang diterima manajer terutama hanya dari sumber internal, tidak ada yang berasal dari sumber luar perusahaan, kepuasan diri akan menjangkiti seluruh personel. Oleh karena itu untuk membangkitkan rasa keterdesakan untuk berubah, manajemen perlu memaksa personel berbicara secara teratur dengan customer, pemasok, pemegang saham, dan stakeholders lain yang tidak puas dengan kinerja perusahaan.
Sikap manajer yang tidak mau menerima berita buruk. Menghalangi berita buruk sampai ke tangan manajer merupakan usaha untuk menjadikan organisasi
32-52
BAB 32: PENGELOLAAN PERUBAHAN
bertahan dalam kondisi status quo. Manajer sendiri sering kali memasang penghalang mental, dengan hanya menerima berita bagus dari bawahan mereka, bahkan dari customers. Untuk memecahkan halangan ini, manajemen dapat mengundang konsultan atau dengan cara lain untuk memaksa lebih banyak personel menerima data yang lebih relevan dengan kondisi yang dihadapi perusahaan yang memerlukan perubahan, dan dapat diajak mendiskusikan secara jujur tentang kondisi sesungguhnya yang dihadapi perusahaan.
Terlalu banyak pembicaraan menyenangkan dari manajemen senior. Manajemen senior sering kali menjadi penyebab tidak timbulnya rasa keterdesakan untuk berubah. Setiap menerima laporan tentang terjadinya penyimpangan dan perlunya perubahan reaksi manajemen senior kurang lebih demikian: "Ya, memang kita mengetahui masalah itu, namun marilah kita syukuri tentang apa yang telah kita capai di bidang pemasaran dan bidang layanan customer. Jadi, gambaran keadaan tidak separah itu lah." Manajer senior biasanya lalu menambahkan komentar: "Sebenarnya tidak perlu kita sekhawatir itu." Untuk membangkitkan rasa keterdesakan untuk berubah dalam kondisi ini adalah dengan menghentikan pembicaraan seputar hal-hal baik pada pembicaraan manajemen senior. Di samping itu, berbagai pembicaraan yang jujur tentang kondisi yang dihadapi perusahaan perlu dimuat dalam majalah yang diterbitkan perusahaan.
Membentuk Tim Pemandu
Setiap perubahan besar memerlukan leadership, namun tidak dari satu orang, karena perubahan besar sangat sulit untuk dilaksanakan sendirian dan memerlukan jangka waktu lama untuk menjalankan prosesnya. Perubahan besar memerlukan kekuatan yang luar biasa besarnya untuk mempertahankan proses perubahan itu sendiri.
Setelah rasa keterdesakan bangkit di kalangan personel, leader perlu membentuk tim yang menjadi pelopor perubahan, yang secara nyata dan dengan mudah dapat disaksikan oleh anggota organisasi yang lain, mengadopsi berbagai perubahan yang diciptakan. Anggota tim perlu memenuhi persyaratan berikut ini:13
1. Memiliki kekuasaan dari posisi yang dimilikinya. Tim harus cukup mengikutsertakan manajer yang memegang posisi, untuk dapat menyingkirkan semua penghambat kemajuan perubahan.
2. Memiliki keahlian. Untuk menjamin dihasilkannya keputusan berkualitas, anggota tim harus ahli dalam bidang yang diperlukan untuk menjalankan perubahan. Tim harus terdiri atas para ahli—dipandang dari disiplin dan pengalaman kerja yang memang diperlukan untuk menjalankan proses perubahan.
3. Memiliki kredibilitas. Untuk menarik perhatian seluruh personel perusahaan, anggota tim harus orang-orang yang memiliki kredibilitas karena kompetensi, kejujuran, dan integritas, serta kinerjanya di masa lalu dalam perusahaan.
32-53
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
4. Memiliki kemampuan leadership. Anggota tim harus terdiri atas orang-orang yang memiliki visi ke depan, menjunjung tinggi nilai-nilai, dan memiliki keberanian untuk melaksanakan visi mereka. Di samping leadership skill, anggota tim perlu memiliki managerial skill. Keterampilan pertama memacu perubahan, sedangkan keterampilan kedua menjadikan seluruh proses perubahan terencana dan terkendali.
Merumuskan Visi dan Strategi
Tim pemandu yang dibentuk kemudian merumuskan visi perubahan dan strategi untuk mewujudkan visi tersebut. Untuk memperoleh gambaran proses perumusan visi, berikut ini diuraikan: fungsi visi, karakteristik visi yang efektif, dan perumusan serta pengomunikasian visi.
Fungsi Visi. Visi merupakan gambaran masa depan dengan beberapa komentar, tersirat atau tersurat, tentang mengapa orang harus berusaha menciptakan masa depan tersebut. Dalam proses perubahan, visi perubahan berfungsi untuk:14
1. Memperjelas arah perubahan yang akan dituju.
2. Memotivasi orang untuk mengambil tindakan ke arah yang benar, meskipun pada langkah awal, secara pribadi menimbulkan hal yang tidak menyenangkan.
3. Membantu mengoordinasi tindakan berbagai orang yang berbeda, sampai beribu-ribu individu, dengan cara yang sangat cepat dan efi sien.
Dalam proses perubahan, kejelasan arah perubahan sangat penting, karena sering kali orang berbeda pendapat tentang arah, atau orang merasa bingung, atau ingin mengetahui apakah perubahan signifi kan perlu dilakukan. Dengan merumuskan visi perubahan dan strategi yang digunakan untuk mewujudkan perubahan tersebut, berbagai masalah tentang arah, kebingungan, dan keraguan tentang perlunya perubahan menjadi teratasi. Dengan memiliki visi, diskusi yang memakan waktu lama dapat diakhiri dengan pertanyaan: "Apakah ini searah dengan visi kita?"
Untuk memotivasi orang agar bersedia melaksanakan sesuatu yang tidak menyenangkan sekarang dengan adanya perubahan, manajer perlu memberikan gambaran mengenai harapan dan kesejahteraan yang akan didapat dengan perubahan tersebut di masa yang akan datang. Visi memberikan gambaran perubahan yang perlu diwujudkan di masa yang akan datang, untuk memotivasi orang dalam mewujudkannya.
Visi juga membantu individu dalam menyesuaikan diri dengan gambaran masa depan yang akan diwujudkan bersama, sehingga mampu mengoordinasikan tindakan orang yang memiliki motivasi untuk berubah dengan cara yang sangat efi sien. Visi sangat berbeda dengan instruksi rinci bagi setiap orang dalam menuju masa depan, karena visi memberikan keleluasaan bagi setiap orang yang bermotivasi untuk mewujudkannya, dengan mencurahkan kreativitasnya dalam mewujudkan visi. Dengan menyatukan kreativitas berbagai individu dalam
32-54
BAB 32: PENGELOLAAN PERUBAHAN
mewujudkan perubahan yang digambarkan dalam visi akan tercipta sinergi yang hasilnya akan luar biasa.
Fungsi visi untuk membantu individu dalam menyesuaikan diri ini sangat penting, karena tanpa adanya shared vision, biaya koordinasi akan luar biasa besarnya, jika perwujudan perubahan melibatkan banyak orang. Orang akan senantiasa mengecek apakah tindakan yang dilakukan sesuai dengan arah atau kondisi perubahan yang akan diwujudkan jika mereka tidak memiliki gambaran perubahan masa depan yang akan diwujudkan. Dengan shared vision, orang dapat bekerja dengan tingkat otonomi tertentu, tanpa harus berulang kali menanyakan kesesuaian pekerjaannya dengan perubahan yang akan diwujudkan.
Karakteristik visi yang efektif. Visi yang efektif memiliki paling tidak enam karakteristik kunci berikut ini:15
1. Dapat terbayangkan: Visi menyampaikan gambar bagaimana keadaan masa depan diprakirakan akan berwujud.
2. Diinginkan: Visi menarik kepentingan jangka panjang personel, customer, pemegang saham, dan pihak berkepentingan yang lain.
3. Layak: Visi merupakan tujuan yang realistis dan dapat dicapai.
4. Fleksibel: Visi cukup jelas untuk memberikan panduan dalam pengambilan keputusan.
5. Dapat dikomunikasikan: Visi mudah dikomunikasikan dalam waktu tidak lebih dari lima menit.
Perumusan visi. Perumusan visi perubahan merupakan pekerjaan yang melibatkan pikiran dan perasaan. Kemampuan leader dalam melakukan trendwatching (menggambarkan tren perubahan di masa depan) dan dalam melakukan envisioning (menggambarkan kondisi masa depan yang diprakirakan akan terwujud) merupakan prasyarat yang harus dipenuhi dalam merumuskan visi. Trendwatching dan envisioning memerlukan pengerahan pikiran dan perasaan.
Mengomunikasikan visi perubahan. Unsur komunikasi visi perubahan secara efektif mencakup:16 (a) sederhana, (b) menggunakan kiasan, analogi, dan contoh, (c) disampaikan dalam berbagai forum, (d) diulang-ulang, (e) leadership dengan contoh: personal dan operational behavior, (f) penjelasan tentang sesuatu yang tampaknya tidak konsisten, dan (g) memberi dan menerima.
Waktu dan energi yang diperlukan untuk mengomunikasikan visi ditentukan oleh seberapa jelas dan sederhana visi dirumuskan. Semua jargon dan istilah teknis harus dihilangkan dari rumusan visi, untuk memungkinkan penyebaran secara luas visi tersebut ke seluruh personel.
Penggunaan kiasan, analogi, dan contoh juga mempermudah pencernaan visi oleh banyak orang. Penggunaan kiasan binatang seperti gajah (jumbo) untuk menyampaikan citra besar dan kuat atau harimau untuk menyampaikan kesan gesit dapat dilakukan pada waktu merumuskan visi.
Komunikasi visi harus disampaikan pada berbagai forum, seperti rapat kerja, memo, majalah perusahaan, poster, dan pembicaraan antarindividu. Seorang yang
32-55
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
menerima informasi dari berbagai arah akan mempunyai kesempatan lebih banyak untuk mendengarkan dan mengingat pesan yang terkandung dalam visi
Agar tertanam dalam benak personel, visi perlu dikomunikasikan secara berulang-ulang. Misalnya, suatu perusahaan menugasi dua puluh manajernya untuk mengomunikasikan visi kepada personel empat kali sehari selama jangka waktu enam bulan. Dengan pengulangan penyampaian visi tersebut, personel akan mampu memahami gambar yang dilukiskan dalam visi.
Visi dapat pula dikomunikasikan secara efektif melalui perilaku pribadi leader. Integritas leader merupakan alat komunikasi yang sangat efektif untuk menyampaikan visi organisasi. Dengan mewujudkan visi melalui perilaku leader, komitmen leader terhadap visi memberikan bukti tentang integritas leader. Tingginya integritas leader akan memberikan inspirasi kepada personel. Leader tidak hanya mengomunikasikan visi melalui perilaku pribadinya, namun dapat pula melalui operational behavior—perilaku orang yang dibentuk melalui sistem yang dirancang oleh leader.17
Dalam mengomunikasikan visi, mungkin akan terjadi inkonsistensi visi yang dikomunikasikan dengan apa yang dilihat dan dipersepsikan oleh personel. Apabila perusahaan menjalankan program pengurangan biaya, namun oleh personel dilihat bahwa direksi masih melakukan penyewaan pesawat pribadi untuk melayani perjalanan dinas mereka, maka inkonsistensi ini perlu dij elaskan kepada personel, untuk memperjelas visi pengurangan biaya yang dicanangkan perusahaan.
Komunikasi visi perlu dilakukan secara dua arah. Leader perlu mendengarkan respons, kritik, komentar dari personel mengenai visi yang dikomunikasikan kepada mereka. Dengan kesediaan untuk mendengarkan informasi dari personel, kemungkinan leader akan memperoleh informasi yang mengarahkan perlunya perumusan kembali visi. Daripada berjalan menuju arah yang salah, lebih baik mengorbankan kebanggaan dengan merumuskan kembali visi untuk menuju arah perubahan yang benar.
Menghadapi Resistensi
Inisiatif untuk melaksanakan perubahan transformasional sering kali kandas oleh ketakutan terhadap resistensi. Padahal resistensi merupakan proses alami yang selalu timbul dalam setiap perubahan transformasional. Michael Hammer18 memberikan lima prinsip untuk menghadapi resistensi berikut ini:
Resistance is natural and inevitable: Expect it
Resistance doesn't always show its face: Find it
Resistance has many motivations: Understand it
Deal with people's concern rather than their arguments: Confront it
There's no one way to deal with resistance: Manage it
Oleh karena resistensi tidak mungkin tidak akan timbul dalam setiap perubahan tranformasional, ada lima mekanisme yang diberikan oleh Michael Hammer19 untuk mengatasi resistensi: insentif, informasi, intervensi, indoktrinasi, dan ikut serta.
32-56
BAB 32: PENGELOLAAN PERUBAHAN
TAHAP KETIDAKPASTIAN
Setelah visi perubahan dirumuskan dan dikomunikasikan, perubahan kemudian diimplementasikan. Proses perubahan tranformasional merupakan perjalanan panjang dan penuh bebatuan. Dalam mengimplementasikan proses perubahan transformasional, orang dapat diibaratkan seperti: "berjalan telanjang ke masa depan."20 Apa yang telah dikenal sebelumnya, dan apa yang telah dicapai sebelumnya ditinggalkan untuk menuju masa depan yang penuh dengan ketidakpastian. Dalam menuju ke daerah yang penuh ketidakpastian ini, orang harus berbekal keberanian untuk menghadapi risiko dan kemampuan untuk belajar. Oleh karena itu, setelah proses perubahan dimulai, tugas leader adalah mengurangi rasa ketidakpastian yang menghinggapi personel perusahaan dalam mewujudkan visi melalui:21
1. Pemberdayaan personel untuk mewujudkan perubahan
2. Penciptaan kemenangan jangka pendek.
Pemberdayaan personel. Perubahan tranformasional memerlukan keterlibatan penuh seluruh personel. Sering kali setelah personel memahami visi yang dikomunikasikan kepada mereka, dan telah memiliki keinginan untuk melibatkan diri dalam perubahan transformasional yang direncanakan, karyawan menjadi tidak berdaya karena sebab-sebab berikut ini:22
1. Struktur organisasi formal menjadikan karyawan menemui kesulitan untuk melibatkan diri dalam perubahan.
2. Karyawan tidak memiliki keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan perubahan.
3. Sistem personel dan sistem informasi menjadikan karyawan menemui kesulitan untuk melibatkan diri dalam perubahan.
4. Manajer atasan menghambat pelaksanaan perubahan yang dilaksanakan oleh personel.
Untuk mengatasi masalah tersebut di atas, langkah-langkah pemberdayaan karyawan perlu dilakukan untuk melakukan perubahan transformasional. Langkah-langkah tersebut mencakup: (1) mengomunikasikan visi kepada personel, (2) membangun struktur yang cocok dengan visi, (3) memberikan pelatihan yang diperlukan personel, (4) menyesuaikan sistem informasi dan sistem personel dengan visi, (5) melawan supervisor yang menghambat perubahan yang diperlukan.
Penciptaan kemenangan jangka pendek. Telah disebutkan di atas bahwa perubahan transformasional dapat diibaratkan sebagai perjalanan23 panjang yang penuh dengan bebatuan. Orang mempunyai kecenderungan untuk segera menerima bukti mengenai kebenaran visi perubahan yang dilaksanakan organisasi. Jika leader tidak mengomunikasikan berbagai pencapaian kecil yang diperoleh dalam perjalanan perubahan, orang segera akan kehilangan minat
32-57
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
untuk melanjutkan perjalanan. Oleh karena itu, leader perlu mengumumkan kemenangan-kemenangan jangka pendek yang berhasil dicapai organisasi dari perjalanan perubahan tranformasional yang dilaksanakan.
Peran pemberitahuan kemenangan jangka pendek kepada personel adalah:24
1. Menyediakan bukti bahwa pengorbanan yang dilakukan personel bermanfaat.
2. Memberikan penghargaan kepada personel yang melaksanakan perubahan.
3. Membantu menyesuaikan visi dan strategi untuk mewujudkan visi.
4. Memberikan bukti bagi manajer atas bahwa perubahan masih dalam garis yang direncanakan.
5. Membangun momentum, dengan mengubah yang netral menjadi pendukung, dan yang menentang menjadi pembantu yang aktif.
Hubungan antara leadership, manajemen, dan hasil jangka pendek, dan transformasi yang berhasil. Agar transformasi berhasil, diperlukan kombinasi keterampilan: leadership skill dan managership skill. Managership skill berkaitan dengan pengarahan secara sistematis ke tujuan dan penyusunan anggaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, penyusunan rencana untuk mewujudkan tujuan tersebut, dan kemudian mengendalikan proses untuk menjaga agar proses perubahan sesuai dengan yang direncanakan. Transformasi tidak hanya memerlukan leadership skill; manajemen yang baik juga sangat diperlukan. Usaha untuk menciptakan kemenangan jangka pendek menunjukkan diperlukannya keseimbangan penerapan kedua keterampilan tersebut. Gambar 32.6 melukiskan hubungan antara leadership, manajemen, hasil jangka pendek, dan keberhasilan transformasi.y Jika transformasi dilaksanakan oleh pimpinan yang tidak memiliki leadership skill maupun managership skill, transformasi tidak beranjak ke arah mana pun. Jika pimpinan organisasi lebih menonjol dalam kemampuan managership dibandingkan dengan kemampuan leadership, program transformasi hanya akan berorientasi ke hasil jangka pendek. Jika pimpinan organisasi didominasi oleh orang-orang yang hanya memiliki kompetensi leadership skill, transformasi akan berhasil sementara waktu, kemudian akan menemui kegagalan, setelah hasil jangka pendek mulai tidak teratur. Oleh karena itu, hanya dengan kombinasi kompetensi leadership skill dan managership skill, usaha transformasi dapat berhasil secara gemilang.
TAHAP TRANSFORMASI
Dengan dilewatinya tahap ketidakpastian, organisasi memperoleh kepercayaan diri mengenai kemampuan mereka untuk berubah sebagaimana yang digambarkan dalam visi perubahan. Keyakinan diri personel organisasi menjadi meningkat dengan berbagai pencapaian jangka pendek yang dikomunikasikan kepada mereka. Peningkatan keyakinan ini memberikan semangat lebih besar kepada personel untuk melanjutkan perubahan ke tahap transformasi.
32-58
BAB 32: PENGELOLAAN PERUBAHAN
5
5
Usaha transformasi dapat berhasil untuk sementara, namun seringkali gagal setelah hasil jangka pendek mulai tidak teratur.
Usaha transformasi yang berhasil dengan kombinasi yang baik antara leadership skill dengan managership skill.
Usaha transformasi tidak beranjak kemanapun
Hasil jangka pendek dimungkinkan, terutama melalui pemotongan biaya, merger, dan akuisisi. Namun program transfornasi sesungguhnya sulit untuk dimulai, dan perubahan besar jangka panjang tidak dapat diwujudkan.
0
+
Managership
Gambar 32.6 Hubungan Antara Leadership, Managership, Hasil Jangka Pendek, dan Keberhasilan Transformasi
Tujuan proses perubahan tranformasional terletak pada tahap transformasi ini. Pada tahap ini, perubahan tranformasional yang digambarkan dalam visi perubahan mulai berwujud. Dalam tahap ini, manajemen melakukan konsolidasi perubahan-perubahan yang telah dicapai dan melakukan penegasan berbagai paradigma baru yang berhasil diwujudkan. Di samping itu, pada tahap ini terjadi berbagai sinergi yang dihasilkan oleh berbagai perubahan yang berhasil dilaksanakan, sehingga menghasilkan lebih banyak perubahan lagi.
TAHAP RUTINISASI
Perubahan tranformasional yang berhasil diwujudkan kemudian berjalan menuju tahap rutinisasi—berbagai sistem kerja yang baru dapat dikuasai dengan baik sehingga menjadi praktik yang berterima umum dan menjadi kebiasaan baru dalam organisasi. Dalam tahap ini, leader berusaha menanamkan perubahan-perubahan yang berhasil diwujudkan ke dalam kultur organisasi. Di samping itu, perubahan transformasional yang berhasil diwujudkan menimbulkan core beliefs baru di kalangan personel, yang dapat digunakan untuk menggantikan atau menambah core belief lama. Leader bertanggung jawab untuk mengomunikasikan core beliefs baru sebagaimana yang dibuktikan melalui perubahan tranformasional kepada seluruh personel. Lebih lanjut, perubahan tranformasional menimbulkan core values baru yang dapat dimasukkan ke dalam kultur organisasi. Seperti halnya dengan core beliefs, leader bertanggung jawab untuk mengomunikasikan core values baru yang menggantikan atau menambah core values lama yang terdapat dalam kultur organisasi.
Agar siklus perubahan tranformasional tidak tergelincir ke dalam jebakan stagnasi, pada tahap ini leader mulai melakukan persiapan kembali untuk melakukan perubahan tranformasional berikutnya. Dengan demikian proses perubahan berlangsung terus menerus sebagaimana dilukiskan pada Gambar 32.2.
32-59
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
Untuk memelihara semangat perubahan transformasional, leader perlu menanamkan value: ketidakpuasan kreatif (creative discontent)26 dalam diri personel. Jika orang menghadapi kenyataan tidak seperti yang diinginkan, ia akan mengalami ketidakpuasan. Harus dibedakan ketidakpuasan menjadi dua macam: (1) ketidakpuasan emosional dan (2) ketidakpuasan kreatif. Ketidakpuasan emosional adalah perasaan negatif seseorang yang timbul sebagai akibat tidak terpenuhinya keinginannya. Perasaan negatif dapat berwujud jengkel, sedih, marah, kesal, atau putus asa. Ketidakpuasan emosional merupakan ketidakpuasan yang tidak produktif dan dihasilkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
Ketidakpuasan kreatif adalah perasaan positif seseorang dalam menghadapi keadaan tidak terpenuhinya keinginannya. Ketidakpuasan kreatif juga berarti ketidakpuasan terhadap sesuatu yang telah berjalan dengan baik, yang dilandasi oleh keyakinan bahwa "selalu ada cara yang lebih baik."27 Ketidakpuasan kreatif merupakan ketidakpuasan yang produktif dan dihasilkan oleh orang yang memiliki tanggung jawab tinggi dalam dirinya. Ketidakpuasan kreatif merupakan nilai yang perlu dij unjung tinggi, yang diwujudkan dalam: (1) kegigihan personel untuk mencapai kesempurnaan dan (2) kekuatan jiwa personel dalam menerima kegagalan.
Orang tidak pernah mencapai kesempurnaan dalam kehidupan di dunia ini, oleh karena itu, tanpa mengenal lelah, orang perlu dengan kegigihan luar biasa berusaha mencapai kesempurnaan. Ketidakpuasan kreatif dilandasi oleh semangat yang tinggi dalam mencapai kesempurnaan.
Ketidakpuasan kreatif menjadikan orang senantiasa mencari hikmah dari setiap kegagalan yang dihadapi, sehingga ia mampu secara kreatif menjadikan kegagalan sebagai suatu kesalahan yang bermanfaat untuk dipelajari. Dengan demikian, ketidakpuasan kreatif menjadikan orang mampu melihat fakta yang terdapat dalam setiap kegagalan yang dihadapi, sehingga ia mampu menarik pelajaran secara kreatif untuk melakukan improvement secara berkelanjutan terhadap sistem dan proses yang digunakan untuk menghasilkan customer value.
SISI BAYANGAN SUATU PERUBAHAN
Setiap perubahan besar terdapat di dalamnya sisi bayangan. Perubahan selalu bersifat tidak teratur, sosial, politis, kultural atau bertentangan dengan kultur yang ada. Kenyataan ini harus diperhitungkan sejak dini pada setiap tahap perubahan.
Ketidakteraturan organisasi. Sebelum mempertimbangkan perubahan tranformasional yang akan dilaksanakan, perlu dilakukan penilaian mengenai kesiapan organisasi untuk melakukan perubahan. Misalnya, pada saat perusahaan menghadapi masalah penurunan drastis pangsa pasar, tidaklah tepat jika perubahan tentang program pengembangan manajemen ditawarkan kepada personel perusahaan . Pada saat seperti itu, rencana perubahan program penilaian kinerja misalnya, juga tidak akan menarik personel untuk menerimanya sebagai perubahan yang perlu dilakukan. Perubahan, meskipun sangat diperlukan,
32-60
BAB 32: PENGELOLAAN PERUBAHAN
akan menimbulkan ketidakteraturan dalam jangka pendek. Oleh karena itu, jika ketidakteraturan ini tidak dikomunikasikan dengan baik kepada personel yang terlibat, orang akan mulai berkata: "Hal ini tidak dapat dilaksanakan. Keadaan sekarang lebih jelek dibandingkan dengan kondisi sebelumnya yang biasa terjadi. Marilah kita kembali ke cara lama yang kita kenal sebelumnya."
Keanehan individual. Karena orang bereaksi secara unik terhadap perubahan— ada yang sepenuh hati mendukung perubahan, yang lain sepenuh hati melakukan sabotase dalam menghadapi perubahan—sering kali penting untuk memikirkan dengan serius bagaimana individu tertentu bereaksi terhadap perubahan yang direncanakan, sebelum perubahan tersebut dilaksanakan atau bahkan sebelum perubahan tersebut didesain. Manajer jarang memikirkan bagaimana setiap individu kemungkinan bereaksi terhadap perubahan, sehingga tidak merumuskan strategi untuk membantu mereka dalam menghadapi perubahan yang direncanakan.
Sistem sosial. Perubahan transformasional akan mengubah jaringan hubungan sosial yang telah terbentuk dalam organisasi. Dengan adanya perubahan, sering kali orang harus dipindah ke kelompok baru, klik dan aliansi yang telah ada dipecah dan diatur kembali. Begitu pula pola kepemimpinan informal akan mengalami perubahan jika perubahan transformasional diimplementasikan. Manajer yang bij aksana mengetahui cara-cara sistem sosial melayani bisnis dan cara-cara sistem tersebut menghambat bisnis. Jika manajer memahami bahwa perubahan yang diperlukan akan menyebabkan semacam keresahan sosial, mereka siap menghadapi keadaan seperti itu.
Politik organisasi. Politik adalah cara untuk bersaing dalam mendapatkan kekuasaan, pandangan ideologis tertentu, tanggung jawab dan wewenang, dan sumber daya langka. Karena perubahan tidak dapat dipungkiri akan melibatkan faktor-faktor tersebut, maka perubahan selalu bersifat politis. Dalam perubahan, perimbangan kekuasaan akan bergeser, ideologi baru diusulkan atau diwajibkan, dan sumber daya langka dialokasikan kembali. Oleh karena itu, setiap perubahan harus mempertimbangkan pemangku kepentingan (stakeholders) yang akan terkena dampak perubahan yang direncanakan, dengan melakukan analisis terhadap pemangku kepentingan:
1. Membuat daftar pemangku kepentingan yang terkena dampak perubahan yang direncanakan.
2. Mengidentifikasi pemangku kepentingan utama dalam daftar tersebut disertai dengan kepentingan mereka masing-masing terhadap perubahan yang direncanakan.
3. Menentukan apakah setiap pemangku kepentingan merupakan kawan, penghalang, atau penentang terhadap perubahan yang direncanakan.
4. Mengembangkan strategi, terutama yang bersifat win-win, dalam menghadapi pemangku kepentingan utama dan kepentingan mereka.
32-61
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
5 Memperhitungkan kepedulian pemangku kepentingan sejak dimulainya perubahan.
Kultur organisasi. Usaha perubahan tranformasional kemungkinan didukung oleh kultur yang telah ada atau kemungkinan bertentangan dengan kultur tersebut. Pemeriksaan terhadap kultur yang ada perlu dilakukan untuk mengetahui norma dan praktik yang mendukung perubahan dan yang menghambat implementasi perubahan. Jika perubahan yang direncanakan diprakirakan akan sangat bertentangan dengan kultur yang telah ada, akan lebih baik jika norma dan praktik baru diperkenalkan, dimasukkan ke dalam norma dan praktik yang seharusnya dilaksanakan personel, dan kemudian digunakan untuk mengubah kultur yang telah ada.
RANGKUMAN
Dalam era globalisasi dan era informasi, perubahan merupakan conditio sine qua non—suatu kondisi yang tidak bisa tidak pasti terjadi. Jika di masa lalu, perubahan transformasional jarang terjadi, dalam era globalisasi dan era informasi, orang dituntut untuk melakukan perubahan semacam itu dalam frekuensi yang lebih sering. Oleh karena itu, kompetensi dalam memicu perubahan transformasional, memacu serta mengelola proses perubahan tersebut menjadi kebutuhan bagi para manajer, agar secara berhasil mereka mampu membawa organisasi perusahaan mereka mengarungi lingkungan bisnis yang turbulen ini.
Terlalu berisiko bila perusahaan menghindari kesempatan untuk melakukan perubahan transformasional yang diperlukan, karena dengan tidak dipilihnya perubahan transformasional, berarti alternatif slow death yang dipilih.28 Namun, juga terlalu berisiko tinggi bila manajer memilih kesempatan untuk melakukan perubahan transformasional, tetapi mereka tidak memiliki kompetensi untuk mengelola perubahan tersebut, dan membiarkan perubahan berlangsung berdasarkan faktor keberuntungan. "The risks of doing nothing are often greater than the risks of making mistakes. "29
Peran baru manajer perlu dirumuskan kembali agar manajer mampu membawa organisasinya memasuki lingkungan bisnis yang turbulen. Tanpa memasukkan unsur "bertanggung jawab untuk merencanakan dan menerapkan sistem yang menjamin orang memiliki kompetensi untuk melakukan improvement secara berkelanjutan" ke dalam peran manajer, para manajer akan tidak bertanggung jawab untuk senantiasa melakukan perubahan terhadap proses dan sistem yang digunakan untuk menghasilkan value bagi customer. Dan tanpa kemampuan untuk senantiasa melakukan improvement terhadap proses dan sistem, organisasi akan terancam kelangsungan hidupnya, mengingat semakin tajamnya persaingan di era globalisasi ini.
Peran baru manajer menuntut kompetensi baru dalam bidang pengelolaan terhadap perubahan transformasional. Manajer perlu mengidentifi kasi tahap-tahap yang harus dilalui proses perubahan transformasional dan mengembangkan kompetensi untuk mengelola setiap tahap proses perubahan tersebut.
32-62
BAB 32: PENGELOLAAN PERUBAHAN
Perubahan tranformasional dilaksanakan melalui empat tahap: (1) pemicuan, (2) ketidakpastian, (3) transformasi, dan (4) rutinisasi. Dalam setiap tahap terdapat jebakan yang dapat menghentikan proses perubahan yang sedang berlangsung. Peran manajer adalah mengelola proses perubahan untuk menghindarkan organisasi masuk ke dalam jebakan yang menghadang dalam setiap tahap proses perubahan tranformasional tersebut.
Komponen utama kompetensi manajer dalam mengelola proses perubahan tranformasional adalah (1) leadership skill dan (2) managership skill. Leadership skill terutama diperlukan manajer untuk memicu perubahan, mengingat perubahan transformasional harus dimulai dari membangkitkkan rasa keterdesakan dalam diri seluruh personel organisasi, membentuk tim pemandu, dan merumuskan serta mengomunikasikan visi perubahan. Managership skill terutama diperlukan manajer pada tahap-tahap: ketidakpastian, transformasi dan rutinisasi, karena pada tahap-tahap tersebut diperlukan kemampuan untuk mengendalikan proses perubahan tranformasional.
Di dunia ini, perubahan terjadi menurut hukum-hukumnya sendiri, terlepas dari pendapat atau perasaan kita terhadapnya. Kemampuan organisasi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya di era globalisasi dan era informasi sangat ditentukan oleh kemampuan organisasi untuk berubah, menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan bisnis yang dihadapi atau sesuai dengan perubahan potensial yang akan terjadi di masa yang akan datang. Kemampuan organisasi untuk berkembang di era sekarang ini ditentukan oleh kemampuan organisasi dalam menciptakan perubahan. Kemampuan organisasi untuk berubah ditentukan oleh seberapa berdaya personel perusahaan melakukan perubahan. Konsep employee empowerment menjadi prasyarat untuk membangun hi-fl ex organization—organisasi yang mampu beradaptasi dengan cepat dan bahkan mampu dengan cepat menciptakan perubahan untuk merespons perubahan lingkungan bisnis yang telah terjadi atau secara potensial akan terjadi. Kemampuan personel organisasi untuk menangkap berbagai kesempatan yang dibawa oleh setiap perubahan menjadi penentu kelangsungan hidup dan perkembangan organisasi.
PERTANYAAN
1. It is an inexorable law of the global marketplace that when your competitors, wherever they are, reengineering, you have little choice but to follow. Setujukah Saudara dengan pernyataan tersebut? Jelaskan jawaban Saudara.
2. Jelaskan beda konsep incremental change dengan transformational change. Berikan contohnya masing-masing.
3. Perubahan transformasional menuntut kompetensi leadership dan managership. Jelaskan pernyataan tersebut.
4. Oleh karena lingkungan bisnis yang dimasuki perusahaan pada umumnya sangat bergolak, penuh dengan perubahan, peran manajer perlu dirumuskan kembali.
32-63
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
a. Jelaskan yang dimaksud dengan peran.
b. Jelaskan peran manajer yang sesuai dengan tuntutan lingkungan bisnis global yang turbulen.
5. Mengingat perubahan transformasional tidak mungkin dilaksanakan hanya oleh manajer, maka manajer bertanggung jawab untuk menjadikan perubahan transformasional menjadi gerakan berkelanjutan yang mengerahkan semua potensi sumber daya manusia yang ada dalam organisasi. Management Accomplishment Topograph (MAT) memberikan rerangka untuk mengerahkan semua potensi sumber daya manusia untuk mengadakan perubahan yang diperlukan secara berkelanjutan.
a. Jelaskan apa yang dimaksud dengan MAT.
b. Jelaskan bagaimana MAT memacu perubahan secara berkelanjutan dalam organisasi.
6. Perubahan transformasional dilaksanakan melalui siklus tertentu.
a. Sebutkan dan jelaskan secara singkat tahap-tahap yang harus dilalui dalam perubahan transformasional.
b. Sebutkan dan jelaskan jebakan yang dapat timbul dalam setiap tahap perubahan transformasional.
7. Sebutkan lima kegiatan penting yang dilaksanakan oleh leader pada tahap pemicuan perubahan.
8. Jelaskan keadaan-keadaan yang menyebabkan tidak adanya rasa keterdesakan untuk berubah dalam diri personel perusahaan dan jelaskan pula cara untuk mengatasi masalah tersebut.
9. Setelah rasa keterdesakan timbul dalam diri personel perusahaan, leader kemudian membentuk tim pemandu perubahan. Sebutkan persyaratan yang harus dipenuhi anggota tim agar tim tersebut efektif sebagai pelopor perubahan.
10. Jelaskan visi perubahan dalam proses perubahan dan jelaskan pula bagaimana pengomunikasian visi perubahan kepada seluruh personel perusahaan.
11. Sebutkan lima prinsip yang dikemukakan oleh Michael Hammer dan Steven Stanton untuk menghadapi resistensi.
12. Dalam menjalani tahap pengimplementasian perubahan transformasional, orang dapat diibaratkan sebagai: "walking naked into the land of uncertainties." Jelaskan perumpamaan tersebut.
13. Jelaskan cara yang ditempuh untuk mengurangi ketidakpastian yang menghinggapi diri personel dalam mewujudkan visi perubahan.
14. Perubahan transformasional memerlukan leadership skill dan managership skill secara berimbang. Jelaskan apa yang terjadi jika sebagian pelaksana perubahan lebih banyak memiliki leadership skill daripada managership skill. Jelaskan juga apa yang terjadi jika sebagian pelaksana perubahan lebih banyak memiliki managership skill daripada leadership skill.
15. Jelaskan apa yang terjadi pada tahap transformasi.
16. Jelaskan apa yang terjadi pada tahap rutinisasi.
17. Nilai dasar apa yang perlu ditanamkan kepada personel perusahaan agar
32-64
BAB 32: PENGELOLAAN PERUBAHAN
pada tahap rutinisasi perubahan personel perusahaan tetap memiliki semangat untuk mengadakan perubahan.
18. Leader harus memperhitungkan sejak dini sisi bayangan yang menyertai perubahan transformasional. Jelaskan pernyataan ini.
CATATAN AKHIR
1 Michael Hammer dan Steven A. Stanton, The Reengineering Revolution: A Handbook (New York: HarperBusinesss, 1995), h. 314.
2 Peter F. Drucker, Post Capitalist Society (New York: HarperBusiness, 1993), h. 73.
3 Drucker , h. 59.
4 John P. Kotter, Leading Change. (Boston: Harvard Business School Press, 1996) h. 71.
5 Greg Bounds, et al. , Beyond Total Quality Management: Toward Emerging Paradigm (New York: McGraw-Hill, Inc., 1994), h. 136.
6 Bounds, et al., h. 140.
7 Bounds, et al., h. 150.
8 Bounds, et al., h. 158.
9 Robert, E Quinn, Deep Change: Discovering the Leader Within (San Francisco: Jossey-Bass Publisher, 1996), h. 168.
10 Kotter, h. 57.
11 Kotter, h. 68-69.
12 Kotter, h. 21.
13 Kotter, h. 72.
14 Kotter, h. 68-69
15 Kotter, h. 102.
16 Kotter, h. 90
17 Neil H. Snyder, James D. Dowd, Jr., dan Dianne Morse Hough ton, Vision, Values, and Courage: Leadership for Quality Management (New York: The Free Press, 1994), h. 129.
18 Hammer, Stanton, h. 128.
19 Hammer dan Stanton, h. 129
20 Quinn, h. 3.
21 Kotter, h. 21.
22 Kotter, h. 102.
23 James A. Champy, "Preparing for Organizational Change," dalam Frances Hesselbein, Marshal Goldsmith, dan Richard Beckhard (Eds), The Organization of the Future (San Francisco: Jossey-Bass Publishers, 1997), h. 9.
24 Kotter, h. 123.
25 Kotter, h. 129.
26 Bounds, et al., h. 492.
27 Snyder, Dowd, dan Houghton, h. 178-181
28 Quinn, h. 1-12.
29 Richard G. Hamermesh, Fad-Free Management, World Executive Digest, Juli 1997, h. 27.
32-65
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
32-66
RERANGKA KONSEPTUAL KINERJA MANAJERIAL
PENDAHULUAN
Di dalam Bab 32 Rerangka Reskilling Manajer telah diuraikan bahwa untuk menjadikan organisasinya sebagai institusi pencipta kekayaan, manajer harus memiliki managerial skill memadai. Skill ini sangat berbeda dengan technical skill yang umumnya dimiliki oleh manajer.
Buku ini menguraikan berbagai skill yang diperlukan untuk mengelola organisasi perusahaan. Skill yang pertama adalah skill dalam pembentukan mindset personel. Dalam Bab 3 Rerangka Pembentukan Mindset diuraikan panduan untuk membentuk berbagai mindset yang sesuai dengan lingkungan bisnis yang dimasuki oleh organisasi. Kemudian dalam Bab 4 sampai dengan Bab 8 diuraikan rerangka untuk membentuk berbagai mindsets yang sesuai dengan lingkungan bisnis global. Skill yang kedua adalah skill untuk membangun struktur SPPM yang dilandasi oleh berbagai mindsets yang telah dibentuk. Pembangunan komponen struktur SPPM ini mencakup pembangunan organisasi (Bab 10 sampai dengan Bab 14), jejaring informasi (Bab 15), dan sistem penghargaan (Bab 16 dan Bab 18). Skill yang ketiga adalah skill untuk mendesain dan menjalankan proses SPPM. Bab 19 Rerangka Konseptual Pendesainan Proses Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen memberikan panduan dalam pendesainan proses SPPM. Manajer perlu memiliki skill untuk menjalankan proses SPPM, yang mencakup: (1) sistem perumusan strategi (Bab 20 sampai dengan Bab 22), sistem perencanaan strategik (Bab 23 dan Bab 24), sistem penyusunan program (Bab 25), sistem penyusunan anggaran (Bab 26), sistem pengimplementasian (Bab 27), dan sistem pemantauan (Bab 28 dan Bab 29).
Bab ini menyajikan rerangka konseptual kinerja manajerial. Uraian akan dimulai dengan konsep rerangka konseptual dan kinerja manajerial. Fokus bab ini terletak pada pembangunan rerangka konseptual kinerja manajerial yang dapat dipakai sebagai working model bagi tim manajemen yang bertanggung jawab untuk menghasilkan kinerja manajerial bagi organisasi.
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
PENTINGNYA RERANGKA KONSEPTUAL
Rerangka konseptual (conceptual framework) diperlukan sebagai working model dalam membangun sesuatu yang bersifat abstrak. Dengan rerangka konseptual, orang memiliki gambaran jelas mengenai komponen bangunan sesuatu yang bersifat abstrak dan hubungan satu komponen dengan komponen lain. Dengan demikian, rerangka konseptual dapat memberikan acuan bagi banyak orang yang terlibat dalam pembangunan sesuatu yang abstrak.
KINERJA MANAJERIAL
Seseorang yang memegang posisi manajerial diharapkan mampu menghasilkan suatu kinerja manajerial. Berbeda dengan kinerja karyawan yang pada umumnya bersifat konkret, kinerja manajerial bersifat abstrak dan kompleks.
Manajer menghasilkan kinerja dengan mengerahkan bakat dan kemampuan, serta usaha beberapa orang lain yang berada di dalam daerah wewenangnya. Oleh karena itu, manajer memerlukan rerangka konseptual sebagai working model yang dapat digunakan sebagai alat komunikasi untuk menghasilkan kinerja manajerial.
RERANGKA KONSEPTUAL KINERJA MANAJERIAL
Rerangka konseptual kinerja manajerial (conceptual framework of managerial performance) merupakan struktur komponen-komponen yang membentuk kinerja orang yang memegang posisi manajerial. Rerangka konseptual ini dipakai sebagai model untuk membangun kinerja manajerial yang bersifat abstrak. Setiap komponen yang membentuk rerangka konseptual ini dapat dikembangkan lebih lanjut secara lebih rinci dan bersifat konseptual pula.
Mengapa kinerja manajerial memerlukan rerangka konseptual? Rerangka konseptual kinerja manajerial dibutuhkan untuk:
1. Memungkinkan tim manajemen yang bertanggung jawab mewujudkan kinerja manajerial dapat bekerja in concert berdasarkan rerangka konseptual kinerja manajerial.
2. Memungkinkan setiap anggota tim melakukan alignment atas kinerja yang dihasilkan dengan kinerja anggota tim yang lain, agar kinerja bersama bagi organisasi secara keseluruhan dapat diwujudkan.
3. Memungkinkan dilakukannya evaluasi terhadap konsistensi antarkomponen rerangka konseptual kinerja manajerial.
4. Memungkinkan dilakukannya evaluasi kekuatan dan kelemahan setiap komponen rerangka tersebut jika lingkungan bisnis menuntut perubahan terhadap komponen tertentu.
Rerangka konseptual kinerja manajerial disajikan pada Gambar 33.1. Sebagai working model, rerangka konseptual kinerja manajerial tersebut menunjukkan seluruh komponen yang perlu dibangun dalam mewujudkan kinerja manajerial.
33-68
BAB 33: RERANGKA KONSEPTUAL KINERJA MANAJERIAL
6
\1
Produksi Produk
dan Jasa secara
Cost Effective
Bakat dan Kemampuan
Desain Produk
dan Jasa yang
Menghasilkan Value
bagi Customer
Misi, Visi, Core Values
Persepsi tentang Peran
Menjadikan
Organisasi sebagi
Wealth-Creating
Institution
Value-Adding Role
Pemasaran Produk
dan Jasa secara
efektif kepada
Customer
Gambar 33.1 Rerangka Konseptual Kinerja Manajerial
Penjelasan Singkat Rerangka Konseptual Kinerja Manajerial
Kinerja manajerial (kotak # 1) ditentukan oleh tiga faktor: bakat dan kemampuan (kotak # 2), persepsi tentang peran (kotak # 3), dan usaha (kotak # 4).1
Pada dasarnya organisasi dibangun sebagai wealth-creating institution.2 Oleh karena itu, kinerja manajerial pada dasarnya adalah untuk menjadikan organisasi yang dipimpinnya sebagai wealth-creating institution (kotak # 5).
Ada tiga kegiatan utama untuk menjadikan organisasi sebagai wealth-creating institution: (1) mendesain produk dan jasa yang mampu menghasilkan value bagi customers (kotak # 6), (2) memproduksi produk dan jasa secara cost eff ective (kotak
# 7), (3) memasarkan produk dan jasa secara efektif kepada customer (kotak # 8).
Oleh karena manajer dituntut untuk menghasilkan kinerja "menjadikan organisasinya sebagai wealth-creating institution," maka manajer perlu memahami value-adding role (kotak # 9) yang disandangnya. Untuk mampu melaksanakan value-adding role, manajer perlu memiliki managerial skill (kotak # 10) memadai.
Usaha (kotak # 4) merupakan faktor yang menentukan apakah bakat dan kemampuan yang dimiliki oleh manajer (kotak # 2) dan persepsi tentang peran (kotak # 3) mampu menghasilkan kinerja manajerial (kotak # 1)—menjadikan organisasi sebagai wealth-creating institution (kotak # 5). Untuk mampu menjadikan organisasinya sebagai wealth-creating institution, manajer memerlukan sarana untuk memfokuskan dan memacu usaha seluruh anggota organisasi. Misi, visi, dan core values organisasi (kotak # 11) merupakan pemfokus usaha seluruh anggota organisasi dalam mewujudkan kinerja manajerial. Core beliefs (kotak
# 12) merupakan pemacu semangat seluruh anggota organisasi dalam usaha mewujudkan kinerja manajerial.
33-69
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
KINERJA YANG DITUNTUT DARI MANAJER
Dalam posisinya sebagai manajer, kinerja apa yang dituntut dari seseorang? Penentuan kinerja macam apa (kotak # 1) yang dituntut dari seorang manajer sangat menentukan peran yang disandangnya (kotak # 3), bakat dan kemampuan (kotak # 2) yang diperlukan untuk melaksanakan peran tersebut, serta usaha (kotak # 4) yang dicurahkan untuk mewujudkan bakat dan kemampuan dalam peran yang dipegangnya.
Dalam memimpin organisasi, pada dasarnya manajer dituntut menghasilkan kinerja untuk menjadikan organisasinya sebagai wealth-creating institution (kotak # 5). Organisasi pada dasarnya merupakan institusi yang dibangun untuk menciptakan kekayaan, yang dapat berupa kekayaan material (material wealth) atau tidak material (immaterial wealth).3 Kekayaan yang dihasilkan oleh organisasi digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan pemangku kepentingan organisasi (stakeholders), seperti customer, pemasok, karyawan, manajer, mitra bisnis, pemerintah, kreditor, dan pemegang saham.
BAGAIMANA MENJADIKAN ORGANISASI SEBAGAI WEALTH-CREATING INSTITUTION
Sebagaimana telah disebutkan di atas, manajer menjadikan organisasi sebagai wealth-creating institution melalui tiga kegiatan utama berikut ini: (1) mendesain produk dan jasa yang mampu menghasilkan value bagi customers, (2) memproduksi produk dan jasa secara cost eff ective, dan (3) memasarkan produk dan jasa secara efektif kepada customer.
Dari ketiga kegiatan utama untuk menjadikan organisasi sebagai wealth-creating institution tersebut, tidak satu pun kegiatan yang tidak berkaitan dengan customer. Dengan mendesain produk dan jasa yang mampu menghasilkan value bagi customer, organisasi memperoleh jaminan produk dan jasa yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan customer, sehingga memiliki peluang besar untuk memenangkan pilihan customer. Dengan memasarkan produk dan jasa secara efektif kepada customer, organisasi akan memperoleh jaminan untuk mendapatkan pendapatan (revenue). Oleh karena itu, tuntutan kinerja semacam ini menuntut peran manajer untuk menciptakan kepuasan customer.
Untuk mampu menciptakan kekayaan, organisasi harus menghasilkan pendapatan di atas biaya, sehingga diperoleh laba memadai. Oleh karena itu, manajer dituntut mampu memproduksi produk dan jasa secara cost eff ective— seluruh sumber daya yang dikorbankan untuk memperoleh pendapatan hanya dikonsumsi untuk melaksanakan aktivitas penambah nilai (value-added activities) bagi customer. Dengan demikian, tuntutan kinerja semacam ini pada gilirannya menuntut peran manajer untuk membangun modal manusia, modal informasi, dan modal organisasi.
Asumsi tentang lingkungan bisnis yang menjadi tempat beroperasinya organisasi sangat menentukan peran yang perlu disandang oleh manajer, dan pada gilirannya sangat menentukan managerial skill yang diperlukan untuk
33-70
BAB 33: RERANGKA KONSEPTUAL KINERJA MANAJERIAL
menjadikan organisasi mampu beroperasi dalam lingkungan tersebut. Di dalam lingkungan bisnis global sekarang ini, organisasi sebagai wealth-creating institution beroperasi dalam lingkungan bisnis yang sangat turbulen dan kompetitif. Dengan demikian untuk mampu beroperasi dalam lingkungan semacam itu, organisasi perlu memiliki kemampuan untuk berubah. Organisasi hanya akan memiliki kemampuan untuk berubah jika seluruh personelnya memiliki kemampuan untuk mengelola perubahan. Oleh karena itu, situasi yang dihadapi oleh organisasi semacam ini menuntut peran manajer untuk membangun kompetensi personel dalam menciptakan dan mengelola perubahan. Lingkungan yang kompetitif dan turbulen juga menuntut manajer memiliki managerial skill baru: "memicu dan mengelola perubahan."
VALUE-ADDING ROLE
Untuk mampu menghasilkan kinerja sebagaimana digambarkan di atas, manajer perlu menyadari perannya sebagai penambah nilai (value-adding role). Peran tanggung jawab, perilaku, atau kinerja yang diharapkan dari seseorang yang bertanggung jawab atas posisi tertentu.4 Jika di dalam peran seseorang tidak terdapat perilaku yang diperlukan untuk menghasilkan kinerja tertentu, orang tersebut tidak akan berperilaku sebagaimana yang diperlukan, akibatnya tidak akan menghasilkan kinerja sebagaimana yang diharapkan.
Di atas telah diuraikan bahwa untuk menjadikan organisasi sebagai wealth-creating institution diperlukan tiga kegiatan utama. Dengan demikian, peran manajer perlu didesain untuk memungkinkan organisasi menjadi wealth-creating institution melalui tiga kegiatan utama tersebut.
Peran manajer untuk memungkinkan organisasi sebagai wealth-creating institution disebut dengan value-adding role (kotak # 9), yang terdiri atas empat peran yang diarahkan untuk mewujudkan empat tujuan berikut ini: (1) terbangunnya customer capital dengan menyediakan customer value proposition (berupa product/ service attributes, quality relationship dengan customer, dan citra); (2) terbangunnya proses yang produktif dan cost eff ective; (3) terbangunnya modal manusia, modal informasi, dan modal organisasi; dan (4) dihasilkannya kinerja keuangan luar biasa berkesinambungan.
Mengapa value-adding role diarahkan ke empat tujuan tersebut? Jawabannya adalah karena untuk menciptakan kekayaan (creating wealth) organisasi harus mengarah ke empat sasaran utama: memuasi kebutuhan customer dengan desain produk dan jasa yang menghasilkan value bagi customer dan memasarkan secara efektif produk dan jasa tersebut kepada customer. Di samping itu, untuk memproduksi produk dan jasa yang bernilai tambah bagi customer diperlukan proses yang produktif dan cost eff ective, yang dij alankan oleh modal manusia, dengan memanfaatkan modal informasi dan modal organisasi. Keberhasilan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan customer melalui proses yang produktif dan cost eff ective, dan dij alankan oleh modal manusia dengan modal informasi dan modal organisasi menjanjikan pelipatgandaan kinerja keuangan secara berkesinambungan.
33-71
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
Customers yang puas. Di dalam lingkungan bisnis yang di dalamnya customer memegang kendali bisnis, kepuasan customer merupakan tujuan perjalanan bisnis perusahaan. Kepuasan customer dapat diwujudkan dengan membangun tiga P: (1) product, (2) process, dan (3) people. Produk dan jasa perusahaan harus mampu menghasilkan value bagi customer, dan produk dan jasa yang menghasilkan value adalah produk yang berbeda (distinct) dari produk yang dihasilkan oleh pesaing. Produk yang berkemampuan untuk menghasilkan value bagi customer hanya dapat dihasilkan melalui proses yang produktif dan cost eff ective— suatu proses yang hanya mengonsumsi sumber daya untuk aktivitas yang menambah nilai (value-added activities) bagi customer. Proses yang produktif dan cost eff ective dilaksanakan oleh modal manusia diberdayakan melalui modal informasi dan modal organisasi.
Modal manusia, modal informasi, dan modal organisasi. Produk dan jasa yang menghasilkan value bagi customer dengan proses yang cost eff ective hanya dapat diwujudkan secara konsisten oleh karyawan produktif dan berkomitmen. Produktivitas karyawan tidak ditentukan oleh teknologi yang digunakan oleh perusahaan, namun ditentukan oleh kualitas karyawan dan kualitas manajemen perusahaan. Kualitas karyawan ditentukan oleh efektivitas pendidikan dan pelatihan yang diterimanya dan sistem manajemen modal manusia yang digunakan. Teknologi maju yang berada di tangan karyawan yang rendah pengetahuannya dan rendah moral kerjanya akan menghasilkan produktivitas yang sangat rendah. Oleh karena itu, proses bisnis dan proses organisasi perlu ditujukan untuk menghasilkan karyawan yang produktif dan memiliki komitmen tinggi untuk menghasilkan value bagi customer.
Karyawan akan memiliki komitmen tinggi jika misi, visi, core beliefs, dan core values mereka secara individual sesuai dengan misi, visi, core beliefs, dan core values organisasi. Kemampuan manajer dalam merumuskan misi, visi, core beliefs dan core values organisasi dan kemampuan manajer untuk mengomunikasikannya kepada karyawan melalui personal dan operational behavior akan mengubah misi, visi, core beliefs, dan core values organisasi menjadi shared mission, shared vision, shared beliefs, dan shared values.
Kinerja keuangan luar biasa berkesinambungan. Laba bukan merupakan tujuan perusahaan, bahkan bagi perusahaan bermotif laba sekali pun, namun hanya merupakan petunjuk seberapa baik keseluruhan perusahaan dikelola. Laba merupakan selisih antara pendapatan dengan biaya. Perusahaan yang membangun tiga P (product, process, dan people) dengan baik akan mampu menghasilkan P yang keempat (profi t) memadai. Dengan demikian, profi t yang berjangka panjang hanya dapat diwujudkan melalui: (1) penciptaan produk yang menghasilkan value bagi customer, (2) proses yang cost eff ective, dan (3) modal manusia (people) yang produktif dan berkomitmen, diberdayakan dengan modal informasi dan modal organisasi.
33-72
BAB 33: RERANGKA KONSEPTUAL KINERJA MANAJERIAL
MANAGERIAL SKILLS
Agar mampu menjalankan value-adding role sebagaimana diuraikan di atas, manajer perlu memiliki managerial skills tertentu (kotak # 10). Rerangka konseptual untuk pengembangan managerial skills dilukiskan dalam Bab 30 pada Gambar 30.1 Rerangka Konseptual Managerial Skill untuk Value-Added Management. Berdasarkan rerangka tersebut, managerial skills yang perlu dimiliki oleh manajer mencakup:
1. Pengelolaan bisnis dan proses organisasional
2. Pemicuan dan pengelolaan perubahan
3. Pengelolaan sisi bayangan (shadow side) organisasi.
Skills dalam Pengelolaan Bisnis dan Proses Organisasional
Managerial skills yang perlu dikuasai oleh manajer dalam pengelolaan bisnis dan proses organisasional mencakup: (1) menciptakan atau membentuk bisnis yang akan dilaksanakan, (2) membangun struktur SPPM, yang mencakup pembangunan struktur organisasi, jejaring informasi, dan sistem penghargaan personel, dan (3) memilih dan mengembangkan manajer dan leader yang diperlukan untuk menjalankan peran penting dalam melaksanakan secara efektif bisnis pilihan, melalui proses SPPM.
Penciptaan bisnis. Dalam merumuskan bisnis yang akan dilaksanakan oleh perusahaan atau bagiannya, ada empat pertanyaan yang harus dij awab oleh manajer: (1) kebutuhan apa yang akan kita penuhi? (2) siapakah customer kita? (3) dalam bisnis apa kita berusaha? dan (4) apa yang terbaik kita kerjakan dalam bisnis tersebut?
Jawaban atas keempat pertanyaan tersebut merupakan misi pilihan perusahaan untuk menuju ke masa depan. Misi memfokuskan seluruh sumber organisasi ke bisnis pilihan. Penciptaan bisnis dilanjutkan ke penerjemahan misi, visi, keyakinan dasar, nilai dasar, dan strategi perusahaan ke dalam action plans. Penerjemahan ini dimulai dari pemilihan inisiatif strategik, penjabaran insiatif strategik ke dalam program, penjabaran program ke dalam anggaran tahunan, pengimplementasian rencana, dan pemantauan pelaksanaan rencana.
Panduan untuk membangun managerial skill dalam penciptaan bisnis dibahas dalam Bab 20 sampai dengan Bab 31 yang mencakup sistem perumusan strategi, sistem perencanaan strategik, sistem penyusunan program, sistem penyusunan anggaran, sistem implementasi, dan sistem pemantauan.
Pendesainan struktur SPPM. Untuk menghasilkan empat P (profi t, product, process, dan people), manajer dituntut untuk memiliki managerial skills dalam mendesain komponen struktur SPPM yang mencakup: (1) organisasi, (2) jejaring informasi, dan (3) sistem penghargaan. Panduan untuk mengembangkan managerial skill dalam pembangunan organisasi dibahas dalam Bab 10 sampai dengan Bab 14, yang mencakup struktur organisasi, jejaring informasi dan sistem penghargaan.
33-73
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
Pengembangan sekelompok manajer dan leaders yang mengoordinasikan dan memudahkan pelaksanaan proses bisnis dan proses organisasi. Untuk melaksanakan bisnis yang telah ditetapkan melalui proses sistem pengendalian manajemen yang telah didesain, manajer perlu mengembangkan sekelompok manajer yang ditunjuk untuk melakukan koordinasi, pengarahan, dan dukungan kepada karyawan dalam melaksanakan bisnis perusahaan: memproduksi dan menyerahkan produk dan jasa secara cost eff ective kepada customer sehingga menghasilkan fi nancial returns bagi perusahaan. Di samping itu, pada tahap ini pula dilakukan pengembangan potensi kepemimpinan di setiap tingkat organisasi untuk memungkinkan dilakukannya inovasi dan perubahan untuk mengembangkan institusi. Kepemimpinan pada dasarnya pencapaian hasil yang luar biasa.
Bab 31 Rerangka Konseptual Kinerja Leadership memberikan panduan dalam mengembangkan potensi kepemimpinan untuk menjadikan leader menghasilkan kinerja leadership. Bab 33 Rerangka Konseptual Kinerja Manajerial memberikan panduan dalam mengembangkan potensi manajerial untuk menjadikan manajer menghasilkan kinerja manajerial.
Skills dalam Pemicuan dan Pengelolaan Perubahan
Bab 34 Pengelolaan Perubahan memberikan rerangka menyeluruh keterampilan manajerial untuk memicu dan mengelola inovasi dan perubahan. Tiga pertanyaan yang relevan diajukan adalah:5 (1) Apa yang perlu kita lakukan untuk menjadikan bisnis lebih baik? (2) Bagaimana kita dapat membuat organisasi melayani bisnis lebih efektif? dan (3) Bagaimana kita meningkatkan manajemen dan leadership dalam organisasi?
Oleh karena lingkungan bisnis senantiasa mengalami perubahan, dan globalisasi mengubah perubahan itu sendiri menjadi pesat, radikal, serentak, dan pervasif, maka manajer harus memiliki kemampuan untuk trendwatching dan envisioning. Kemampuan ini akan membantu manajer dalam melakukan perubahan secara proaktif. Manajer harus memiliki kompetensi dalam leadership skill sekaligus managership skill dalam mengelola perubahan.
Skills dalam Pengelolaan Sisi Bayangan (Shadow Side) Organisasi
Berbagai sistem yang dibangun dalam organisasi merupakan cara formal untuk mengelola organisasi. Namun perlu disadari bahwa pengelolaan organisasi pada dasarnya merupakan pengelolaan terhadap sumber daya manusia, yang tidak dapat disamakan dengan pengelolaan terhadap sumber daya yang lain seperti: mesin dan peralatan, uang, dan sumber daya alam. Jika seluruh komponen yang membentuk mesin dan seluruh prosesnya telah dinyatakan layak jalan, dengan menekan tombol tertentu, mesin tersebut akan beroperasi dengan sendirinya. Berbeda dengan orang, meskipun seluruh struktur sistem pengendalian manajemen telah dirancang dengan baik dan semua tahap proses sistem pengendalian manajemen telah didesain dengan baik, tidak selamanya organisasi akan mencapai
33-74
BAB 33: RERANGKA KONSEPTUAL KINERJA MANAJERIAL
tujuan yang diharapkan, karena sumber daya manusia tidak dapat berjalan secara otomatis seperti mesin. Oleh karena itu, setiap organisasi pasti mempunyai sisi bayangan yang timbul sebagai akibat adanya sumber daya manusia yang berada di belakang sistem yang disusun untuk mencapai tujuan organisasi. Pemahaman dan keterampilan memadai dalam pengelolaan sisi bayangan organisasi akan menjadikan organisasi alat yang efektif dalam mencapai tujuan.
Bab 31 Pengelolaan Sisi Bayangan Organisasi memberikan rerangka keterampilan manajerial untuk menghadapi aspek sistem yang tidak rasional. Manajer memakai sebagian besar waktunya untuk mengelola sistem yang berada di luar sistem formal. Apa yang telah dirancang secara formal, baik yang dilaksanakan melalui struktur maupun proses sistem pengendalian manajemen serta pemicuan dan pengelolaan perubahan, sering kali menemui hambatan atau sering kali mendapatkan dorongan dari sisi tidak terlihat dalam organisasi. Faktor-faktor seperti keanehan individu, kultur organisasi, sistem sosial dan sistem politik dalam organisasi memberikan dampak besar terhadap sistem formal yang dirancang untuk menjalankan bisnis atau untuk melakukan perubahan tranformasional. Manajer perlu memahami dimensi informal organisasi, dan memiliki kompetensi untuk menghadapinya agar organisasi mampu mewujudkan tujuannya secara cost eff ective.
Pengelolaan sisi bayangan suatu organisasi mencakup:6 (1) pengelolaan ketidakteraturan organisasi dan bisnis, (2) penyelesaian keanehan dan masalah karyawan, (3) pemenuhan tantangan organisasi sebagai suatu sistem sosial, (4) penyelesaian politik organisasi, dan (5) pengelolaan dimensi positif dan negatif kultur organisasi.
Di samping itu, Bab 3 Rerangka Konseptual Pembentukan Mindset dan Bab 4 sampai dengan Bab 8 juga memberikan wawasan bagi manajer dalam memahami dan mengelola sisi bayangan organisasi.
PEMFOKUS DAN PEMACU USAHA
Komponen ketiga yang merupakan f aktor penentu kinerja manajerial adalah usaha (kotak # 4). Managerial skill yang dimiliki oleh manajer dan persepsi yang jelas mengenai peran mereka tidak akan mampu menghasilkan kinerja manajerial— menjadikan organisasi sebagai wealth-creating institution—apabila manajer gagal dalam membangkitkan semangat seluruh anggota organisasi untuk mengerahkan usaha mereka dalam mewujudkan kinerja tersebut.
Misi sebagai Pemfokus Usaha
Misi merupakan jalan pilihan (the chosen track) organisasi untuk menyediakan produk/jasa bagi customer-nya. Perumusan misi merupakan usaha untuk menyusun peta perjalanan. Setiap organisasi menjalani kehidupan di dunia yang tidak berpeta (uncharting world). Oleh karena itu, kemampuan organisasi untuk membuat peta yang menggambarkan dunia yang dimasuki secara akurat, memberikan kesempatan bagi organisasi tersebut untuk menyediakan produk/ jasa yang memenuhi kebutuhan customers-nya, sehingga kelangsungan hidup dan perkembangan organisasi terjamin.
33-75
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
Untuk memahami mengapa organisasi memerlukan misi, perlu dipahami lebih dahulu karakteristik organisasi. Organisasi adalah institusi yang dibentuk untuk tujuan khusus. Dengan demikian, organisasi hanya akan efektif jika dipusatkan untuk melaksanakan satu tugas7 karena organisasi merupakan alat. Dan sebagaimana alat yang lain, semakin spesifi k tugas yang diberikan terhadap alat tersebut, maka semakin tinggi kinerja yang dihasilkannya.
Oleh karena organisasi terdiri atas orang-orang yang ahli dalam bidang tertentu (spesialis), maka organisasi memerlukan misi organisasi yang jelas bagi masing-masing anggotanya agar mereka tidak bingung harus berada di jalan mana dalam menuju masa depan. Jika organisasi tidak menetapkan misinya dengan jelas, spesialis tersebut akan berjalan di bidang yang menjadi spesialisasinya, tidak menempuh jalan umum yang dipilih organisasi untuk menuju masa depan. Hanya dengan misi bersama yang jelas dan terfokus, masing-masing anggota organisasi akan terikat bersama dalam jalan umum (bukan jalan yang dikenal oleh anggota organisasi secara individual), sehingga organisasi menghasilkan keluaran yang bermanfaat bagi customer-nya. Tanpa misi yang terfokus, organisasi akan segera kehilangan kredibilitasnya, karena masing-masing anggota organisasi mengambil jalan yang berbeda-beda dalam menuju masa depan mereka.
Manajer perlu memiliki kemampuan untuk merumuskan misi organisasi yang dipimpinnya untuk memfokuskan seluruh sumber daya organisasi ke bisnis yang menjadi misi organisasinya.
Visi sebagai Penentu Arah
Setelah manajer memilih jalan yang akan ditempuh oleh organisasi untuk menuju masa depan (misi), ia perlu menggambarkan kondisi masa depan yang akan diwujudkan—suatu visi yang menuntut anggota organisasi untuk mewujudkannya.
Untuk mengarahkan usaha seluruh anggota organisasi, diperlukan arah yang jelas yang akan dituju oleh organisasi di masa depan selain misi. Visi organisasi memberikan gambaran kondisi masa depan yang akan dicapai oleh organisasi melalui misi yang telah dipilih oleh organisasi. Tanpa arah umum yang akan dituju di masa depan, misi organisasi yang telah ditetapkan tidak akan membawa organisasi ke mana pun. Oleh karena organisasi terdiri atas spesialis yang memiliki gambaran masa depan masing-masing, diperlukan visi yang memberikan gambaran umum arah yang akan dituju bersama oleh anggota organisasi agar organisasi menjadi efektif. Dengan visi yang sama, setiap anggota organisasi dapat memberikan kontribusinya sesuai dengan spesialisasinya masing-masing dalam mewujudkan apa yang digambarkan dalam visi organisasi.
Core Values sebagai Sinar Pemandu (Guiding Light)
Dalam perjalanan mewujudkan kinerja manajerial, tidak semua cara dapat dipakai. Organisasi memerlukan values untuk memberikan panduan bagi anggotanya untuk memilih alternatif dalam proses pengambilan keputusan. Perjalanan mewujudkan visi melalui misi yang telah dipilih memerlukan kontribusi dari seluruh anggota organisasi. Dalam melaksanakan perjalanan, setiap anggota
33-76
BAB 33: RERANGKA KONSEPTUAL KINERJA MANAJERIAL
organisasi akan menghadapi berbagai pilihan alternatif yang perlu diputuskan untuk dipilih dan dilaksanakan. Mereka memerlukan panduan umum dalam memilih alternatif terbaik bagi pencapaian visi organisasi. Dan organisasi perlu memutuskan nilai-nilai yang dijunjung tinggi dalam melakukan pemilihan alternatif. Core values yang dipilih organisasi akan memberikan panduan umum bagi anggota. Tanpa core values yang ditetapkan oleh organisasi, para spesialis akan menggunakan values-nya masing-masing dalam mengambil keputusan.
Core Beliefs sebagai Pemacu Usaha
Organisasi juga memerlukan keyakinan dasar bersama yang dilekatkan pada misi dan visi organisasi, serta cara yang ditempuh untuk mewujudkan visi tersebut. Kita tidak akan menempuh misi dan tidak akan mewujudkan visi melalui jalan yang telah kita pilih jika kita tidak memiliki keyakinan bahwa misi dan visi tersebut mengandung kebenaran. Untuk mewujudkan visi melalui misi yang telah dipilih, organisasi memerlukan energi yang luar biasa besarnya. Energi ini hanya dapat diperoleh melalui pengerahan energi anggota organisasi. Untuk mengerahkan dan memusatkan energi anggota organisasi ke perwujudan visi organisasi melalui misi yang telah dipilih, diperlukan penanaman dan penumbuhan core beliefs dalam diri anggotanya. Core beliefs organisasi merupakan keyakinan umum yang perlu dimiliki setiap anggota untuk memicu dan mengerahkan energi seluruh anggota dalam mewujudkan visi organisasi melalui misi yang telah dipilih.
"We do what we belief," demikianlah kata bij ak untuk melukiskan peran keyakinan dalam menentukan tindakan manusia. Jika orang tidak yakin bahwa kecepatan dan cost eff ectiveness sangat menentukan kelangsungan hidup organisasinya, ia tidak akan memberikan kontribusi kepada organisasinya untuk mempercepat layanan bagi customer dengan kegiatan yang cost eff ective.
Untuk berhasil dalam perjalanan mewujudkan visi, organisasi harus memiliki semangat besar, karena semangat yang menjadi gudang energi untuk mendorong mereka maju dalam mewujudkan visi organisasi. Semangat ibarat bekal yang harus dibawa oleh orang yang melakukan perjalanan panjang. Bagaimana pun indah dan jelasnya tempat yang akan dituju (visi), jika dalam perjalanan orang kehabisan bekal, ia tidak akan berhasil mencapai tempat yang dituju tersebut.
Keyakinan kuat tentang kebenaran visi menjadi pemicu timbulnya energi luar biasa dalam diri seseorang untuk mengadakan perjalanan yang diperlukan dalam mewujudkan visi. Keyakinan kuat terhadap kebenaran visi akan menjadikan visi suatu conditio sine qua non—keadaan yang tidak bisa tidak harus diwujudkan; compelling vision.
RANGKUMAN
Bab ini menggambarkan pembangunan komponen yang membentuk kinerja manajerial yang sesuai satu dengan lainnya sebagai hasil pemanfaatan rerangka konseptual, sebagaimana yang dilukiskan pada Gambar 33.1. Rerangka konseptual tersebut merupakan working model bagi manajer untuk menciptakan benang merah yang menghubungkan satu komponen dengan komponen lain yang dibangun
33-77
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
untuk menghasilkan kinerja manajerial yang diperlukan. Terlihat dalam uraian bab ini, benang merah yang menghubungkan kinerja yang dituntut manajer untuk menjadikan organisasinya sebagai wealth-creating institution dengan peran yang disandangnya, managerial skill yang diperlukan untuk melaksanakan peran tersebut, dan perumusan dan pengomunikasian misi, visi, dan core values sebagai pemfokus usaha serta core beliefs sebagai pendorong usaha personel organisasi.
Manajer memerlukan rerangka konseptual kinerja manajerial untuk memungkinkan mereka membangun komponen-komponen yang diperlukan untuk menghasilkan kinerja manajerial. Oleh karena pada dasarnya organisasi dibangun sebagai wealth-creating institution, maka kinerja yang diharapkan dari manajer adalah menjadikan organisasi sebagai wealth-creating institution.
Untuk menghasilkan kinerja manajerial tersebut, manajer perlu memiliki persepsi jelas tentang peran mereka. Value-adding role merupakan peran yang seharusnya disandang manajer dalam mewujudkan kinerja untuk menjadikan organisasi sebagai wealth-creating institution. Value-adding role manajer terdiri atas: (1) membangun customer yang puas (satisfi ed customers), (2) membangun karyawan yang produktif dan berkomitmen, dan (3) menghasilkan fi nancial returns memadai.
Untuk mewujudkan value-adding role, manajer memerlukan managerial skill tertentu. Keterampilan manajerial yang perlu dimiliki manajer adalah keterampilan dalam: (1) pengelolaan bisnis dan proses organisasional, (2) pemicuan dan pengelolaan perubahan, dan (3) pengelolaan sisi bayangan organisasi.
Untuk mewujudkan kinerja manajerial, manajer memerlukan pemfokusan usaha dalam pemanf aatan managerial skill dan perwujudan value-adding role manajer. Manajer perlu merumuskan dan mengomunikasikan misi dan visi organisasi untuk memfokuskan dan mengarahkan usaha personel dalam menjadikan organisasi sebagai wealth-creating institution. Di samping itu, manajer perlu merumuskan dan mengomunikasikan core values organisasi untuk memberikan panduan bagi personel dalam melakukan pengambilan keputusan selama perjalanan mewujudkan visi organisasi. Shared values akan memberikan batasan kepada setiap personel dalam memilih cara dan perilaku yang digunakan untuk mewujudkan kinerja dalam menciptakan kekayaan.
Dalam mewujudkan visi organisasi, diperlukan pengerahan usaha yang luar biasa besarnya dari seluruh personel organisasi. Manajer perlu merumuskan dan mengomunikasikan core beliefs organisasi tentang kebenaran visi dan jalan yang ditempuh untuk mewujudkan visi organisasi. Shared beliefs membangkitkan semangat seluruh personel dalam usaha mewujudkan kinerja untuk menciptakan kekayaan.
PERTANYAAN
1. Gambarkan rerangka konseptual kinerja manajerial dan jelaskan masing-masing komponen yang membentuk rerangka konseptual tersebut. Jelaskan pula hubungan antara komponen yang satu dengan komponen yang lain.
33-78
BAB 33: RERANGKA KONSEPTUAL KINERJA MANAJERIAL
2. Sebutkan tiga faktor yang menentukan kinerja seseorang. Jelaskan apa yang terjadi jika salah satu komponen rerangka kinerja manajerial tidak ada dalam diri manajer.
3. Untuk membangun managerial skill diperlukan rerangka konseptual. Setujukah Saudara dengan pernyataan tersebut? Jelaskan jawaban Saudara.
4. Kinerja macam apakah yang dituntut dari seorang manajer?
5. Kegiatan pokok apa yang perlu dilakukan manajer agar mampu mewujudkan kinerja manajerial
6. Agar manajer menghasilkan kinerja manajerial, ia harus menjalankan value adding role. Jelaskan value-adding role seorang manajer agar menghasilkan kinerja manajerial.
7. Jelaskan mengapa seorang manajer perlu memiliki keterampilan dalam pengelolaan sisi bayangan organisasi.
8. Managerial skills apakah yang perlu dimiliki oleh seorang manajer untuk menghasilkan kinerja manajerial?
9. Apa yang dapat menjadi pemfokus usaha seorang manajer untuk menghasilkan kinerja manajerial?
10. Apa yang dapat menjadi pendorong usaha seorang manajer untuk menghasilkan kinerja manajerial?
CATATAN AKHIR
1 Gerard Egan, Adding Value: A Systematic Guide to Business-Driven Management and Leadership (San Francisco: Jossey-Bass Publishers, 1993), h. 9.
2 Ibid.
3 Egan, h. 9.
4 Greg Bounds, et al., Beyond Total Quality Management: Toward the Emerging Paradigm (New York: McGraw-Hill Inc., 1994) h. 133.
5 Egan, h. 13.
6 Egan h. 14.
7 Peter F. Drucker, Post Capitalist Society (New York: HarperBusiness, 1993), h. 53.
33-79
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
33-80
PENGELOLAAN SISI BAYANGAN ORGANISASI
PENDAHULUAN
Sisi bayangan organisasi merupakan faktor-faktor yang berdampak—positif atau negatif—terhadap produktivitas dan kualitas kehidupan kerja organisasi secara substantif dan sistematis. Namun, faktor-faktor ini tidak dapat dij umpai dalam bagan organisasi atau dalam pedoman organisasi, serta tidak dibicarakan dalam forum resmi organisasi.1
Manajer perlu menguasai sisi bayangan organisasi karena sebagian besar waktu dan energi manajer digunakan untuk menghadapi realitas yang berkaitan dengan sisi bayangan organisasi. Berapa lama waktu yang dicurahkan manajer untuk menghadapi karyawan yang sulit? Berapa jumlah energi yang dibutuhkan untuk menghadapi sekelompok karyawan yang melanggar berbagai aturan organisasi, namun menghasilkan tambahan value bagi bisnis?
Buku ini diawali dengan pembahasan tentang rerangka pembentukan mindset dan berbagai mindsets yang diperlukan untuk SPPM yang sesuai dengan lingkungan bisnis yang dimasuki perusahaan. Hal ini dilakukan untuk menunjukkan pentingnya mindset sebagai landasan untuk membangun berbagai komponen struktur SPPM dan untuk mendesain berbagai sistem untuk menjalankan proses SPPM. Dengan memahami secara eksplisit berbagai mindset yang melandasi SPPM yang dibangun, manajer akan mampu menjalankan berbagai sistem tersebut secara lebih bij aksana. Sebagus apa pun SPPM yang dibangun, efektivitasnya sangat tergantung pada kesesuaian mindset personel yang menjalankan sistem tersebut dengan mindset yang dipakai sebagai landasan penyusunan sistem tersebut.
SPPM didesain untuk mewujudkan tujuan perusahaan—penciptaan kekayaan, melalui pembangunan customer yang puas, pelaksanaan proses produktif dan cost eff ective, pembangunan modal manusia, modal informasi, dan modal organisasi, serta pemerolehan kinerja keuangan yang luar biasa
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
berkesinambungan. SPPM terdiri atas dua komponen: struktur sistem dan proses sistem. Struktur sistem merupakan komponen-komponen yang berkaitan erat satu dengan lainnya, yang secara bersama-sama digunakan untuk mewujudkan tujuan sistem. Struktur SPPM terdiri atas tiga komponen: (1) struktur organisasi, (2) jejaring informasi, dan (3) sistem penghargaan. Proses sistem merupakan tahap-tahap yang harus dilalui untuk mewujudkan tujuan sistem. Proses SPPM terdiri atas enam tahap utama berikut ini: (1) sistem perumusan strategi, (2) sistem perencanaan strategik, (3) sistem penyusunan program, (4) sistem penyusunan anggaran, (5) sistem pengimplementasian, dan (6) sistem pemantauan. Berbagai sistem yang membentuk proses SPPM yang telah dibahas secara mendalam di Bab 10 sampai Bab 29 merupakan sistem resmi (formal system) yang digunakan oleh perusahaan dalam mewujudkan tujuannya. Efektivitas berbagai sistem resmi tersebut sangat ditentukan oleh modal manusia yang menjalankan sistem tersebut. Oleh karena itu, manajemen perlu memiliki kompetensi untuk mengelola sisi bayangan organisasi, agar dalam mengimplementasikan sistem resmi yang telah didesain, aspek positif sisi bayangan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kinerja sistem dan aspek negatif sisi bayangan organisasi dapat dikurangi atau dicegah.
Bab ini membahas sisi bayangan organisasi dan cara pengelolaannya. Bab ini digunakan untuk menutup pembahasan tentang SPPM dalam buku ini, dengan tujuan menyadarkan kembali pentingnya aspek manusia dalam pendesainan dan pengimplementasian SPPM.
BENTUK POSITIF DAN NEGATIF ARATIONALITY
Arationality berbeda dengan irrationality. Irrationality adalah tindakan yang tidak masuk akal sehat. Sebagai contoh, jika seorang manajer menembak mati karyawan yang tidak kompeten dalam melaksanakan pekerjaannya, tindakan semacam ini merupakan tindakan irrational, karena tidak dapat diterima oleh akal sehat. Di lain pihak, arational adalah penyimpangan dari akal orang pada umumnya. Sebagai contoh, seorang manajer yang mempertahankan stafnya yang kurang kompeten, tindakan ini merupakan tindakan yang arational, bukan irrational.
Implementasi SPPM tidak pernah dapat dilakukan secara sempurna. Ada keterbatasan dalam diri setiap orang karena faktor arationality tersebut. Tidaklah mungkin bagi para manajer untuk merencanakan masa depan perusahaan hanya berdasarkan aturan-aturan formal yang telah ditetapkan dalam total business planning (strategy formulation, strategic planning dengan rerangka balanced scorecard, programming, dan activity-based budgeting). Terdapat banyak sekali sisi bayangan organisasi yang ikut serta dalam membentuk keputusan-keputusan yang diambil para manajer.
Arationality tidak selalu berbentuk negatif atau merupakan sisi gelap organisasi. Emosi pada dasarnya merupakan arationality, yang tidak membuat orang menjadi irrational atau unreasonable. Bahkan kenyataannya, masuk akal bila orang menyatakan perasaannya dan emosinya dalam pengambilan keputusan yang bersifat organisasional.
34-82
BAB 34: PENGELOLAAN SISI BAYANGAN ORGANISASI
BIDANG SISI BAYANGAN ORGANISASI
Di dalam organisasi terdapat lima sisi bayangan organisasi:2
1. Berbagai bentuk ketidakteraturan bisnis, organisasi, dan manajerial.
2. Masalah dan keanehan individu.
3. Organisasi sebagai sistem sosial dan semua perbedaan sistem sosial yang terdapat di dalamnya.
4. Organisasi sebagai suatu sistem politik dan perjuangan berkelanjutan untuk memperebutkan sumber daya yang langka.
5. Kultur organisasi merupakan sistem organisasi yang terbesar dan sangat berpengaruh.
KETIDAKTERATURAN BISNIS DAN ORGANISASI: SISI BAYANGAN SPPM
SPPM bukan merupakan model yang diatur oleh hukum fi sika, namun tergantung pada campur tangan manusia. Oleh karena itu, sangat rentan terhadap kebiasaan dan kelemahan manusia. Untuk mendapatkan gambaran tentang cara mewujudkan sisi bayangan organisasi dalam kegiatan harian bisnis organisasi, berikut ini dij elaskan dua bentuk arational: (1) sifat kelonggaran ikatan dalam hampir semua organisasi dan (2) kekuatan sistem tidak formal yang terdapat dalam organisasi.3
Longgarnya ikatan. Jika dunia ini ajaib, maka semua organisasi akan secara konsisten berjalan sebagaimana yang digambarkan dalam anggaran, program, dan strategic plan serta dalam bagan organisasi. Berdasarkan program, sumber modal dicari untuk mengembangkan bisnis, tingkat pinjaman yang diperlukan untuk keperluan bisnis dipertahankan, strategi memacu inisiatif strategik, organisasi melayani bisnis, unit-unit organisasional seperti bagian teknik, produksi, dan pemasaran bekerja sama sangat erat. Masukan diubah, hampir tanpa usaha, menjadi keluaran yang membawa hasil yang diharapkan: customer yang puas, proses yang produktif dan cost eff ective, karyawan yang produktif dan berkomitmen, ketersediaan modal informasi, organisasi nirbatas dan berkapabilitas, serta kinerja keuangan luar biasa berkesinambungan. Di samping itu, strategi, strategic plan, program, anggaran, struktur organisasi, dan sistem sumber daya manusia dikoordinasi oleh manajer yang berfungsi sesuai dengan perannya, dan sebagian besar manajer tersebut merupakan leaders. Di atas kertas, hampir semua perusahaan relatif terangkai secara erat.
Namun, keadaan sebagaimana yang diharapkan di atas tidak demikian adanya. Apa yang di atas kertas terangkai secara erat sering kali kenyataannya merupakan ikatan yang longgar, mudah tercerai berai. Strategi yang telah dirumuskan dan kemudian dijabarkan dengan menggunakan pendekatan Balance Scorecard sering kali merupakan dokumen yang hanya menghuni laci meja kerja atau rencana yang telah dipublikasikan, namun hanya sedikit memacu inisiatif strategik dan program organisasi. Organisasi lintas fungsional yang dijalankan oleh tim lintas fungsional akan tampak kohesif di atas kertas dalam menyediakan layanan bagi customer. Namun organisasi lintas fungsional mempunyai ikatan
34-83
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
yang longgar dalam kenyataannya. Begitu juga jejaring organisasi yang dibangun antara perusahaan dengan pemasok. Jejaring ini di atas kertas akan tampak terpadu, namun kenyataannya memiliki ikatan yang longgar. Ketidaksamaan kepentingan yang dapat timbul setiap saat di antara anggota jejaring menjadikan jejaring organisasi tersebut mudah tercerai berai.
Manajer yang bij aksana tidak terkecoh oleh apa yang tertulis di atas kertas atau digambarkan dalam bagan. Dengan memahami sifat longgarnya ikatan perusahaan, mereka dapat mengetahui kapan bergerak ke dalam mode pemeliharaan-perbaikan dan kapan bergerak ke mode penciptaan dan inovasi.
Kuatnya sistem tidak formal. Hampir seluruh sistem yang SPPM merupakan sistem formal, yaitu serangkaian susunan yang secara resmi diumumkan dan dinyatakan sah berlaku. Namun, dalam organisasi terdapat pula sistem tidak formal, yaitu serangkaian susunan yang kenyataannya ada dalam suatu sistem, namun tidak secara resmi dinyatakan sah berlaku. Susunan ini sering kali bertentangan atau lebih diutamakan daripada aturan dan kebijakan formal.
Pengelolaan terhadap sistem tidak resmi biasanya bukan merupakan tugas manajer. Namun mungkin seharusnya pengelolaan terhadap sistem tidak resmi termasuk dalam tugas manajer. Hal ini karena susunan yang dilaksanakan melalui sistem tidak formal dapat meningkatkan atau membatasi produktivitas organisasi.
Pengelolaan terhadap sistem tidak resmi bermula dari pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan susunan tidak resmi. Lalu penentuan apakah susunan tersebut mendorong maju bisnis atau justru membatasinya. Hal ini biasanya tidak berkaitan dengan penghilangan semua susunan yang melanggar aturan. Namun juga tidak berarti mencari susunan yang tidak menambah nilai dan secara membabi buta berpaling ke susunan yang menambah nilai.
Dalam menghadapi sisi bayangan organisasi, pertama kali manajer harus membangkitkan kesadaran tentang adanya sisi bayangan tersebut. Dengan cara demikian, manajer menjadi siap untuk menghadapinya. Manajer yang bekerja dengan menggunakan SPPM dalam mewujudkan tujuan perusahaan perlu berangkat sekaligus mengelola sifat longgarnya ikatan setiap organisasi perusahaan dan susunan sistem tidak formal.
SISI BAYANGAN MANUSIA
Sebagian besar arationality perusahaan, institusi, dan masyarakat berasal dari kompleksitas, keanehan, dan tidak dapat diduganya anggota organisasi tersebut secara individual. Kompleksitas manusia merupakan sesuatu yang memesona dan sekaligus dapat menimbulkan kemarahan. Jika kita memandang sistem sebagai sesuatu yang bersifat organik, bukan sebagai sesuatu yang bersifat mekanistik, maka kita akan mempertimbangkan hal-hal yang berkaitan dengan perbedaan individual, perasaan, sifat defensif individu dan hal-hal lain semacamnya. Manusia memiliki sisi baik dan sisi buruk. Oleh karena itu, dalam menghadapi manusia, kita tidak boleh terlalu optimis, namun juga tidak boleh terlalu pesimis. Kita perlu memandang manusia dari sudut perspektif pengembangan.
34-84
BAB 34: PENGELOLAAN SISI BAYANGAN ORGANISASI
Sifat Defensif di Tempat Kerja
Bila kenyataan menjadi terlalu menyimpang dari kewajaran, orang mengembangkan strategi untuk menghindarinya. Sebagai contoh, di awal kehidupan kita, sebagian besar dari kita belajar untuk menyesuaikan diri, misalnya menyelamatkan muka kita dengan meminta maaf. Orang ingin kinerjanya di-review dengan hasil baik, terlepas apakah review tersebut dilakukan sendiri atau oleh orang lain. Kegagalan dan kinerja di bawah standar harus dij elaskan. Permintaan maaf adalah penjelasan atau tindakan yang digunakan untuk mengurangi implikasi negatif kinerja seseorang, sehingga citra positif orang tersebut dan orang lain terpelihara. Oleh karena permintaan maaf diberi penghargaan—sering kali dapat melepaskan seseorang dari posisi terpojok—cara ini sering kali digunakan oleh orang pada umumnya. Kenyataannya, kondisi menjadi sedemikian menyimpang dari kewajaran dan telah menjadi kebiasaan, sehingga orang tidak lagi menyadari perilaku "minta maaf" ini.
Manajer tidak selalu mengatakan apa yang sebenarnya dimaksudkan, meskipun mereka cenderung tidak mengakui kebiasaan ini. Manajer juga tidak selalu menguji kembali paradigma, keyakinan dasar, dan nilai dasar yang melandasi sistem yang digunakan untuk menjalankan bisnis. Mereka tidak benar-benar terbuka sebagaimana yang diharapkan. Beberapa manajer bahkan tidak menyadari apa yang dikerjakan. Keterampilan komunikasi mereka, yang dimaksudkan untuk menghindari konfl ik di tempat kerja, menyebabkan akibat sampingan yang tidak diharapkan—pesan campur aduk dan kegagalan untuk mengambil keputusan secara tepat waktu.
Keterampilan yang Diperlukan untuk Mengelola Sisi Bayangan Orang
Ada beberapa keterampilan yang perlu dimiliki oleh manajer dalam mengelola sisi bayangan orang: (1) kesadaran, (2) pemahaman atas motivasi orang, (3) pengembangan peluang versus penyelesaian masalah, dan (4) keterampilan komunikasi.4
Kesadaran. Peningkatan kesadaran merupakan langkah awal dalam mengelola semua bentuk sisi bayangan orang. Hal ini mencakup kesadaran terhadap bentuk umum arationality yang terdapat dalam setiap orang. Oleh karena itu, diperlukan program pelatihan bagi manajer tentang perilaku manusia di tempat kerja sebagai langkah awal untuk meningkatkan kesadaran manajer tentang adanya sisi bayangan orang.
Pemahaman atas motivasi orang. Oleh karena hampir semua tindakan manusia diatur oleh hukum perilaku manusia, seperti: insentif, penghargaan, dan hukuman, manajer perlu memahami hukum dasar mengenai hal itu agar dapat memahami motivasi yang melatarbelakangi setiap tindakan orang. Jika orang secara konsisten menghindari pekerjaan atau mengerjakan pekerjaan dengan kualitas yang rendah, kemungkinan besar dalam organisasi tersebut terdapat lebih banyak insentif untuk tidak bekerja atau untuk mengerjakan pekerjaan
34-85
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
yang jelek dibandingkan dengan untuk sesuatu yang baik. Oleh karena itu, dalam kondisi seperti itu, masalah lebih berada di tangan manajer daripada di tangan karyawan.
Pengembangan peluang versus penyelesaian masalah. Beberapa manajer lebih memfokuskan perhatiannya terhadap masalah daripada peluang. Hal ini memang cukup beralasan. Namun, dengan memfokuskan perhatian manajer ke peluang, sering kali masalah akan menjadi jauh lebih sedikit, dibandingkan dengan manajer lebih memerhatikan penyelesaian masalah. Manajer yang cakap dalam pengembangan peluang dan penyelesaian masalah tidak takut dengan adanya arationality yang terdapat dalam diri setiap orang yang dij umpainya. Sisi bayangan merupakan bagian dari tantangan yang dihadapinya.
Keterampilan komunikasi. Manajer dapat mengembangkan keterampilan komunikasi dan bimbingan yang dapat sangat memudahkan interaksinya dengan orang lain. Berikut ini adalah keterampilan yang sangat bermanfaat bagi manajer dan leader.
1. Keterampilan mendengar (listening skill). Penting bagi manajer untuk memiliki kemampuan untuk mendengar, baik yang berupa pesan lisan maupun yang berbentuk nonlisan, tanpa terdistorsi oleh fi lter pribadi, sistem, atau kultur. Manajer perlu memiliki keterampilan "mendengar secara total" yang mencakup mendengar secara kontekstual (contextual listening), yaitu mendengar perilaku seseorang sebagaimana yang tertanam dalam atau dipengaruhi oleh tempat kerja dan susunan sosial lain dalam kehidupan pribadi orang tersebut. Hanya sedikit manajer yang mendengar dengan baik. Berapa banyak ide bagus tidak terwujud karena kegagalan manajer untuk mendengarkan? Berapa banyak peluang untuk menambah nilai hilang karena ketidakmampuan manajer untuk mendengarkan?
2. Keterampilan merespons berdasarkan apa yang didengar (listening-based responses). Manajer perlu memiliki kemampuan memberikan respons berbasis yang didengarnya dengan baik dari apa yang dikatakan orang lain. Respons ini disebut respons dengan empathy, yaitu respons berdasarkan sudut pandang orang yang diajak berbicara.
3. Keterampilan menantang (challenging skill). Penantangan (challenging) berarti mengundang orang lain untuk melakukan eksplorasi terhadap paradigma, keyakinan dasar, nilai dasar sikap yang kemungkinan menghambat individu atau sistem. Penantangan dapat berbentuk: umpan balik penegasan (confi rmatory feedback) dan umpan balik korektif (corrective feedback). Umpan balik penegasan adalah penantangan untuk menjaga agar tetap pada standar tinggi; umpan balik korektif adalah penantangan untuk mengerjakan yang lebih baik. Penantangan akan bekerja dengan baik jika tidak merupakan serangan terhadap pribadi dan tidak menempatkan seseorang pada posisi terpojok.
4. Keterampilan dialog berfokus inovasi (innovation-focused dialogue). Jika prioritas para manajer ditujukan kepada pengembangan peluang, bukannya
34-86
BAB 34: PENGELOLAAN SISI BAYANGAN ORGANISASI
penyelesaian masalah, dialog yang berfokus ke inovasi menjadi penting. Beberapa masalah harus dilampaui dari sekadar diselesaikan atau dikelola. Jika suatu perusahaan kehilangan pangsa pasarnya karena direbut oleh pesaing, "penyelesaian" masalah berarti memenangkan kembali pangsa pasar tersebut dari pesaing. Pendekatan pengembangan peluang menempuh pindah ke tempat yang lebih tinggi—menemukan pasar baru (lewat cyber market misalnya), mencari ceruk pasar baru, mengubah kombinasi produk, dan cara lain yang serupa. Isu yang dituju bukan lagi memperoleh kembali pangsa pasar yang telah direbut pesaing, namun bagaimana membuat perusahaan tetap mampu menghasilkan laba.
5. Keterampilan negosiasi (negotiation skill). Bagi manajer terbaik, dengan menyadari bahwa terdapat berbagai cara yang berbeda untuk mendekati isu bisnis dan organisasional serta masalah, ia akan belajar bagaimana menyeimbangkan berbagai sudut pandang yang berbeda untuk mencapai hasil bisnis dan kualitas kehidupan kerja. Manajer menggali kemungkinan dan membantu pihak-pihak yang berkonfl ik untuk menemukan kepentingan bersama. Keterampilan dalam negosiasi merupakan inti kemampuan untuk menyelesaikan masalah.
SISI BAYANGAN SISTEM SOSIAL
Jika terdapat lebih dari satu orang dalam perusahaan terjadilah sistem sosial. Sistem sosial adalah masyarakat orang dalam suatu perusahaan, institusi, atau fungsi atau unit tertentu dan interaksi sosial di antara anggota masyarakat tersebut. Dengan demikian, suatu organisasi merupakan social matrix yang di dalamnya orang memenuhi kebutuhan sosial mereka. Sosiologi suatu sistem mencakup struktur sosial, keberagaman sosial, adat-istiadat sosial, keterpaduan sosial, dan mode. Information sharing merupakan istilah bisnis; rumor merupakan istilah sistem sosial. Work team merupakan istilah bisnis; clique merupakan istilah sistem sosial. Work team secara rutin dibahas di dalam forum umum yang diselenggarakan oleh institusi; clique tidak. Oleh karena peristiwa sosial berdampak terhadap bisnis, pemahaman dan pengelolaan atas isu sosial merupakan keterampilan manajemen yang sangat menentukan.
Sociotechnical System
Persahabatan, pengelompokan sosial, dan interaksi yang tidak terencana antara anggota kelompok dan antarkelompok merupakan bagian dari organisasi tidak resmi (informal organization). Sebagaimana dengan sisi bayangan yang lain, pengelompokan ini tidak tampak dalam struktur organisasi resmi. Cara karyawan memenuhi kebutuhan sosial mereka dapat menimbulkan hambatan atau mendorong maju organisasi.
Organisasi merupakan sociotechnical system yang di dalamnya karyawan, baik secara individual maupun secara kolektif, menggunakan dan berinteraksi dengan teknologi bisnis—komputer, peralatan, prosedur, mesin dan teknologi lain. Ahli sociotechnic membantu perusahaan dalam mencari kesesuaian antara individu,
34-87
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
sistem sosial, dan teknologi atau program kerja yang digunakan dalam sistem. Tentu saja, yang ideal adalah bagaimana memuasi kebutuhan sosial semestinya sedemikian rupa, sehingga meningkatkan produktivitas organisasi. Oleh karena kebutuhan sosial sedemikian bervariasi dan karena sebagian besar interaksi sosial tidak dapat dilihat, pengintegrasian kebutuhan sosial dengan tuntutan pekerjaan akan senantiasa menimbulkan tantangan.
Cliques
Clique atau subkelompok merupakan bagian dari hampir semua sistem sosial. Cliques dapat terbentuk berdasarkan ras, agama, ideologi, atau kepentingan yang lain. Pengelolaan atas kenyataan sosial, seperti halnya dengan clique, sampai tingkatan tertentu yang dimungkinkan dapat menambah nilai bagi bisnis dan bersamaan dengan itu dapat memberikan kontribusi terhadap kualitas kehidupan kerja dalam organisasi.
Pengelolaan Sistem Sosial
Dengan semakin meningkatnya keberagaman angkatan kerja, terdapat kecenderungan kuat dan alami untuk membentuk kelompok sosial berdasarkan keberagaman tersebut. Kelompok ini menyediakan rasa memiliki, identitas, dan rasa aman. Kelompok seperti ini dapat menghambat atau meningkatkan bisnis. Sampai tingkat tertentu bahwa kelompok yang terbentuk memuasi kebutuhan sosial semestinya dan meningkatkan teamwork, kelompok seperti ini menambah nilai bagi bisnis. Namun jika kelompok tersebut lebih banyak ditujukan untuk memuasi kepentingan sendiri yang bertentangan dengan yang terbaik bagi organisasi secara keseluruhan, kelompok seperti ini menimbulkan beban bagi organisasi.
Dalam organisasi perusahaan, sering kali terdapat pengelompokan fungsi primadona dan fungsi pinggiran. Pada waktu bisnis menghadapi masa yang di dalamnya produser memegang kendali bisnis, orang-orang produksi merupakan kelompok elit dalam perusahaan. Orang-orang dari kelompok lain, seperti orang yang bekerja di fungsi akuntansi, sumber daya manusia, pemasaran, dan sekretariat merupakan orang yang tergolong kelompok pinggiran. Pada masa customer memegang kendali bisnis, fungsi pemasaran berubah menjadi fungsi primadona dan fungsi-fungsi lain menjadi fungsi marginal.
Keterampilan penyelesaian masalah dan keterampilan komunikasi merupakan alat utama untuk mengelola sisi bayangan sistem sosial. Barangkali istilah pengelolaan tidak tepat untuk sisi bayangan ini. Penggunaan istilah pengelolaan di dasarkan pada anggapan bahwa sisi bayangan tidak berbeda dengan sisi bisnis, seperti strategi dan operasi. Istilah yang tepat untuk menghadapi sisi bayangan adalah peningkatan kesadaran tentang adanya sisi bayangan. Dalam hubungannya dengan sistem sosial, manajer perlu meningkatkan kesadarannya tentang interaksi antarindividu dan antarkelompok.
34-88
BAB 34: PENGELOLAAN SISI BAYANGAN ORGANISASI
SISI BAYANGAN POLITIK ORGANISASI
Semua organisasi memiliki suatu bentuk politik. Ada organisasi yang memang bersif at politik dan ada yang sif at politiknya rendah.
Hakikat Politik dalam Sistem
Kita sudah terbiasa dengan dunia politik organisasi. Politik merupakan sumber utama arationality. Politik berkaitan dengan kejadian seperti kelompok kepentingan, koalisi, kekuasaan, pengaruh, konfl ik, dan negosiasi di antara pihak yang memiliki kepentingan. Hakikat politik adalah persaingan untuk mendapatkan kekuasaan, daerah kekuasaan (turf), ideologi yang berlaku, dan sumber daya yang dipandang atau memang kenyataannya langka. Hal ini tidak berarti bahwa persaingan, perdebatan, dan pertandingan merupakan hal yang jelek. Pertandingan dan perdebatan yang diatur merupakan hal penting bagi kehidupan suatu lembaga. Namun, beberapa macam perdebatan dapat menambah value, sedangkan macam perdebatan yang lain dapat menambah biaya.
Sumber daya. Jika sumber daya tidak langka, tidak alasan untuk bersaing untuk mendapatkannya. Posisi manajemen merupakan komoditas yang langka, dan di dalam banyak perusahaan sekarang ini, dengan dilaksanakannya restrukturisasi dan downsizing, posisi tersebut semakin langka. Di dalam beberapa perusahaan, persaingan untuk posisi manajerial adalah kejam. Lebih lagi di dalam perusahaan yang struktur organisasinya berbentuk piramid, semakin tinggi posisi manajerial akan semakin langka. Oleh karena itu, perencanaan penggantian posisi manajemen puncak sering kali lebih banyak diwarnai oleh praktik sumber daya manusia yang dipolitisasi.
Di dalam organisasi, terdapat banyak sumber daya langka yang lain: ruang, waktu, jabatan, dan tentu saja, uang. Di dalam proses penyusunan anggaran, terjadi proses perebutan sumber daya langka di antara para manajer. Semakin langka suatu sumber daya, semakin tinggi politisasi yang terjadi.
Ideologi. Ideologi—keyakinan, nilai, dan norma sepanjang unsur-unsur tersebut memengaruhi cara pendekatan bisnis dan organisasi—berlimpah di dalam perusahaan pada umumnya. Terdapat banyak jalan yang berbeda yang dapat dilakukan oleh perusahaan dan institusi—pendekatan yang berbeda dalam perumusan strategi; strategi yang berbeda; prioritas yang berbeda tentang kualitas, layanan customer, biaya, dan cara untuk mempromosikannya; cara yang berbeda untuk mengatur pekerjaan; paket wewenang dan tanggung jawab yang berbeda untuk berbagai pekerjaan; sistem sumber daya manusia yang berbeda-beda macamnya; pendekatan yang berbeda untuk pengelolaan dan penilaian kinerja— cara yang berbeda-beda dalam melaksanakan setiap tugas yang tercantum dalam SPPM. Namun, karena ideologi cenderung bersaing satu dengan lainnya, tidak semuanya dapat diberlakukan. Jika satu visi dianggap gambaran terbaik yang mengarahkan perusahaan menuju masa depan dan dinyatakan berlaku, maka visi saingannya akan tidak berlaku. Suatu perusahaan tidak dapat dipacu oleh
34-89
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
visi yang bertentangan. Keputusan harus dibuat, dan ideologilah yang memacu keputusan. Pihak yang mendukung ideologi yang berlaku akan menjalankan bisnis.
Turf. Turf berkaitan dengan perlindungan terhadap daerah dan sumber daya yang dimiliki oleh kelompok. Perlindungan terhadap daerah dan sumber daya merupakan bagian dari permainan politik. Pemilik ingin melindungi apa yang dimilikinya, sehingga apa yang dimiliki tersebut menjadi daerah yang harus dilindungi. Kerajaan dalam organisasi memerlukan waktu lama untuk membangunnya dan semakin lama orang menguasai kerajaan tersebut, akan semakin menjadi resisten untuk mengubah atau menghancurkannya. Hal inilah yang biasanya menjadi penghambat usaha untuk memberlakukan cross-functional approach dalam layanan kepada customer, karena masing-masing fungsi sudah nyaman dengan wilayah yang berada di bawah kekuasan mereka. Cross-functional team sekarang menjadi kebutuhan untuk memenangkan persaingan (competitive necessity) dan bukan lagi merupakan kemudahan (fasilitas).
Kepentingan Sendiri versus Kepentingan Organisasi
Terdapat dua macam politik dalam praktik yang perlu kita bedakan, meskipun kenyataannya satu sama lain bercampur baur: politik untuk kepentingan dan kemajuan individual atau kelompok dan politik untuk peningkatan institusi. Jika tidak bercampur dengan yang lain, politik tipe pertama biasanya bersifat negatif, sedangkan politik tipe kedua sangat positif. Perbedaan antara politik negatif dan politik positif adalah: politik positif berdampak memajukan, sedangkan politik negatif menghambat produktivitas dan kualitas kehidupan kerja. Jika seseorang menempatkan "orangnya" pada posisi manajerial tertentu, meskipun ada orang lain yang lebih baik bagi institusi, manajer tersebut masuk ke dalam politik kepentingan sendiri (self interest). Di lain pihak, jika seorang manajer mempunyai calon untuk memegang jabatan tertentu, yang diyakini merupakan orang yang sangat cocok untuk pekerjaan tersebut ditinjau dari sisi perusahaan, dan manajer tersebut berjuang untuk menjadikan calon tersebut dapat memegang posisi tersebut, maka manajer tersebut memasuki politik peningkatan institusi.
Politik kepentingan sendiri. Motivasi yang mendorong persaingan memperebutkan sumber daya langka, ditinjau dari sudut individu atau kelompok, dapat berupa kepentingan diri sendiri. Menurut survei di AS yang dilakukan oleh Wall Street Journal pada tahun 1991, lebih dari 50% responden menyatakan bahwa "ambisi dan motivasi pribadi" merupakan sarana teratas untuk maju. Hanya 2% yang menyatakan bahwa "pengabdian kepada organisasi" merupakan sarana untuk maju. Kita hidup dalam masyarakat yang semakin individualistik. Politik, dari satu sudut pandang, merupakan pengejaran kepentingan tetap (vested interest).
Politik kepentingan organisasi. Untuk sebagian orang, politik berkaitan dengan kesempatan untuk memberikan layanan. Ini merupakan politik positif, politik
34-90
BAB 34: PENGELOLAAN SISI BAYANGAN ORGANISASI
untuk kemajuan institusi. Beberapa individu dan kelompok bersaing untuk sumber daya langka dan menyisihkan ideologi dan agenda mereka sendiri karena mereka yakin bahwa hal ini merupakan yang terbaik untuk kepentingan institusi.
Pengelolaan Sistem Politik
Sebagaimana arational yang lain, kesadaran tentang kecenderungan yang bersifat politik dan cara politik tersebut dimainkan dalam perusahaan merupakan tahap pertama dalam pengelolaan terhadap politik. Tahap kedua adalah mencari orang yang menganut politik kepentingan institusi untuk ditempatkan dalam posisi manajerial. Sering kali manajer dipilih berdasarkan kompetensi umum atau keterampilan khusus yang dimilikinya, tanpa memperhatikan aliran politik yang dianutnya. Orang yang tinggi keterampilannya namun sangat dalam masuk ke politik kepentingan sendiri, sesungguhnya berbahaya. Manajer yang efektif tahu bahwa ia dapat mengalah dalam beberapa pertempuran politik untuk kepentingan tujuan jangka panjang.
Berikut ini disajikan contoh politik yang ditempuh oleh seorang manajer senior di suatu perusahaan:6
1. Agenda pengembangan institusi. Setiap orang yang menginginkan sesuatu yang mengonsumsi sumber daya langka—orang, uang, waktu, dan lain sebagainya—harus menggambarkan bagaimana proyek baru tersebut bermanfaat bagi bisnis. Ini merupakan langkah awal yang tidak dapat ditawar.
2. Falsafah politik. Tim membuat garis besar nilai-nilai dalam politik—bagaimana aturan main, tidak boleh bohong, tidak meninggikan angka anggaran, tidak meminta A karena ingin melakukan B, tidak melakukan sabotase lawan, tidak bekerja bawah tanah. Politik dicapai dengan sopan santun.
3. Audit pihak berkepentingan. Semua yang akan terpengaruh oleh proyek atau usulan proyek harus diidentifi kasi.
4. Pihak berkepentingan yang menjadi sasaran. Pihak berkepentingan utama, terutama yang dapat memengaruhi pihak berkepentingan yang lain, harus diidentifi kasi, termasuk jenis kepentingan mereka.
5. Audit terhadap strategi. Strategi untuk memengaruhi pihak berkepentingan utama harus di-review. Review ini mencakup daya tarik alasan yang dipakai sebagai dasar timbulnya proyek baru, trade-off s, pembentukan koalisi, daya tarik emosional—kesemuanya ini merupakan hal yang dicari oleh politisi untuk menjadikan orang lain bergabung dalam melaksanakan proyek.
6. Rencana. Suatu paket strategi yang mempunyai kemungkinan tertinggi untuk berhasil dicantumkan dalam rencana. Strategi yang gagal dalam memenuhi tes nilai dihapuskan.
7. Kampanye. Rencana dilaksanakan. Pihak berkepentingan utama dihubungi dan di lobi. Rapat diselenggarakan untuk membicarakan apa yang dapat dilaksanakan dan apa yang tidak dapat dilaksanakan. Perubahan taktis dalam rencana dibicarakan dan diimplementasikan.
34-91
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
KULTUR ORGANISASI
Kultur perusahaan atau institusi merupakan sisi bayangan kelima. Dalam beberapa hal, kultur perusahaan lebih penting dari gabungan sisi bayangan yang lain. Kultur institusi ("cara kami bekerja di sini") merupakan bagian terbesar dan paling berpengaruh terhadap sistem. Kultur ini merembes ke semua aktivitas perusahaan, yang memberikan kekhususan dan warna bagi perusahaan. Kultur institusi ini disebut "paling berpengaruh terhadap sistem" karena kultur ini menentukan norma dalam mengerjakan segalanya—semua bisnis, tugas-tugas organisasional, manajerial, dan kepemimpinan.
Kultur meletakkan dasar bagi sistem sosial. Dalam beberapa perusahaan, orang harus bergelar insinyur untuk menuju ke jenjang organisasi teratas. Tentu saja tidak ada aturan tertulis mengenai hal ini, namun begitulah aturan main yang berlaku. Kultur mengatakan politik macam apa yang boleh dimainkan dalam organisasi dan bagaimana anggota organisasi bermain politik tersebut.
Shared Beliefs, Values, dan Norms yang Memacu Perilaku
Kultur dapat dipahami dan akhirnya dapat dikelola melalui tiga kelompok berikut ini:7
1. Shared pattern of behavior—"cara kami mengerjakan sesuatu"
2. Shared beliefs, values, norms—"cara kami berpikir"
3. Organizational underpinnings—"apa yang kami beri penghargaan dan hukuman."
Penggolongan tersebut di atas saling terkait satu dengan lainnya dan bersif at interaktif; keyakinan, values, dan norma adalah yang memacu perilaku berpola yang diterima secara umum (shared pattern of behavior), yang diberlakukan melalui organizational underpinnings. Meskipun setiap kelompok penting, awal terbaik adalah "cara institusi melakukan sesuatu."
Dasar suatu kultur adalah cara yang sudah menjadi kebiasaan dalam menjalankan kegiatan dan tugas bisnis, organisasional, manajerial, supervisi, dan leadership. Seorang manajer berkata demikian: "Meskipun tidak ada aturan kuat tentang promosi, kami selalu mempromosikan orang atas dasar prestasi daripada senioritas." Manajer lain berkata demikian: "Strategi adalah raja di sini. Jika Anda menghasilkan uang dalam unit bisnis namun Anda melanggar strategi, Anda akan dipanggil karena hal itu. Jika Anda tidak jelas bagaimana menerjemahkan strategi ke dalam serangkaian operasi, Anda harus dengan segera meminta penjelasan tentang hal ini." Para manajer dalam contoh ini berbicara tentang pola perilaku. Kultur berhubungan dengan pola, bukan perilaku yang terisolasi.
SPPM dan "Cara Kami Mengerjakan Sesuatu Di Sini"
Kultur merembes ke semua dimensi perusahaan atau institusi. Setiap institusi memiliki kultur bisnis ("cara kami melaksanakan strategi di sini" atau "cara kami mencapai kualitas di sini"); kultur organisasi -"cara kami membuat keputusan
34-92
BAB 34: PENGELOLAAN SISI BAYANGAN ORGANISASI
di sini" atau "cara kami merekrut personel di sini"); kultur manajerial ("cara para manajer mengonsumsi waktu di sini"); kultur supervisi ("cara supervisor berhubungan dengan karyawan di sini"); kultur leadership ("cara kami melakukan perubahan untuk memajukan bisnis di sini)". Dengan kata lain, kultur merembes ke setiap aktivitas dalam perusahaan atau institusi.
Kultur dapat digolongkan menjadi dua kelompok: kultur sebagai pembatas institusi dan kultur sebagai pendorong maju institusi.
Kultur sebagai pembatas institusi. Berikut ini disajikan contoh-contoh kultur yang menghambat langkah maju institusi, yang diambilkan dari enam tahap dalam proses SPPM.
1. Strategi. "Kami merumuskan strategi di sini, namun kemudian kami tidak melaksanakan strategi tersebut. Strategi hanya melayang di tingkat atas."
2. Strategic plan. "Kami hanya di bibir saja dalam merumuskan strategic initiatives untuk meningkatkan value bagi customer. Kenyataannya kami tidak pernah serius tentang layanan kepada customer. Kami tidak lebih baik dari perusahaan yang lain."
3. Program. "Kami menyusun rencana jangka panjang lima tahun, namun anggaran kami tidak pernah kami susun berdasarkan rencana jangka panjang tersebut."
4. Anggaran. "Kami tidak pernah menganggap anggaran sebagai role setting dan role sending device. Kami tidak pernah bertanggung jawab atas apa yang telah ditetapkan dalam anggaran, karena semua keputusan anggaran berada di tangan Direktur Utama."
5. Implementasi." Anggaran dan implementasi tidak mempunyai kaitan sama sekali, karena keikutsertaan kami dalam proses penyusunan anggaran sangat minimal."
6. Pemantauan. "Buatlah angka realisasi tidak berbeda jauh dari angka anggaran, dengan cara apa saja agar bos Anda senang."
Kultur sebagai pendorong maju institusi. Berikut ini disajikan contoh-contoh kultur yang mendorong maju langkah institusi, yang diambilkan dari enam tahap dalam proses SPPM.
1. Strategi. "Kami memberi kesempatan kepada manajer bawah dan karyawan dalam perumusan strategi, karena mereka yang akan bertanggung jawab untuk mengimplementasikannya. Ide mereka sepenting ide eksekutif yang memutuskan berlakunya strategi tersebut"
2. Strategic plan. "Setiap orang di sini bertanggung jawab untuk merumuskan strategic initiative untuk mewujudkan sasaran-sasaran strategik yang telah ditetapkan."
3. Program. "Kami menjabarkan strategic initiatives ke dalam berbagai program jangka panjang, karena kami yakin bahwa masa depan perusahaan hanya dapat terwujud melalui usaha terencana."
34-93
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
4. Anggaran. "Pelibatan dan pengikutsertaan budgetees secara intensif dalam proses negosiasi usulan anggaran menjadikan anggaran kami role setting dan role sending device yang efektif."
5. Implementasi. "Hampir semua manajer kami pintar, beberapa di antaranya juga bijaksana dalam memantau implementasi anggaran dan program dengan memperhatikan dan memahami sisi bayangan yang ada dan mengelolanya untuk membantu pencapaian tujuan organisasi."
6. Pemantauan. "Setiap orang di sini berusaha untuk melakukan self-imposed control melalui internalisasi misi, visi, keyakinan dasar, dan nilai dasar organisasi."
Keyakinan, Nilai, dan Norma yang Memacu Cara Bertindak
Keyakinan, nilai, dan norma—"cara kami berpikir di sini"—merupakan bagian kognitif kultur, sedangkan pola perilaku yang berterima—"cara kami mengerjakan sesuatu di sini"—merupakan bagian perilaku atau tindakan. Keyakinan dan asumsi berinteraksi dengan nilai dan melembaga dalam suatu kultur sebagai norma, karakteristik pola perilaku dalam organisasi. Berikut ini disajikan contoh apa yang terjadi di suatu perusahaan.
1. Keyakinan. Keyakinan yang tumbuh di suatu organisasi, barangkali berdasarkan pengalaman, bahwa bos tidak ingin mendengarkan berita buruk dan cenderung menghukum siapa saja yang membawa berita buruk.
2. Nilai. Satu di antara nilai utama dalam organisasi adalah keamanan.
3. Norma. Norma yang berlaku adalah "Jika kesalahan terjadi, lihatlah ke seberang sana. Jika Anda tidak dapat melihat ke seberang sana, jangan mengatakan kesalahan tersebut kepada orang lain."
Tentu saja contoh-contoh norma tersebut di atas menghambat komunikasi dan berdampak negatif terhadap produktivitas.
Penopang: Mempertahankan Keberadaan Kultur
Sekali berakar di dalam sistem, kultur tersebut akan bertahan di situ. Meskipun tidak lagi dapat menopang dengan baik sistem tersebut. Dengan kata lain, keyakinan, nilai, dan norma yang memacu perilaku cenderung stabil sepanjang waktu. Oleh karena dimensi kognitif kultur—keyakinan, nilai, dan norma— sering kali tersembunyi, keyakinan, nilai, dan norma tersebut tidak terjangkau oleh perubahan. Beberapa faktor dapat menyebabkan kultur tetap berada di tempatnya, terlepas apakah kultur tersebut masih bermanfaat bagi institusi atau tidak: adaptasi, tidak adanya kesadaran terhadap kultur, kelambanan, sistem insentif dan penghargaan, kepentingan pribadi pihak yang mengambil manfaat dari status quo, dan berbagai proses pengendalian dan prosedur. Tidak ada gunanya berceramah tentang kultur keberanian untuk mengambil risiko dalam organisasi yang tidak menghargai keberanian tersebut, bahkan orang dapat dihukum dan dianggap salah jika berani mengambil risiko. Jika perusahaan mengalami kesulitan untuk menciptakan kultur baru yang bermanfaat bagi
34-94
BAB 34: PENGELOLAAN SISI BAYANGAN ORGANISASI
bisnis, dua pertanyaan harus dij awab: (1) Apa yang menyebabkan kultur lama tetap bertahan? (2) Apa penghargaan yang diberikan atas perilaku yang dituntut oleh kultur baru?
Dimensi Kultur
Kultur organisasional memiliki beberapa dimensi yang membantu manajer untuk memahaminya dan mengelolanya, yaitu membantu manajer untuk menjadikan kultur tersebut bermanfaat untuk bisnis dan kualitas kehidupan kerja.
Kultur terbuka dan tersembunyi. Kultur terbuka adalah keyakinan, nilai, dan norma yang diumumkan secara terbuka oleh institusi. Kultur tersembunyi adalah keyakinan, nilai, dan norma yang merupakan sisi bayangan suatu kultur.
Kultur yang dinyatakan dan kultur yang sesungguhnya. Hanya karena organisasi menyatakan keyakinannya secara terbuka tidak berarti organisasi tersebut mewujudkannya dalam kenyataan. Apa yang sesungguhnya dikerjakan oleh orang dalam organisasi mengatakan kepada kita apa yang sesungguhnya diyakini, dihargai, dan didorong oleh organisasi.
Kultur kuat dan kultur lemah. Kultur disebut kuat jika keyakinan, nilai, dan norma perusahaan secara konsisten memacu perilaku. Kultur disebut lemah jika keyakinan, nilai, dan norma perusahaan yang tidak secara konsisten memacu perilaku anggotanya. Di dalam organisasi, kultur yang kuat tidak selalu kultur yang dinyatakan, namun dapat terjadi kultur yang tersembunyi secara konsisten memacu perilaku anggota organisasi.
Pengelolaan Kultur
Salah satu tugas penting manajer adalah mengelola kultur yaitu menciptakan dan memelihara kultur yang bermanfaat bagi bisnis. Manajer perlu berusaha untuk menjamin kultur yang bermanfaat bagi bisnis, termasuk bermanfaat bagi strategi dan operasi, serta memajukan kualitas kehidupan kerja. Pengelolaan kultur mencakup tiga tugas utama: mengaudit kultur, mempromosikan kultur pilihan, dan menantang dan mengubah kultur.
Audit terhadap kultur. Manajer perlu menjadi "ethnographer," yaitu mereka perlu mengetahui keyakinan, nilai, dan norma, terutama norma yang tersembunyi dalam diri anggota organisasi, termasuk dalam diri mereka. Dalam memeriksa enam tahap dalam proses SPPM, manajer perlu mengaudit kultur yang terdapat dalam setiap tugas manajerial untuk menentukan apakah kultur tersebut memberikan kontribusi dalam memajukan bisnis.
Promosi kultur pilihan. Dalam organisasi yang baru, manajer dapat membangun kultur baru yang memberikan kontribusi dalam memajukan bisnis mulai awal dengan cara merumuskan dan mengkomunikasikan misi, visi, core beliefs, dan core
34-95
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
values organisasi. Dalam organisasi yang telah lama berdiri, manajer harus mulai dengan mengidentifi kasi kultur pilihan, dan kemudian mempromosikan kultur tersebut. Jika tidak dij umpai kultur pilihan, manajer perlu merumuskannya dan kemudian mengomunikasikannya kepada seluruh anggota organisasi.
Penantangan dan perubahan kultur. Kultur yang tidak lagi memberikan kontribusi kepada kemajuan bisnis perlu ditantang dan diubah. Dari hasil audit terhadap kultur, dapat diketahui keyakinan, nilai, dan norma yang tidak memberikan kontribusi kepada kemajuan bisnis. Kultur tersebut kemudian ditantang keberadaannya dan kemudian dirumuskan kultur baru pilihan yang dipandang memajukan bisnis. Langkah berikutnya adalah mencari cara untuk mempromosikan kultur baru untuk mengubah kultur lama yang sudah tidak bermanfaat bagi bisnis.
RANGKUMAN
Seperti halnya dengan kematian, sisi bayangan organisasi selalu akan menyertai kita. Sisi bayangan memperkaya, menjadikan kompleks, dan menjadikan lebih mendalam pengetahuan kita tentang individu dan kehidupan institusional mereka. Sementara sisi bayangan menambah SPPM, pemahaman atas sisi bayangan membantu manajer dalam menggunakan model-model tersebut secara lebih pintar dan efektif. Meskipun saran untuk mengidentifi kasi dan mengelola sisi bayangan organisasi telah disajikan secara singkat di dalam bab ini, pertanyaan pokok yang tetap perlu dij awab adalah: "Dapatkah kita mengelola sisi bayangan organisasi sebagaimana yang diuraikan di atas? Jawaban dari orang yang jujur, tidak dibuat-buat kemungkinan seperti ini: "Tentu saja dapat, pengelolaan terhadap sisi bayangan organisasi hanya masalah memberikan alat yang benar bagi manajer untuk mengelolanya." Jawaban dari orang yang benar-benar sinis adalah: "Sama sekali tidak mungkin! Kita hanya dapat menyaksikan pertunjukan." Jawaban dari orang yang realistis kemungkinan akan sebagai berikut: "Ya, kita
bisa, paling tidak sampai pada tingkat tertentu .....Seberapa banyak yang dapat
kita kelola? Tentu saja yang cukup untuk membuat perbedaan."
PERTANYAAN
1. Jelaskan beda konsep arationality dengan irrationality. Berikan contohnya masing-masing
2. Arationality tidak selalu dalam bentuk negatif. Setujukah Saudara dengan pernyataan tersebut? Jelaskan jawaban Saudara.
3. Efektivitas SPPM yang telah didesain sangat ditentukan oleh kemampuan manajer dalam mengelola sisi bayangan organisasi. Setujukah Saudara dengan pernyataan tersebut? Jelaskan jawaban Saudara.
4. Di dalam organisasi terdapat lima bidang sisi bayangan organisasi. Sebutkan dan berikan penjelasan secara ringkas setiap bidang tersebut.
5. Struktur SPPM dan proses SPPM memiliki dua bentuk arational: sifat
34-96
BAB 34: PENGELOLAAN SISI BAYANGAN ORGANISASI
kelonggaran ikatan dalam hampir semua organisasi dan kekuatan sistem tidak formal yang terdapat dalam organisasi. Jelaskan pengaruh kedua bentuk arational tersebut dalam pengimplementasian SPPM.
6. Sebutkan dan jelaskan secara ringkas keterampilan yang diperlukan untuk mengelola sisi bayangan orang dalam organisasi.
7. Keterampilan komunikasi merupakan satu di antara berbagai keterampilan penting yang diperlukan untuk mengelola sisi bayangan orang dalam organisasi. Sebutkan dan jelaskan secara ringkas keterampilan komunikasi apa saja yang diperlukan untuk mengelola sisi bayangan orang dalam organisasi?
8. Jelaskan bagaimana mengelola sistem sosial dalam organisasi.
9. Setiap organisasi selalu diwarnai dengan politik yang menimbulkan arationality.
a. Jelaskan hakikat politik dalam organisasi.
b. Jelaskan bagaimana mengelola sistem politik dalam organisasi.
10. Salah satu bidang sisi bayangan organisasi adalah kultur. Jelaskan bagaimana memahami dan mengelola kultur organisasi.
CATATAN AKHIR
1 Egan, h. 94.
2 Ibid.
3 Egan, h. 95.
4 Egan, h. 101-105.
5 Egan, h. 103-105.
6 Egan, h, 118-119.
7 Egan, h. 121.
34-97
SISTEM PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN MANAJEMEN
34-98

0 komentar: